Senin, 14 Maret 2022

Salah Siapa?

Yang menjadi pertanyaanku : mengapa masih banyak orang yang berselingkuh dan menghancurkan kepercayaan pasangan? 

"kayaknya aku gamau jatuh cinta lagi deh, Ya.  Udah capek banget dibohongi orang. Berkali-kali nyoba percayain lagi,  berkali-kali itu juga diselingkuhin pasangan.  Kurangku dimana sih? Padahal aku udah selalu nyoba jadi pasanhan yang baik kok."

Malam itu seorang sahabat kembali mengenai isi hatinya

Belakangan, aku merasa bahwa hidup semakin tidak adil saja kepada orang-orang baik yang ku kenal.  Banyak cerita datang silih berganti perihal ketidaksetiaan pasangan mereka.  Padahal dari semua yang bercerita,  kebanyakan dari mereka menurutku tidak seharusnya mendapatkan perlakuan demikian.

Rasanya ingin sekali memaki,  tapi aku sendiri percaya bahwa tiap manusia memiliki alasan tersendiri tentang apapun yang mereka lakukan.

"Girl,  yang salah bukan kamu.  Gaada yang kurang dari kamu." balasku setelah sahabatku itu selesai bercerita.  "Ketika mereka udah memilih untuk selingkuh,  ketika itu juga mereka sadar kalau ego mereka itu rapuh.  Dan menurutku, semua itu sepenuhnya jadi isu mereka,  dan bukan masalah kamu."

Mungkin aku gabisa banyak berkata apa-apa. Aku gabisa mengendalikan keadaan dan membuat semua baik-baik saja.  Kepercayaan yang telah hancur tentunya akan sulit dikembalikan.

Namun semoga saja,  setiap korban perselingkuhan bisa kembali menemukan makna dirinya yang sempat hilang : memupuk kembali kepercayaan yang sedang musnah. 

_If his treat you like a queen it doesn't mean you are the only one_

Rabu, 25 November 2015

TEORI TRANSFORMASI STRUKTURAL DAN PERUBAHAN STRUKTURAL

TEORI TRANSFORMASI STRUKTURAL
DAN PERUBAHAN STRUKTURAL
A.      TRANSFORMASI STRUKTURAL.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan  terjadinya perubahan dalam struktur perekonomian wilayah. Transformasi struktural berarti suatu proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing sektor akan mengalami proses transformasi yang berbeda-beda. Selanjutnya Chenery dalam Tambunan (2001) juga menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi yang umum disebut dengan transformasi struktural diartikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi Agregat Demand, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), Agregat Supply (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

1.      FAKTOR PENYEBAB TRANSFORMASI STUKTURAL.
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya transformasi ekonomi yaitu, pertama disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya. Sesuai dengan Hukum Engels bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat, maka makin sedikit proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pertanian, sebaliknya proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli barang-barang produksi industri menjadi bertambah besar.

2.         TERJADINYA TRANSFORMASI STRUKTURAL.
Sukirno (2006) menjelaskan bahwa, berdasarkan lapangan usaha maka sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian Indonesia dibedakan dalam tiga kelompok utama yaitu:
1.    Sektor primer, yang terdiri dari  sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian.
2.    Sektor sekunder, terdiri dari industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan.
3.    Sektor tertier, terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan) Pada umumnya, transformasi yang terjadi di negara berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri, atau terjadinya transformasi dari sektor primer kepada sektor non primer (sekunder dan tertier).

B.                PERUBAHAN STRUKTURAL
Teori ini biasanya diterapkan oleh negara-negara berkembang atau pada negara dunia ketiga. Misalnya di negara bagian Asia Timur. Dibandingkan di negara maju, negara berkembang masih menerapkan standard ekonomi tradisional. Dimana penduduknya masih bermata pencaharian sebagai petani sebagian besarnya.  Untuk itu, bagaimana negara berkembang dapat menyesuaikan diri di perkembangan zaman, hanya terletak bagimana negara tersebut menuntun dan mengarahkan kemajuan negaranya (khususnya dalam hal ini di bidang ekonomi) untuk dapat bersaing dan menjadi negara maju. Diperlukan berbagai macam metode dan cara untuk menjalankannya. Di sini kita akan membahas mengenai bagaimana cara menerapkan salah satu metode yang dapat dijalankan untuk melakukan suatu perubahan tersebut, yaitu Teori Perubahan Struktural (Structural Change Theory).

Teori perubahan struktural => bagaimana suatu negara merubah struktur mode ekonominya dari sektor ekonomi tradisional menjadi ekonomi modern. Ekonomi modern yang disesuaikan dengan perkembangan zaman globalisasi pada saat ini. 
Tokoh-tokoh yang melakukan penelitian dan membahas mengenai teori ini adalah :
1.  W. Arthur Lewis.
Ia memperkenalkan Teori Two Sector Surplus Labor, yang dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor pertanian tradisional (pedesaan subsistem) dan sektor industri modern (industri perkotaan). Dimana ikhtisarnya mengatakan bahwa surplus labor dari sektor pertanian ditransfer sedikit demi sedikit ke sektor industri modern dengan tahapan perkembangan dan pendidikan juga pelatihan untuk calon tenaga kerja yang dibutuhkan. Kelemahan dari teori ini adalah tingkat hasil keuntungan output yang didapat lebih banyak cenderung diminati oleh kaum penguasa daripada para pekerjanya. Jadi terdapat ketimpangan dalam pembagian keuntungan ini sehingga kecenderungan dalam pembagian rata tenaga kerja menjadi fleksibel karena hal ini. Hal ini dapat menimbulkan ketimpangan antara upah nyata (MPL) dengan kuantitas tenaga kerja (terdapat dalam Grafik Model Arthur Lewis).
2.  Hollis B. Chenery.
Ia memperkenalkan mengenai "Pola-Pola Pembangunan". Mengemukakan mengenai proses perubahan struktur ekonomi, industri dan kelembagaan yang dalam langkahnya menuju industri baru yang menjadikannya transformasi ke struktural ekonominya. Kelemahannya adalah akses yang dimiliki oleh negara berkembang yang sedang menerapkannya mengalami hambatan karena kurangnya supplies and equipments yang dimiliki untuk mengakses baik dalam negara maupun di internasionalnya. Dibandingkan dengan negara maju yang telah memiliki akses yang lebih sempurna dibandingkan dengan negara berkembang.



KEMISKINAN, KETIMPANGAN, DAN PEMBANGUNAN

KEMISKINAN, KETIMPANGAN, DAN PEMBANGUNAN
A.      Mengukur ketimpangan dan kemiskinan
            Kalau kita merenungkan kembali krisis ekonomi yang kita alami 10 tahun lalu, tampaknya kita mempunyai cukup alasan untuk mengatakan bahwa krisis tersebut telah menimbulkan dampak sosial-ekonomi-politik yang luar biasa bagi Indonesia. Kendati kinerja ekonomi pascakrisis cenderung membaik, indikator ketimpangan dan kemiskinan menunjukkan bukti adanya eksklusi sosial-ekonomi bagi kebanyakan manusia Indonesia. Hasil akhir dari redistribusi tersebut masih terasa sangat menyesakkan bagi mereka yang berada di bagian bawah dari piramida sosial-ekonomi.
            Berikut ini akan diuraikan beberapa indikator yang sering digunakan oleh para peneliti untuk mengukur ketimpangan di suatau negara atau daerah.
1.        Size distributions (quintiles, deciles)
Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Cara mendapatkan penghasilan itu tidak dipermasalahkan. Oleh karena itu para ekonom cenderung mengurutkan semua individu berdasarkan pendapatan yang diterimanya, lantas membagi total populasi kedalam beberapa nkelompok atau ukuran. Biasanya populasi dibagi menjadi 5 kelompok atau kuantil dan 10 kelompok atau desil.
2.        Lorenz curves
Indeks gini seringkali ditampilkan bersamaan dengan kurva Lorenz, yang menggambarkan hubungan antara pangsa kumulatif pendapatan dan penduduk. G adalah indeks gini yang diturunkan dari kurva Lorenz dengan cara membagi daerah yang dibatasi oleh garis diagonal dan kurva Lorenz dengan total daerah pada segitiga yang lebih rendah
3.        Gini coefficients and aggregate measures of inequalit
Dari semua pengukur ketimpangan, indeks gini adalah yang paling sering dipakai sebagai indikator ketimpangan. Salah satu yang menarik dari indeks gini ialah pendekatannya yang sangat langsung terhadap ukuran ketidakmerataan, memuat perbedaan di antara setiap pasangan pendapatan, yang sejauh ini merupakan ukuran ketidakmerataan ekonomi yang paling populer. Nilai dari indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan bahwa seluruh pendapatan terbagi secara merata terhadap seluruh unit masyarakat (perfect equality), sedang nilai 1 berarti seluruh pendapatan hanya dimiliki oleh satu orang atau satu unit saja pada keseluruhan distribusi (perfect inequality).  Ketimpangan yang rendah mempunyai nilai indeks gini sebesar 0,4 atau di bawahnya. Ketimpangan yang tinggi apabila mempunyai indeks gini di atas 0,4 dalam distribusinya.
4.    Functional distributions
Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi. Relevansi teori fungsional kurang tajam, karena tidak memperhitungkan peranan dan pengaruh kekuatan diluar pasar.
B.       Kemiskinan, ketimpangan dan kesejahteraan sosial
            Wacana tentang ketimpangan dan kemiskinan sering dicampuradukkan meskipun kedua istilah ini bukan sesuatu yang sama. Kemiskinan umumnya menunjukkan tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan tertentu. Bisa jadi kemiskinan turun namun tingkat ketimpangan dalam suatu masyarakat meningkat. Ini terjadi ketika suatu perekonomian membaik sehingga mampu membantu si miskin sedikit lebih kaya namun membuat si kaya semakin kaya. Sebaliknya ketika perekonomian baru menurun, ketika pasar modal turun drastis, bisa saja si miskin membaik tingkat pendapatannya, namun banyak pemodal kaya yang mengalami kerugian dari transaksi di pasar modal, sehingga ketimpangan malah membaik.
            Masalah ketimpangan ini dalam praktik sering memicu kecemburuan sosial dan kekerasan yang sering terjadi berbagai daerah di Indonesia. Akibatnya masyarakat mengalami frustrasi sosial yang berujung pada perbuatan kriminal atau kekerasan lainnya (Sismosoemarto, 2012: 478-484). Sebagian besar proyeksi menyatakan bahwa jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan akan meningkat selama dekade berjalan sebelum menurun selama sisa abad, dengan harapan akan hilang selamanya dengan bergantinya abad.
C.      Pertumbuhan dan Kemiskinan
Ada beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dan kemiskinan. Biasanya banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern.
Hubungan yang dekat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan yang terjadi diantara golongan miskin tidak begitu saja mengindikasikan hubungan sebab akibat. Sebagian dari kemajuan yang dinikmati golongan miskin dapat saja berasal dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik diantara golongan miskin untuk mempercepat pertumbuhan secara menyeluruh.



D.      Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin
Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelas bahwa pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi  pendapatan perkapita yang ada, akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Akan tetapi, tingginya tingkat pendapatan perkapita tidak menjamin lebih randahnya tingkat kemiskinan absolut. Namun penggambaran kemiskinan absolut secara garis besar  saja tidaklah cukup.
1.        Kemiskinan dan Pedesaan
Biasanya penduduk miskin bertempat tinggal  di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional, mereka kebanyakan wanita dan anka-anak daripada laki-laki dewasa, dan mereka sering terkonsentrasi diantara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.Yang menarik walaupun sebagian besar penduduk dengan kemiskinan absolut tinggal di daerah pedesaan, bagian terbesar dari pengeluaran sebagian besar pemerintahan negara berkembang selama seperempat abad terakhir justru lebih tercurah ke daerah-daerah perkotaan dan berbagai sektor ekonominya yakni sektor-sektor manufaktur modern dan komersial. Pengeluaran pemerintah yang berupa investasi langsung kedalam sektor  ekonomi yang produktif atau pengeluaran di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan masyarakat, tercurah berat sebelah ke sektor modern di perkotaan.
2.        Kaum Wanita dan Kemiskinan
Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita.  Yang paling menderita dalam kemiskinan serta kekurangan adalah kaum wanita dan anak-anak, mereka juga kekurangan gizi, dan mereka pula yang paling sedikit memerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya. Berbeda dengan di perkotaan, tenaga kerja yang bekerja di pedeaan antara laki-laki dan perempuan cenderung perbedaan persentasenya tidak begitu signifikan di beberapa daerah seperti di propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sumatera Barat, dan lain sebagainya. Hal tersebut mangindikasikan bahwa peluang kerja di pedesaan untuk perempuan besar sekali, oleh karena itu kaum perempuan tidak mempunyai kesempatan yang besar untuk bekerja di perkotaan yang kemudian mengalami kemiskinan.
3.        Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan
Dari berbagai penelitian, sebagian besar penduduk pribumi itu sangat miskin dan mengalami malnutrisi, buta huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan yang buruk, serta menganggur.

E.       Cakupan Pilihan Kebijakan: Beberapa Pertimbangan dan Pilihan Kebijakan
Negara-negara berkembang yang berkeinginan untuk mengentaskan kemiskinan serta menanggulangi ketimpangan distribusi pendapatan haruslah mengetahui segenap pilihan cara yang tersedia, dan memilih yang terbaik diantaranya, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

1.        Bidang-bidang intervensi
      Dapat diidentifikasi empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi kebijakan pemerintah yang memungkinkan, yang masing-masingnya berkaitan erat dengan keempat elemen pokok yang merupakan faktor penentu utama atas baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di negara-negara berkembang. Adapun keempat elemen tersebut adalah:
1.      Mengubah distribusi fungsional—tingkat hasil yang diterima dari faktor-faktor produksi tenaga kerja, tanah, dan modal yang sangat dipengaruhi oleh harga dari masing-masing faktor produksitersebut, tingkat pendayagunaannya, dan bagian atau persentase dan pendapatan nasional yang diperoleh oleh para pemilik masing-masing faktor produksi.
2.      Memeratakan distribusi ukuran—distribusi pendapatan fungsional dari suatu perekonomian yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang disandarkan pada kepemilikan dan penguasaan atas aset produktif serta keterampilan sumber daya manusia yang terpusat dan tersebar ke segenap lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan keterampilan tersebut pada akhirnya akan menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan secara perorangan.
3.      Meratakan (mengurangi) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan tinggi melalui pemberlakuan pajak progresif terhadap pendapatan dan kekayaan pribadi mereka.
4.      Meratakan (meningkatkan) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan rendah, melalui pengeluaran publik yang dananya bersumber dari pajak untuk meningkatkan pendapatan kaum miskin secara langsung maupun tidak langsung


Masyarakat Indonesia


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep, Hak dan Kewajiban Guru pada mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia di Universitas Jember. Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah mengarahkan kepada kita satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT, yakni agama Islam.
Alhamdulillah pnulisan makalah ini bisa diselesaikan, walaupun kemungkinan dalam penyusunan ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik dalam bahasa maupun pengambilan data-data yang bisa dibilang kurang komplit dan detail, mengingat keterbatasan penulis yang masih belum bisa maksimal dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan. Dengan mengambil judul Siapakah Masyarakat Indonesia penulis berharap semoga makalah yang singkat ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun orang yang membacanya.
Akhir kata penulis menyadari bahwasanya bila segala urusan telah selesai, maka akan tampak kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran selalu kami tunggu demi peningkatan kualitas dan mutu dari makalah yang penulis susun ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.



Penulis








Masyarakat berasal dari istilah bahasa arab yaitu syareha, yang berarti ikut serta atau partisipasi. Dalam bahasa Inggris disebut Society, asal kata Socius yang berarti kawan. Masyarakat merupakan suatu satuan kehidupan sosial manusia, menempati wilayah tertentu yang keteraturan dalam kehidupan sosial tersebut telah dimungkinkan oleh adahya seperangkat pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki bersama. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah. Keramahan bangsa tergantung dari bagaimana pola pikir masyarakat yang hidup di Indonesia.  Kultur budaya, pola pikir dan struktur masyarakat membentuk keramahan bangsa Indonesia menjadi keramahan yang alami.
Indonesia dapat dikatakan sebagai negara majemuk, karena secara horizontal terdiri atas berbagai macam agama, suku bangsa dan bahasa. Sedangkan secara vertikal yaitu perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah (stratifikasi sosial). Struktur sosial yang ada dalam sebuah tatanan bermasyarakat terdiri dari pengelompokan sosial, lapisan sosial, perubahan sosial serta pertentangan sosial. Pemahaman mengenai hal ini dapat membantu dalam memahami sebuah tatanan masyarakat, juga dalam usaha menyelesaikan problematika yang muncul dalam masyarakat itu.
Warga pedesaan, suatu masyarakat mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”, terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Dalam dunia modern, banyak orang juga berupaya melakukan mobilitas sosial. Mereka merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja kebanyakan orang akan terkukung dalam status nenek moyang mereka.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami tertarik untuk membahas menganai Masyarakat Indonesia yang lebih menekankan pada perbandingan antara masyarakat pedesaan/ agraris/ tradisonal dan masyarakat perkotaan/ industrial/ modern.

Adapun rumusan masalah yang kami Bagaimana perkembangan antropologi di Indonesia yang berkaitan dengan masyarakat desa/ agraris/ tradisonal dan masyarakat kota/ industri/ modern?

Tujuan makalah ini dibuat adalah
  1. Agar kita dapat mengetahui siapa masyarakat indonesia
  2. Dapat mengetahui bagaimana masyarakat indonesia , terutama yang berkaitan dengan masyarakat desa/ agraris/ tradisional
  3. Dan bagaimana masyarakat indonesia pada masyarakat kota/ industri/ modern.
  4. Menambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca untuk mengetahui indonesia sebagi masyarakat majemuk.








Masyarakat (society) diartikan sebagai sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Adapun pengertian masyarakat menurut para ahli adalah :
a.     Selo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
b.    Max Weber, Masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
c.     Emile Durkheim, Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
d.    Karl Marx, Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.

Untuk menganalisa secara ilmiah tentang proses terbenruknya masyarakat sekaligus problem-problem yang ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser, kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses terbentuk dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic), yaitu:
  1. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
·      Proses Internalisasi
Manusia mempunyai bakat tersendiri dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi wujud dari kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi yang ada di sekitar alam dan lingkungan sosial dan budayanya. Maka proses internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal, dimana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.
·      Proses Sosialisasi
Proses ini bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekililingnya.
·      Proses Enkulturasi
Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata enkulturasi dalam bahas Indonesia juga berarti “pembudayaan”.
  1. Proses Evolusi Sosial
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang dari jauh hanya dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata seorang peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari dalam masyarakat di dunia.
  1. Proses Difusi
Penyebaran Manusia. Ilmu Paleoantropologi memperkirakan bahwa manusia terjadi di daerah Sabana tropikal di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir seluruh permukaan bumi ini. Hal ini dapat diterangkan dengan dengan adanya proses pembiakan dan gerka penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai dengan proses adpatsi fisik dan sosial budaya.
  1. Akulturasi dan Pembauran atau Asimilasi
Akulturasi adalah Proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Asimilasi adalah Proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan yang campuran.
  1. Pembaruan atau Inovasi
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi sangat erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Dalam suatu penemuan baru biasanya membutuhkan proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.

Ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya sebagai berikut:
a.    Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
b.    Bergaul dalam waktu cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia.
c.    Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
d.   Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.

2.4         Golongan Masyarakat Desa/ Agraris/ Tradisional
Desa dalam pemahaman umum adalah suatu komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu  baik sebagai tempat tinggal menetap maupun bagi pemenuhan kebutuhannya. Dan terutama yang tergantung kepada pertanian, desa desa dimanapun cenderung memiliki karakteristik karakteristik yang sama. Egon E. Bergel (1955:121) mendefisikan desa sebagai “setiap pemukiman para petani (peasant)”. Sebenarnya faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat  pada setiap desa.  Ciri utama yang terlekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Kelompok semacam itu memiliki ikatan kebersamaan dan ikatan terhadap wilayah tertentu.
Roucek dan Warren (1962) menggambarkan karakteristik yang bersifat kontras antara masyarakat desa dan kota. Berikut karakteristik masyarakat desa :
1.           Besarnya peranan kelompok primer;
2.           Faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan kelompok/asosiasi;
3.           Hubungan lebih bersifat intiem dan awet;
4.           Homogen;
5.           Mobilita sosial rendah;
6.           Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi;
7.           Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar.
Pitrim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman (dalam T.L. Smith dan P. E.Zop, 1970) mengemukakan sejumlah faktor yang mendasar dalam menentukan karakteristik desa dan kota berdasar atas: mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan, diferensiasi sosial, stratatifikasi sosial, interaksi sosial, dan solidaritas sosial.

1.    Pola Kebiasaan Masyarakat Desa
Konsep kebudayaan tradisional ini mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of life) masyarakat desa yang belum dirasuki oleh penggunaan tekhnologi modern. Dengan kata lain pola kebudayaan masyarakat yang hidupnya tergantung kepada alam. Menurit Paul H. Landis (1948), sejauh mana besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat desa akan ditentukan oleh :
·  Sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian
·  Tingkat tekhnologi mereka
·  Sistem produksi yang di terapkan
Ketiga faktor tersebut secara bersama sama menjadi faktor determinan bagi terciptanya kebudayaan tradisional, yakni kebudayaan tradisional akan tercipta apabila masyarakat amat tergantung kepada pertanian, tingkat tekhnologinya rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ciri-ciri kebudayaan tradisional masyarakat desa adalah sebagai berikut.
Pertama sebagai konsekuensi dan ketidak berdayaan mereka terhadap alam, maka masyarakat desa yang demikian ini mengembangkan adaptasi yang kuat terhadap lingkungan. Pertanian sangat tergantung kepada keadaan atau jenis tanah, tingkat kelemban, ketinggian tanah, topografi, banyaknya curah hujan, dan lainnya. Lingkungan alam dan elemen-elemen seperti itu cukup berfariasi antara daerah satu dengan lainnya. Maka masyarakat desa (petani) mengembangkan tingkat adaptasi terhadap berbagai kekhukusan lingkungan alam itu sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam)nya.
Kedua pola adaptasi yang pasif terhadap lingkungan alam berkaitan dengan rendahnya tingkat inovasi masyarakatnya. Pada masyarakat pedesaan mereka bekerja dengan alam. Dengan tingkat kepastian yang cukup tinggi terhadap keajegan dan keteraturan alam tersebut maka mereka tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru. Semua serasa telah ddiatur dan ditentukan oleh alam
Ketiga faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian masyarakatnya. Seperti dikemukakan oleh O.E. Baker (dalam P.H. Landis, 1948), sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam orang desa umumnya mengembangkan filsafat hidup yang organis, artinya mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu kesatuan. Refleksi dari filsafat semacam ini dalam hubungan antar manusia adalah tebanya rasa kekeluargaan dan kolektivitas.
Keempat pengaruh alam juga terlihat pada pola kebiasaan hidup yang lamban. Kebiasaan hidup lamban ini disebabkan karena mereka sangat dipengaruhi irama alam yang ajeg dan lamban.
Kelima dominasi alam yang kuat terhadap masyarakat desa juga mengakibatkan tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhayul. Takhayul dalam hal ini merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam disebabkan karena tidak dapat memahami dan menguasai alam secara benar.
Keenam sikap pasif dan adaptif masyarakat desa terhadap alam juga nampak dalam aspek kebudayaan material mereka yang relatif bersahaja. Kebersahajaan itu misalnya pada arsitektur rumah dan alat alat pertanian.
Ketujuh ketundukan masyarakat desa terhadap alam juga menyebabkan rendahnya kesadaran mereka akan waktu. Hal ini dapat dimengerti, karena alam memiliki irama sendiri. Alam tidak menempatkan orang kedalam kotak kotak waktu, melainkan orang sendirilah yang menciptakan kotak kotak waktu itu.
Kedelapan besarnya pengaruh alam juga mengakibatkan orang desa cenderung bersifat praktis. Artinya, mereka tidak begitu mengindahkan segi keindahan dan ornamen ornamen. Berkaitan dengan sifat praktis ini, masyarakat desa juga cenderung kurang mengindahkan etika dalam pergaulan satu sama lain. Terlebih lagi mereka hidup dalam kelompok dan lingkungan primer, saling akrab, sangat mengenal satu sama lain.
Kesembilan pengaruh alam juga mengakibatkan terciptanya standar moral yang kaku dikalangan dikalangan masyarakat desa moralitas dalam pandangan masyarakat desa adalah sebagai sesuatu yang absolut (final). Tidak ada kompromi antara yang baik dan buruk, cenderung pada pemahaman yang bersifat hitam putih (clear cut definition).

2.    Sistem Mata Pencaharian
ü Berburu dan Meramu
Berburu dan meramu ini termasuk dalam dua sistem mata pencaharian hidup yang erat kaitannya dengan pergerakan “ekonomi pengumpulan pangan”. Terbukti bahwa berburu dan meramu adalah sistem mata pencaharian yang paling tua dan paling awal yang dilakukan oleh manusia. “Ekonomi pengumpulan pangan “ ini sering disebut juga dengan istilah “food gathering” artinya dalam kehidupan manusia berburu dan meramu ini sudah mengenal mengenai bagaimana cara mencari dan mengumpulkan berbagai tanaman dan binatang yang dijadikan sebagai pangan pokok agar bisa bertahan hidup. Berburu dan meramu juga erat kaitannya dengan alam. Karena semua objek yang dijadikan untuk bahan pangan sehari-hari adalah dari alam. Mereka hidup dari alam.
Dalam buku ini koentajaranngrat juga menjelaskan mengenai sistem berburu ini dengan menggunakan pendapat seorang ahli yang bernama J. Steward. J Steward ini mengatakan “ aneka warna masyarakat suku bangsa berburu itu dapat dikembalikan kepada dua bentuk dasar : Satu bentuk dasar itu disebabkan karena binatang yang diburu itu hidup terpencar , tidak dalam kawanan dan tidak mengembara menurut musim . Sedangkan bentuk dasar yang kedua disebakan karena binatang-binatang yang diburu itu hidup dalam kawanan yang besar , yang mengembara pada jarak-jarak yang jauh menurut musim.” (Koentjaraningrat : 1972 : 14)
Menurut analisa J. Steward mengenai masyarakat berburu ini ada dua bentuk dan susunan yang beragam. Yaitu Patrilineal Hunting Band artinya adalah keanggotaan dalam kelompok ditetapkan menurut garis keturunan dari pihak ayah. Serta memiliki adat perkawinan yang mewajibkan untuk menikah di luar kelompoknya. Yang kedua adalah Composite Hunting Band artinya adalah keanggotaan dalam kelompok tidak lagi patrilineal sedangkan adat perkawinannya tidak bersifat exogam lagi. ( Koentjaraningrat : 1972 )
Menurut Koentjaraningrat, perbedaan mayarakat berburu dan meramu ini dengan masyarakat yang mengenal bercocok tanam akan terlihat jelas ketika masyarakat berburu tingkat angka kelahirannya rendah. Gejala ini disebabkan karena adanya tekanan batin yang dirasakan masyarakat pada waktu itu sehingga keterbatasan pangan yang menjadi persoalan mendasar sehingga angka kelahirannya pun akan ikut rendah. Namun hal ini masih dianggap belum bisa dijadikan sebagai teori karena belum dirumuskan secara konkret dan perlu diteliti dengan metode yang bersifat ilmiah. Suatu permasalahan yang mendasar pada masyarakat berburu dan meamu ini adalah sarana dan prasarana dalam membawa hasil buruan dengan tempat lokasi yang jauh dan juga kondisi-kondisi yang menyulitkan para peburu untuk membawa hasil tangkapannya. Peramu sagu yang ada di Pantai utara Irian Jaya mulai ada perbedaan bahasa antar daerah karena adanya pulau-pulau yang berahadapan dengan Pantai Utara Irian Jaya ini. Seperti Pulau Wakde, Takar, Yamna dan lain-lain.Pada masa meramu ini pengkristenisasi sudah terjadi ketika awal tahun 1913. Dengan kedatangannya bagsa belanda pada tahun 1920 menempatkan pemerintahan jajahan mulai terjadi yang namanya asimilasi budaya dimana tradisi masyarakat meramu ini lambat laun akan mengalami perubahan budaya pada masyarakat meramu ini. Hal ini disebabkan adanya kontak budaya dari luar yang dibawa oleh pengaruh belanda. ( Koentjaraningrat : 1972 ).
ü Perikanan (Nelayan)
Selain mengenal berburu dan meramu ada juga sistem mata pencaharian perikanan. Hal ini penting karena perikanan juga dapat dikatakan sebagai sistem mata pencaharian yang lama dan tua terutama yang tinggal di pinggir pantai , laut dan di daerah peraiaran. Pada dasarnya nelayan tahu persis bagaimana  menjalankan dan menggunakan perahu namun nelayan juga dituntut untuk tahu mengenai sifat-sifat laut,angin dan arusnya . Sangat penting bagi para nelayan untuk memahami berbagai macam yang berhubugan dengan pemanfaatan sumber daya alam.
Banyak yang dapat kita pelajari dari seorang nelayan antara lain nelayan ini memiliki peran sangat penting bagi ekonomi masayarakat pada waktu dulu hingga sekarang ini. Hal ini dibuktikan sejak dulu hingga sekarang sistem mata pencaharian ini tidak pernah menghilang dan masih akan terus ada selama biota laut yang ada masih tersisa hidup di air. Berbeda dengan sistem mata pencaharian berburu dan meramu yang menghilang lalu digantikan oleh sistem bercocok tanam. Jelas bahwa sistem mata pencaharian perikanan ini akan terus dan tetap eksis karena semakin banyak orang yang mengeksploitasi sumber pangan di darat yang lambat laun akan habis tentunya akan banyak yang beralih ke dalam pencarian sumber pangan di laut . Sehingga keberadaan mata pencaharian ini sangat diperlukan dan penting bagi roda perekonomian di Indonesia.
ü Bercocok Tanam
Menurut Verre Gordon Childe “kepandaian bercocok tanam itu merupakan suatu peristiwa hebat dalam proses perkembangan kebudayaan manusia sehingga peristiwa disebutnya suatu revolusi kebudayaan” ( Koentjaraningrat : 1972 : 37). Selain itu juga N.I Vavilov ( Ketua Lembaga Lenin untuk Ilmu Pertanian di Leningrad). Ahli-ahli pertanian tersebut menyimpulkan bahwa “ kepandaian bercocok tanam tidak diketemukan oleh manusia di satu tempat , melainkan di beberapa tempat di muka bumi ,masing-masing cukup terlepas satu dari yang lain dengan menggunakan metode ilmiah ethnobotany (Koentajaraningrat : 1972 : 38 ). Vavilov dan kawan-kawannya menemukan setidaknya tujuh daerah asal dari bercocok tanam (lihat halaman: 38 ) , namun hal ini sedikit ditambahkan oleh pakar antropolog G.P Murdock yang terdapat dalam bukunya “ Africa . Its Peoples and Their Cultural History (1959). Pada buku ini intinya G.P Murdock ingin menunjukan bahwa Afrika Barat ini juga termasuk daerah asal mulanya bercocok tanam.  
ü Bercocok Tanam di Ladang
Pengertian dari bercocok tanam di Ladang seperti yang telah disebutkan dalam buku Anropologi Sosial ini adalah “ Suatu cara bercocok tanam terutama yang ada di daerah hutan rimba tropik dan juga di daerah sabana tropik dan sub tropik “(Koentjaraningrat : 1972 : 41). Bercocok tanam di ladang ini sudah dikenal sejak zaman neolithik. Di dalam buku ini juga dijelaskan mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan ole para pencocok tanam ladang yang sangat perlu kita ketahui agar kita tahu perbedaan antara pencocok tanam di ladang ataupun pencocok tanam yang menetap. Berikut kegiatan-kegiatannya secara singkat ( Koentjaraningrat : 1972 : 41):
1.    Daerah di hutan atau di sabana di bersihkan ( ditebang dan dibakar)
2.    Bidang tanah ladang yang demikian dibuka,ditanami satu samapai paling banyak tiga kali (1-2 tahun)
3.    Kemudian ladang tadi dibiarkan untuk waktu yang lama ( 10-15 tahun) sehingga menjadi hutan kembali
4.    Sesudah itu hutan bekas ladang tadi dibuka lagi dengan cara seperti tersebut seperti yang dilakukan dalam sub a, dan demikian seterusnya.
Mereka juga membedakan golongan berdasarkan jenis tanah hutan yang digolongkan secara teliti dan cermat. Adapun banyak faktor yang perlu diperhatikan oleh para pencocok tanam adalah tanah, curah hujan, topografi bumi dan juga faktor masyarakat juga sangat penting bagi para pencocok tanam ladang ini. Pada kenyataannya banyak permaslahan yang terjadi ketika penguasaan hak milih tanah yang tadinya bersifat umum namun adanya individu yang memanfaatkan hutan secara berlibahan atau ekslpoitatif, maka dari itu banyak hutan yang habis karena ulah manusia itu sendiri. Dalam buku ini juga dijelaskan mengenai teknik orang bercocok tanam di Ladang.Berbeda ketika kita melihat negara Indonesia , hasil ladang di Indonesia itu bukan untuk dijadikan sebagai pemenuhan keperluan hidup masyarakat lokal namun hasil ladang ini justru di ekspor ke luar negeri. Sehingga daerah lokal justru tidak dapat terpenuhi kebutuhannya secara optimal oleh masyarakat.
ü Bercocok Tanam Menetap
Menurut Koentjaraningrat  pemahaman mengenai bercocok tanam menetap ini adalah  yang dilakukan oleh masyarakat di pedesaan bukan seperti bercocok tanam yang ada di perusahaan atau di perkebunan besar. Selain itu pula Koentjaraningrat juga menjelaskan bagian – bagian daerah yang cocok untuk bercocok tanam menetap. Berikut daerah – daerahnya; 1. Daerah tropik 2. Daerah Subtropik 3. Daerah setengah – dingin ( Koentjaraningrat : 1972 ). Dengan adanya permasalahan dan persebaran bercocok tanam ini sebagai salah satu unsur kebudayaan. Dalam hal ini antropolog juga perlu memahami peralatan bercocok tanam  apa yang digunakan sehingga muncul lah penggolongan pencocok tanam berdasarkan peralatan yang digunakan . Menurut Koentjaraningrat ada dua penggolangan tersebut yaitu a. Bercocok tanam tanpa bajak ( hand agriculture,hoe agriculture,horticulture ) b. Bercocok tanam dengan bajak ( Koentjaraningrat :1972).
Dalam buku ini bercocok tanam yang sifatnya masih tidak menggunakan alat bajak ( hoe agriculture atau horticulture) termasuk dalam bercocok tanam di ladang sedangkan bercocok tanam yang menggunakan alat bajak adalah bercocok tanam yang sudah menetap. Dapat disimpulkan bahwa para pencocok tanam yang sudah menetap ini memiliki alat yang sudah lebih maju. Masyarakat pedesaan ini sudah mengenal teknik dengan semakin modern. Pola berpikir masyarakatnya juga lebih maju dan modern . Hal ini dibuktikan dengan adanya teknik- teknik baru serta alat-alat bercocok tanam yang setingkat lebih maju daripada bercocok tanam yang di ladang. Dalam hal ini juga dijelaskan mengenai teknik bercocok tanam menetap dan juga adanya sistem milik tanah para pencocok tanam menetap.  Pada Bab selanjutnya juga tidak kalah pentingnya dengan sistem mata pencaharian yaitu sistem kekerabatan . Sistem kekerabatan ini sangat penting dalam perubahan budaya yang sekarang terjadi ini . Pada dasarnya manusia hidup di dalam suatu kekerabatan . kita berkeluarga itu salah satu bentuk sosial yang dilakukan dalam perkawinan. Bab selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai macam-macam keluarga yang mungkin ada di dalam masyarakat dan juga pendapat para ahli yang membahas mengenai sistem kekerabatan ini.

3.    Sistem- sistem Kekerabatan
Di dalam bab ini juga menjelaskan tentang tingkatan-tingkatan di dalam proses perkembangan masyarakat dan kebudayaan manusia. Tingkatan pertama mengenai adanya sekelompok laki-laki dan perempuan bersetubuh melahirkan anak tanpa adanya ikatan. Tingkatan kedua dalam perkembangan masyarakat dan kebudayaan manusia adalah adanya kelompok keluarga yang meluas karena garis keturunan ibu (matriarchaat). Kemudian adanya kelompok keluarga yang meluas karena garis ayah (patriarchaat). Perhatian Antropologi banyak kepada kehidupan binatang yang berklompok dalam hal ini disebut dengan “konsep promiscuity”.Kehidupan keluarga manusia diatur oleh kompleks yang besar dari bermacam adat istiadat dan hukum-hukum yang tidak ditentukan oleh nalurinya secara biologis,tetapai oleh kebudayaan . Adapun aneka warna bentuk sistem kekeluargaan dan kekerabatan manusia . (Koentjaraningrat : 1972 : 88).



4.    Adat Istiadat Lingkaran Hidup
Dalam pembahasan materi ini kita akan bayak menemui berbagai istilah yang ada dalam sistem kekerabatan diantaranya stages along ( tingkat-tingkat sepanjang hidup individu). Ada juga istilah the life cycle yaitu masa peralihan bisa seperti masa bayi,masa kanak-kanak,remaja dan seterusnya. Dalam the life cycle juga akan dekat degan upacara-upacara yang akan berkaitan dengan kepercayaan. Sifat Universal yang ada dalam the life cycle  disebabkan karena kesadaran umum diantara semua manusia . ( Koentjaraningrat : 1972).
Upacara atau ritus-ritus yang dilakukan itu memiliki tujuan untuk menjauhkan diri dari hal yang dianggap berbahaya. Erat kaitannya dengan barang-barang sakti yang mempunyai kekuatan gaib dan hal ini juga akan berhubungan dengan kepercayaan. Sebab adat istiadat ini dianggap sebagai hal yang sakral. Tidak boleh sembarangan dengan aturan adat istiaadat karena hal ini bersifat diwariskan dan hanya sebatas tidak menjalankan tidak tahu bagaimana awalnya adat istiadat ini terjadi namun orang-orang yang melanjutkan tradisi ini memiliki kepercayaan bahwa hanya melakukannya agar tidak terkena hukum alam yang telah disimpulkan oleh nenek moyang terdahulu. Mereka sangat percaya dengan hukum alam yang sudah digariskan.

5.      Kesatuan Hidup Setempat
Kesatuan hidup (community) terjadi bukan karena adanya ikatan kekerabatan, tetapi karena ikatan lingkungan tempat tinggal. Bentuk komunitas ada banyak; komunitas besar (kota, negara bagian, negara, persekutuan negara-negara, dll). Komunitas kecil seperti band (kelompok berburu yang berpindah-pindah), desa, rukun tetangga, dan sebagainya.(Koentjaraningrat : 1972).
Dalam buku ini dijelaskan juga mengenai kelompok kecil artinya adalah kelompok yang warganya masih bisa saling mengenal, tidak ada aneka warna yang besar, dan dapat menghidupi sebagian besar dari lapangan – lapangan kehidupannya secara penuh.Solidaritas dalam masyarakat kecil kemungkinan besar dapat terjadi karena adanya prinsip timbal balik sebagai penggerak masyarakat yang disebabkan karena adanya rasa saling tolong menolong yang besar dan di samping itu lingkupnya yang kecil. Tolong –  menolong banyak macamnya, seperti tolong – menolong dalam aktivitas pertanian, sekitar rumah tangga, persiapan pesta dan upacara, peristiwa kecelakaan, bencana, kematian, dsb.
Kebiasaan gotong royong yang masih menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia merupakan salah satu bentuk kerjasama dalam kehidupan sosial. Gotong royong tidak membutuhkan keahlian atau latar pendidikan yang tinggi. Semangat gotong royong merupakan sikap yang mengandung pengertian terhadap kebutuhan sesama warga masyarakat yang bersumber dari hati nurani. Memang pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosisal yang selalu membutuhkan bantuan dari orang lain, secara sadar mereka akan saling membantu satu dengan yang lain. Salah satu kegiatan yang didapat dari jiwa gotong royong ialah musyawarah, yaitu suatu unsur sosial yang ada dalam banyak masyarakat pedesaan di dunia dan juga di Indonesia.
Pelapisan sosial muncul karena adanya pembedaan status dan peran terhadap individu satu dengan yang lain. Dan pembedaan tersebut tidaklah sama, ada yang berupa kekuasaan, kekayaan, kepandaian, dan sebagainya. Adanya perbedaan yang amat mendasar dalam suatu tingkat pelapisan sosial dinamakan social classes atau sosial takresmi. Penilaian tentang tinggi ataupun rendah pada suatu lapisan sosial takresmi oleh tiap warga tidaklah sama. (Koentjaraningrat : 1972)
Dalam beberapa masyarakat tertentu orang dengan latar belakang pendidikan tinggi bisa – bisa saja menjadi lebih tinggi tingkatannya dengan orang kaya. Di samping itu berbagai individu memiliki paradigma masing – masing yang bisa melihatnya dari berbagai perspektif, dengan kata lain sesuai dengan konteks dan konsep. Ada juga masyarakat yang lapisan dan kelas sosial itu sudah menjadi hal nyata, karena warga dari suatu lapisan atau kelas itu mendapat sejumlah hak – hak dan kewajiban – kewajiban ke dalam adat yang dilindungi oleh hukum adat atau hukum yang berlaku.
Alasan-alasan untuk susunan berlapis dapat dilihat melalui: kualitas dan kepandaian, tingkat umur yang senior, sifat keaslian, keanggotaan kaum kerabat kepala masyarakat, sifat pengaruh dan kekuasaan, pangkat, dan kekayaan harta benda.(koentjaraningrat : 1972).
Sistem pengendalian sosial; berupa adat, yang dalam prakteknya berupa cita-cita, norma, pendirian, kepercayaan, sikap, aturan – aturan, hukum, undang-undang, dan sebagainya. Berikut ini beberapa butir cara pengendalian sosial :
1.    Mengajakan kepada masyarakat tentang norma dan nilai.
2.    Mempertebal keyakinan masyarakat akan kebaikan adat istiadat.
3.    Mengembangkan rasa malu dalam masyarakat yang melakukan pelanggaran dari aturan adat istiadat.
4.    Memberi ganjaran kepada masyarakat yang biasanya taat kepada adat istiadat.
5.    Mengembangkan rasa takut dalam jiwa masyarakat yang handak menyeleweng dari adat istiadat dengan ancaman dan kekerasan. (Koentajaraningrat : 1972 : 206-209).
Selanjutnya akan membahas mengenai asal usul dari munculnya sistem religi dan ilmu gaib di dalam masyarakat. Hal ini sangat menarik karena di jaman sekarang walaupun dengan segala kemajuan teknologi dan ketrampilan manusia yang semakin berkembang ternyata masih ada masyarakat yang percaya dengan kekuatan yang ada di luar dari dirinya yang secara langsung dapat mempengaruhi kehidupannya dan membuat kita untuk berfikir bahwa ada kekauatan lain yang ada di luar diri kita kaitannya dengan nilai religi dan mistis.

6.      Sistem Religi Dan Ilmu Gaib
Dalam Bukunya, Koentjaraningrat memaparkan dasar teori yang digunakan dalam sistem religi dan ilmu gaib. Banyak pembahasan yang diterangkan oleh Koentjaraningrat dengan menggunakan metode deskripsi dan penjelasan yang dihubungkan dengan teori-teori-teori yang mendukung dan dari ahli-ahli yang memperdalam materi tersebut. Berikut teori-teori yang penting dan perlu kita ketahui bersama.Teori tentang asal mula dan inti religi yaitu : (Koentjaraningrat : 1972)
1.    Teori bahwa manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa.
2.    Teori bahwa manusia mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan dengan akalnya.
3.    Teori bahwa manusia bermaksud untuk menghadapi krisis – krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
4.    Teori bahwa manusia kagum akan adanya gejala dan kejadian luar biasa dalam hidupnya dan alam sekelilingnya.
5.    Teori bahwa emosi yang ditimbulkan oleh getaran dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga masyarakatnya.
6.    Teori bahwa manusia mendapat sesuatu yang berupa firman dari Tuhan.
Berikut ini merupakan pemaparan teori – teori sesuai dengan efek dari nama teori tersebut : ( Koentjaraningrat : 1972)
ü Teori jiwa
Faham jiwa disebabkan karena dua hal; (1) Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. (2) Peristiwa mimpi.
ü Teori batas akal
Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal. Menurut Frazer ada perbedaan antara magic dan religion. Magic adalah perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan kekuatan gaib didalam alam. Sedangkan religion adalah perbuatan manusia untuk suatu maksud dengan menyandarkan diri pada kemauan dan kekuasaan makhluk halus seperti ruh, dewa, dan sebagainya.
ü Teori masa kritis dalam hidup individu
Ketika mengalami masa kritis dalam hidup, manusia butuh perbuatan untuk memperteguh iman dan menguatkan dirinya. Dan hal itu merupakan pangkal dari religi dan bentuk religi yang tertua.
ü Teori kekuatan luas biasa (Marett)
Kepercayaan kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam gejala-gejala, hal-hal, peristiwa yang luar biasa, yang kemudian dianggap Marett sebagai suatu kepercayaan yang ada pada makhluk manusia sebelum ia percaya kepada makhluk – makhluk halus dan ruh -ruh.
Menurut Koentjaraningrat Unsur-unsur dasar religi; ada empat yaitu :
a.    Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia berlaku religi.
b.    Sistem kepercayaan atau bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam, dan hidup
c.    Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia ghaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut.
d.   Kelompok keagamaan atau kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara keagamaan.
Sedangkan macam – macam religi ada delapan , yaitu fetishism, animism, animatism, prae – animism, totemism, polytheism, monotheism, dan mystic.(Koentjaraningrat: 1972)
Suatu konsepsi mengenai azas religi yang berorientasi kepada sikap manusia dalam menghadapi dunia gaib atau hal Yang Gaib berasal dari teologi Rudolf Otto, yang diuraikannya dalam sebuah buku yang telah menarik perhatian kalangan luas, berjudul Das Heiliege (1917). Das Heilige yang berarti sesuatu yang suci telah memaparkan sebagian besar disiplin ilmu teologi hingga masyarakat luas sangat tertarik. Menurut Otto sendiri dalam sebuah kehidupan yang terpaut sistem religi, kepercayaan dan agama di dunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium), yang dianggap dahsyat (tremendum), dan keramat (sacer) oleh manusia.(Koentjaraningrat : 1972).
Menurut Koentjaraningrat, dasar-dasar ilmu gaib ialah
ü kepercayaan kepada kekuatan sakti dan
ü hubungan sebab-akibat menurut hubungan asosiasi. Contoh perbuatan yang mempercayai kekuatan sakti (gaib) ialah membasmi penyakit dengan jimat. Terdapat dua macam magic mulai dari  teknik untuk melakukan proses tersebut dan tata cara upacaranya yaitu imitative magic dan contagious magic. Imitative magic meliputi semua perbuatan ilmu gaib yang meniru keadaan sebenarnya yang hendak dicapai.
Contoh : upacara yag diadakan untuk meminta hujan dengan cara menyiram dukunnya dengan air. Contagious magic meliputi semua perbuatan ilmu gaib yang berdasarkan pendirian bahwa suatu hal itu bisa menyebabkan hal lain yang ada hubungannya yang lahir. Contoh : pemakaian katak untuk mendatangkan hujan, menusuk gambar orang agar orang tersebut sakit.(Koentjaraningrat : 1972).

1.      Pengertian Kota
Menurut Branch (1996: 2) Kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu permukiman terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu (Branch, 1996:2). Dalam pengertian lain kota adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang sebagian besar lahannya terbangun dan perekonomiannya bersifat non pertanian. Sementara masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan atau tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non agraris. Sikapnya cenerung pada individualisme. Tingkah laku masyarakat kota bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal,dan dinamis. Dari segi budaya pada umumnya mempunyai tingkatan budaya lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih lekas menerima pada hal yang baru.dan perwatakan masyarakat kota cenderung bersifat matrealistis. Hal ini diakibatkan dari sikap egoism dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis. Beberapa ciri-ciri sosial kehidupan masyarakat kota, antara lain:

1.    Pelapisan Sosial Ekonomi
Perbedaan tingkat pendidikan dan status sosial dapat menimbulkan suatu keadaan yang heterogen. Heterogenitas tersebut dapat berlanjut dan memacu adanya persaingan, lebih-lebih jika penduduk di kota semakin bertambah banyak dan dengan adanya sekolah-sekolah yang beraneka ragam terjadilah berbagai spesialisasi di bidang keterampilan ataupun di bidang jenis mata pencaharian.
2.    Individualisme
Perbedaan status sosial-ekonomi maupun kultural dapat menimbulkan sifat “individualisme”. Sifat kegotongroyongan yang murni sudah sangat jarang dapat dijumpai di kota. Pergaulan tatap muka secara langsung dan dalam ukuran waktu yang lama sudah jarang terjadi, karena komunikasi lewat telepon sudah menjadi alat penghubung yang bukan lagi merupakan suatu kemewahan. Selain itu karena tingkat pendidikan warga kota sudah cukup tinggi, maka segala persoalan diusahakan diselesaikan secara perorangan atau pribadi, tanpa meminta pertimbangan keluarga lain.
3.    Toleransi Sosial
Kesibukan masing-masing warga kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatiannya kepada sesamanya. Apabila ini berlebihan maka mereka mampu akan mempunyai sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai toleransi sosial. Di kota masalah ini dapat diatasi dengan adanya lembaga atau yayasan yang berkecimpung dalam bidang kemasyarakatan.
4.    Jarak Sosial
Kepadatan penduduk di kota-kota memang pada umumnya dapat dikatakan cukup tinggi. Biasanya sudah melebihi 10.000 orang/km2. Jadi, secara fisik di jalan, di pasar, di toko, di bioskop dan di tempat yang lain warga kota berdekatan tetapi dari segi sosial berjauhan, karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan.


5.    Pelapisan Sosial
Perbedaan status, kepentingan dan situasi kondisi kehidupan kota mempunyai pengaruh terhadap sistem penilaian yang berbeda mengenai gejala-gejala yang timbul di kota. Penilaian dapat didasarkan pada latar belakang ekonomi, pendidikan dan filsafat. Perubahan dan variasi dapat terjadi, karena tidak ada kota yang sama persis struktur dan keadaannya.
Kota-kota di Indonesia mempunyai perbedaan dalam tiap tahapan-tahapan perkembangannya. Ada tiga fase yang sering dibedakan mengenai kota di Indonesia yaitu pada awal (masa kerajaan), masa colonial dan masa modern, asal usul kota yang ada di Indonesia saat kebanyakan berakar dalam fase-fase awal: pusat pribumi, pusat perdagangan kuno daerh pantai, permukiman colonial. Beberapa prinsip arsitektur kuno dan pembagian spasial masih tampak dalam masyarakat perkotaan ini. Masuknya pengaruh-pengaruh dari luar merupakan faktor yang signifikan dalam pertumbuhan kota-kota di Indonesia.
Secara garis besar kota kuno di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu kota pedalaman atau agraris dan kota pesisir atau perdagangan. Pada abad ke-14 dan 15 kerajaan majapahit yang kuat, dengan pusat kotanya di daerah pedalaman dan secara ekonomi berbasis pertanian. Banten menjadi makmur pada abad keenambelas karena sangat dipengaruhi oleh islam yang dibawa melalui perdagangan.
Ciri-ciri pokok kota colonial di Indonesia adalah focus pada dunia barat. Fungsinya sebagai pusat administrative dan ekonomi dan pada tingkat tertentu tegregasi kelompok menurut latar belakan etnis masing-masing.
Sesudah kemerdekaan kota Indonesia mengalami perkembangan lebih lanjut dalam beberapa tahap. Pada masa ini sangat gencar dilakukan pencarian penyelesaian masalah dalam hubungan denagn modernisasi kota, antara lain mengerem laju migrasi seperti yang ada pada daerah Jakarta. Selanjutnya menggalakkan proyek-proyek perumahan rakyat seperti halnya perbaikan kampung.
Setelah kemerdekaan usai, barulah berkembangnya kota di Indonesia berkembang begitu pesatnya. Peranan paling dominan dalam pembentukan kota sampai sekarang ini jelas dipegang dari peninggalan pengaruh eropa. Adanya sarana prasarana yang mudah dijangkau, system perumahan yang ideal, diikuti fasilitas air dan penerangan listrik serta sambungan telefon yang dulunya digunakan pihak eropa mulai di samakan.
Daerah “kampung” di kota, dihuni oleh orang asli Indonesia asli. Daerah ini biasanya kurang teratur, sarana prasarana sempit, tidak ada penerangan listrik. Daerah pemukiman orang pribumi susunan mutu rumahnya hamper sama dengan yang ada di desa namun lebih sumpek dan semrawut. Karena tidak ada yang mmpunyai pekarangan dan system jaringan jalan yang teratur.(yang saat ini terdapat pada perkampungan miskin masyarakat di kota).(B.N.Marbun,SH.1990.1)
Biasanya pusat pertokoan dan pihak pasar yang berada di kota di Indonesia masih di kuasai oleh eturunan cina atau arab. Secara keseluruhan pusat pertokoan berada pada sepanjang jalan raya.di desa pertokoan bertempat secara teratur namun berbeda pada daerah pertokoan yang cenderung sempit dan tidak mempunyai halaman.dari fenomena tersebut dapat tergambar bahwa pola kota di Indonesia berkembang secara tidak seimbang dan tidk mempunyai pola yang tunggal, hanya disesuaikan dengan pola pembagian kedudukan warga negara pada waktu itu.
Pembangunan kota baru di Indonesia, secara umum dapat dikelompokkan: (1) berfungsi sebagai pusat kedudukan pemerintahan atau provinsi, seperti Banjar Baru (Kalimantan Selatan), Palangkaraya (Kalimantan Tengah); (2) sebagai kota kabupaten seperti Bale Endah (Kabupaten Bandung), Gresik (Kabupaten Surabaya), Sumber (Kabupaten Cirebon); (3) berkaitan dengan pertumbuhan industri dan penggalian bahan alam seperti Tembagapura, Cilegon, Soroako, Asahan, Bontang. Berdasarkan letak geografis, beberapa kota baru di Indonesia memiliki ciri yaitu:
a. Kota baru yang tumbuh dari kota induk yang meluas dengan skala yang besar ke wilayah pinggiran yang berbatasan langsung dengan kota induk.
b. Kota baru yang tumbuh sebagai satelit, kota yang terbentuk bagi peruntukkan tempat tinggal yang letaknya terpisah dari kota induk tetapi secara fungsional tergantung pada kota induk. Contoh kota satelit tersebut diantaranya Kebayoran Baru (1950), Banjar Baru (1953), Bale Endah (1976).
c. Kota mandiri, yaitu kota baru yang terbetuk sebagai kota mandiri dalam memenuhi kehidupan dan kegiatan usaha penduduknya. Kota jenis ini dapat terbentuk dari kota “perusahaan”, kota “pertambangan”, kota “administrasi pemerintahan”, ibu kota provinsi dan lainnya. Kota jenis ini diantaranya Bandung Raya, Gerabang Kertosusila, Jabotabek.
d. Kota yang terbentuk karena kegiatan yang spesifik seperti pariwisata, instalasi militer, pusat rekreasi atau sejenisnya. Jenis kota ini diantaranya Lhokseumawe, Soroako, Bontang, Batam, Cilegon.

2. Pola Kebiasaan Masyarakat Kota
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community, adalah masyarakat yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Pengertian kota sendiri adalah suatu himpunan penduduk masalah yang tidak agraris, yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar suatu kegiatan ekonomi, pemerintah, kesenian, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Kota merupakan suatu daerah yang memiliki ciri-ciri khusus yang dapat membedakannya dengan daerah desa , seperti pemusatan jumlah penduduk , pusat pemerintahan dan sarana dan prasarana penunjang aktivitas manusia yang relatif lebih lengkap di bandingkan dengan daerah desa, menurut Bintarto ( 1989 : 36 ). Salah satu persoalan kompleks yang terjadi hampir di semua kota besar di dunia adalah berkembangnya perilaku yang dinilai asocial dan bertentangan dengan norma-norma kewajaran. Semakin makmur satu negara dan semakin taat hukum masyarakat, maka perilakunya pun memiliki ketertiban yang sejalan dengan cita-cita pertumbuhan kota modern. Namun faktanya, kondisi negara amatlah beragam, kota modern dibangun bukannya semakin tertib, tetapi mengundang kaum urban untuk hijrah secara besar-besaran menuju kota baru tersebut. Atau pula dapat terjadi di sejumlah kota besar, justru angka kriminalitas semakin meningkat karena masyarakat semakin terasing dengan ruang yang besar dan serba sistematis tersebut. Terdapat dua masalah kunci di kota-kota besar yaitu masalah makro perkotaan dengan sistem pengelolaannya dan masalah detil perkotaan yang menyangkut perilaku warganya dalam memelihara dan berkegiatan di dalam kota.
Kehidupan masyarakat kita sendiri yang cenderung bersifat heterogenitas, isolemen, relasi sekunder, segmentasi, kemiskinan, dan sebagainya. Masyarakat kota dengan tata kehidupannya dipandang sebagai suatu tipe ideal tersendiri yang terpisah dari masyarakat pedesaan. Soeberg, seperti yang telah disinggun bahwa mekan masyarakat kota praindustri dengan masyarakat kota industry modern sehingga timbul tipe-tipe ideal yang berbeda-beda mengenai masyarakat yang bernaung atau mendukung suatu kebudayaan yang besar. Louis Wirth, dengan bertolak dari hasil penelitiannya dan definisinya tententang kota, yang kualitatif, melihat kehidupan kota dan mngemukakan bahwa:
a.    Banyaknya relasi kota menyebabkan tidak memungkinkan terjadinya kontak-kontak yang lengkap di antara pribadi-pribadi. Di dalam masyarakat yang besar terjadi segmentasi hubungan-hubungan di antara manusia.Kalau jumlah relasi terlalu besar, maka orang hanya saling mengenal dalam satu peranan saja.
b.    Orang kota harus melindungi dirinya sendiri agar tidak terlalu banyak hubungan yang bersifat pribadi, mengingat akan konsekuensi-konsekuensi terhadap waktu dan tenaga yang ada padanya. Ia juga harus menjaga diri terhadap potensi-potensi yang merugikan atau membahayakan dirinya pribadi dan keluarga, maupun kebudayaannya.
c.    Kebanyakan hubungan orang-orang kota digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu saja.
d.   Orang kota memiliki semacam emansipasi atau kebebasan untuk menghindar dari pengawasan oleh kelompok kecil atas keinginan dan emosinya. Keadaan ini mengandung bahaya timbulnya semacam situasi anomi (keadaan renggang dari norma-norma yang dianut masyarakatnya).
Sekularisme merupakan suatu fenomena urban yang mencapai puncaknya dalam masyarakat industry modern, meskipun tentu saja masih ada sebagian yang tidak mengikutinya secara penuh. Harus diakui bahwa dalam masyarakat industry, sekularisme merupakan syarat minimum untuk berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan perekonomian agar tercapai efisiensi dalam penemuan inovasi-inovasi teknologi yang langgeng.
Saat ini kegiatan konsumtif yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan tidak hanya di dorong untuk memenuhi kebutuhan saja tetapi juga didasari kenginan yang sifatnya menjaga pencitraan diri (gengsi). Hal tersebut dikarenakan karena banyaknya produk yang ditawarkan sehingga membuat seseorang menjadi lebih mudah terpengaruh untuk membeli, walaupun sebenarnya barang tersebut tidak diperlukan. Kebiasaan dan gaya hidup masyarakat perkotaan yang berubah menuju pola hidup mewah dan berlebihan yang berujung pada pola hidup konsumtif,menjadikan pola dan gaya hidup masyarakat perkotaan yang menggambarkan seberapa besar kedudukan atau status social seseorang dalam kehidupan bermasyarakat disekitarnya. Tidak hanya itu saja, gaya hidup juga sangat berkaitan erat dengan perkembangan jaman dan teknologi, karena semakin canggih teknologi, maka semakin berkembang pula penarapan gaya hidup di dalam kehidupaan masyarakat sehari-hari. Selain itu pula pada pola perilaku masyarakat perkotaan, menuntut untuk gaya hidup konsumsi yang serba cepat dan instan. Hal itu dikarenakan padatnya aktifitas, khususnya pada masyarakat yang mengutamakan kariernya.   

3. Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di perkotaan mengarah kepada sektor pembangunan, perindustrian, transportasi, pariwisata dll. Daerah perkotaan khususnya di kota-kota besar di pandang sebagai lahan sumber mata pencaharian dengan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mata pencaharian dalam sektor bercocok tanam ataupun  nelayan di daerah pedesaan/pantai. Namun, memiliki mata pencaharian di sektor tersebut juga memerlukan kemampuan dan keahlian yang profesional dalam menjalankan pekerjaannya. Karena tingginya penghasilan didaerah perkotaan, menyebabkan masyarakat pedesaan tertarik untuk bekerja di perkotaan yang akhirnya mereka meninggalkan desanya untuk transmigrasi ke kota walaupun mereka berbekal pendidikan yang tidak cukup tinggi. Hal ini menyebabkan, terjadinya kepadatan penduduk di daerah perkotaan juga meningkatkan angka pengangguran di kota karena lahan pekerjaan yang terbatas.
Mata pencaharian masyarakat di kota sebagian besar sebagai pegawai kantoran, banyak juga yang berdagang atau membuka bisnis sendiri sebagai mata pencaharian mereka. Perbedaan mata pencaharian antara di kota dengan di desa, dilihat dari lingkungan lahan di pedesaan sebagian besar digunakan untuk pertanian, sedangkan dikota sudah tidak ada lahan yang digunakan untuk penghijauan. Lahan-lahan di perkotaan banyak digunakan untuk pembangunan gedung-gedung bertingkat, perumahan eliet, dan mall-mall besar. Hal ini, dikarenakan daerah perkotaan telah mengalami pengaruh globalisasi yang menyebabkan tingkat perekonomian di kota juga meningkat.

4. Komunikasi Pola Masyarakat Kota
Hubungan antar individu pada masyarakat kota cenderung bersifat impersonal. Masing-masing individu sibuk dengan urusan dan kepentingan masing-masing. hubungan didasarkan atas dasar saling menguntungkan dan berorientasi pada usah mencapai keuntungan . oleh karena itu unsur efisiensi dan perhitungan untung rugi sangat dominan.
Komunikasi antar individu lebih banyak terjadi antara dua atau lebih individu yang saling berkepentigan. Misalnya antara pengusaha dengan rekan usahanya. Pedagang dengan konsumen, mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, antara teman sekantor dengan teman lainnya dan sebagainya. Keterikatan pada jadwal yang ketat dan penggunaan waktu yang seefisien dapat mengakibatkan komunikasi dilakukan secara tidak langsung dengan sara komunikasi yang tersedia dan berkomunikasi berdasarkan kepentingan tertentu saja. Masyarakat industry notabene bersikap individual sehingga dampak yang terjadi adalah kurangnya komunikasi antar sesame karena sibuk dengan urusan pribadi.
Semenjak perkembangan zaman yang dibarengi dengan teknologi yang semakin maju maka komunikasi antar masyarakat perkotaan berubah pada pola perilaku yang individualis pada komunikasi yang mereka lakukan menjadi masyarakat yang cyber sosial. Pemanfaatan teknologi komunikasi yang tertuang pada media sosial yang semakin canggih dalam jangkauan membuat masyarakat lebih memilih sarana ini (gadget) dalam melakukan komunikasi antar masyarakat yang lain dan sarana pula untuk memperoleh informasi.       
5.  Hubungan Atau Interaksi Sosial Masyarakat Kota
Secara sosiologis penekanannya pada kesatuan masyarakat industri, bisnis, dan  wirausaha lainnya dalam struktur yang lebih kompleks. Secara fisik  kota dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan , pabrik, kemacetan, kesibukan warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan sebagainya.
Masyarakat di perkotaan secara sosial kehidupannya cendrung heterogen,individual,persaingan yang tinggi yang sering kali menimbulkan pertentangan atau konflik.  Munculnya sebuah asumsi yang menyatakan bahwa masyarakat kota itu pintar, tidak mudah tertipu,cekatan dalam berpikir,dan bertindak, dan mudah menerima perubahan , itu tidak selamanya benar, karena secara implisit dibalik semua itu masih ada masyarakatnya yang hidup di bawah standar kehidupan sosial. Dan tidak selamanya pula masyarakat kota dikatakan sebagai masyarakat yang modern. Karena yang di maksud sebagai masyarakat yang modern dalam bahasan ini adalah kelompok masyarakat yang berada di daerah keramaian dan lebih mudah mengalami perubahan atau pengaruh dari kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dewasa ini masih ada masyarakatnya yang tertinggal , termasuk masalah informasi dan teknologi.
Berikut ini beberapa pemahaman kehidupan masyarakat kota :
a.    Diferensiasi sosial
Di daerah perkotaan , diferensiasi sosial relatif tinggi, sebab tingkat perbedaan agama, adat istiadat, bahasa, dan sosiokultural yang dibawa oleh para pendatang dari berbagai daerah, cukup tinggi.
b.    Pelapisan sosial
Lapisan sosialnya lebih didominasi oleh perbedaan status dan peranan di dalam struktur masyarakatnya.Di dalam struktur masyarakat modern lebih menghargai prestasi daripada keturunan.
c.    Interaksi sosial
Dalam interaksi pada masyarakat perkotaan lebih kita kenal dengan yang namanya gesseslchaft yaitu kelompok patembayan.Yang mana ada hubungan timbal balik dalam bentuk perjanjian-perjanjian tertentu yang orientasinya adalah keuntungan atau pamrih.Sehingga hubungan yang terjadi hanya seperlunya saja.
Menurut Ferdinand Tonnies, Gesseslchaft adalah sesuatu yang kontras, menandakan terhadap perubahan yang berkembang, berperilaku rasional dalam suatu individu dalam kesehariannya, hubungan individu yang bersifat superficial (lemah, rendah, dangkal), tidak menyangkut orang tertentu, dan seringkali antar individu tak mengenal, seperti tergambar dalam berkurangnya peran dan bagian dalam tataran nilai, latar belakang, norma, dan sikap, bahkan peran pekerja tidak terakomodasi dengan baik seiring dengan bertambahnya arus urbanisasi dan migrasi juga mobilisasi.



2.5  Golongan Masyarakat Transisi
Masyarakat transisi ialah masyarakat yang mengalami perubahan dari suattu masyarakat ke masyarakat yang lainnya. Misalnya masyarakat pedesaan yang mengalami transisi ke arah kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja dari pertanian, dan mulai masuk ke sektor industri.
Ciri-ciri masyarakat transisi adalah :
·      Adanya pergeseran dalam bidang, misalnya pekerjaan, seperti pergeseran dari tenaga kerja pertanian ke sektor industri
·      Adanya pergeseran pada tingkat pendidikan. Di mana sebelumnya tingkat pendidikan rendah, tetapi menjadi mempunyai tingkat pendidikan yang meningkat.
·      Mengalami perubahan ke arah kemajuan
·      Masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan jaman.
·      Tingkat mobilitas masyarakat tinggi.
·      Biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya.
Masyarakat pinggiran kota merupakan perikatan masyarakat dengan perasaan persatuan dan kesadaran bersama yang besar diberbagai organisasi kemasyarakatan yang mempunyai tujuan tertentu.
Sifat utama dari masyarakat pinggiran kota menurut pandangan umum atau pendapat masyarakat pada umumnya bila melihat masyarakat pinggiran kota bahwa masyarakat tersebut berhubungan baik dengan msyarakat desa yang lain. Selain itu, masyarakat pinggiran kota dalam kehidupannya berubah-ubah dan mudah terpengaruh karena dekat dengan daerah kota. Berbeda dengan masyarakat kota yang kehidupannya saling menonjolkan diri dan tak mau berhubungan erat dengan masyarakat lain. Penduduk pinggiran kota dalam usahanya masih lambat dibandingkan dengan penduduk kota. Biasanya masyarakat pinggiran kota maupun masyarakat kota dalam tingkah laku sehari-hari sangat dijaga dan saling mempunyai rasa hormat menghormati terhadap masyarakat lain. Jadi masyarakat pinggiran kota pada hakekatnya mempunyai perhatian yang snagat besar terhadap segi paedagogis daripada saling mempengaruhi dan saling mempererat hubungan untuk menuju kesejahteraan dan kemajuan dalam masalah apa saja untuk mempengaruhi dalam pendidikan guna memupuk perasaan sosial dan kecakapan sebagai penyesuaian diri di dalam masyarakat. Masyarakat pinggiran kota mulai memperbarui pendidikan dan pengajaran dan menyesuaikan diri dari berbagai macam sekolah dengan permintaan zaman yang sangat maju. Pengajaran baru terhadap pendidikan akan menjadi lebih berat untuk kehidupan yang lebih ekonomis karena keadaan yang selalu hidup dalam lingkungan agraris  dan mengharuskan bekerja membanting tulng dan hidup sederhana maka dari itu untuk perkembangan yang lebih maju dirasa sulit karena keadaan dan situasi yang terdesak dalam kehidupan sehari-hari. Pergaulan hidup sehari-hari masyarakat pinggiran kota dipersatukan dengan cara tertentu berupa dorongan-dorongan kemasyarakatan,egoisme yang mendasarkan ketergantungan seseorang kepada orang lain.
                    Taraf hidup masyarakat pinggiran kota condong dengan masyarakat yang dekat dengan daerahnya. Sedangkan untuk sifat gotong rotong diterima dengan sepenuhnya baik dari nilai maupun norma sehingga sangat sulit dirubah bahkan ditinggalkan.

Perubahan merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalamsetiap masyarakat.Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan selamahidupnya.Baik perubahan bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya.Hal itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifatdasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Perubahan dalam masyarakat digolongkan menjadi 2, yaitu perubahan kebudayaan dan perubahan social.
a.    Perubahan kebudayaan jauh lebih luas dari perubahan sosial. Perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan seperti kesenian , ilmu pengetahuan , teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi, dan filsafat.
b.    Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.Perubahan sosial meliputi juga perubahan dalam perbedaan usia, tingkat kelahiran, dan penurunan rasa kekeluargaan antar anggota masyarakat sebagai akibat terjadinya arus urbanisasi dan modernisasi.
Definisi perubahan sosial menurut beberapa para ahli diantaranya sebagai berikut :
·      Kingsley Davis perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
·      William F.Ogburn perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
·      Mac Iver perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseibangan (equilibrium) hubungan sosial.
Perubahan social dan perubahan budaya yang terjadi dimasyarakat saling berkaitan.Tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk Perubahan Sosial Budaya dalam masyarakat:
1.    Perubahan secara Evolusi
Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Pada evolusi, perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu.Masyarakat hanya berusaha menyesuaikan dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu.
Contoh perubahan evolusi adalah perubahan pada struktur masyarakat. Suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana, namun karena masyarakat mengalami perkembangan, maka bentuk yang sederhana tersebut akan berubah menjadi kompleks.
2.    Perubahan secara Revolusi
Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya.Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat.Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.Perubahan ini bisa juga terjadi dengan didahului dengan pemberontakan.Contoh perubahan secara revolusi adalah gerakan Revolusi Islam Iran pada tahun 1978-1979 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Syah Mohammad Reza Pahlevi yang otoriter dan mengubah sistem pemerintahan monarki menjadi sistem Republik Islam dengan Ayatullah Khomeini sebagai pemimpinnya.
3.    Perubahan Kecil
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat.Contoh perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian.
4.    Perubahan Besar
Perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat.Contoh perubahan besar adalah dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola kehidupan masyarakat.
5.    Perubahan yang Dikehendaki dan Direncanakan
Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perubahan di masyarakat.Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial.Contoh perubahan yang dikehendaki adalah pelaksanaan pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya perubahan tata pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi.
6.    Perubahan yang Tidak Dikehendaki dan Tidak Direncanakan
Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan.Contoh perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan adalah munculnya berbagai peristiwa kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama ke Orde Baru dan peralihan tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.

2.6   Mobilitas Sosial Masyarakat Desa Dan Kota
a.                                   Pengertian Mobilitas Sosial
Berikut pengertian mobilitas social menurut beberapa ahli:
1.    Paul B. Horton
Mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya.
2.    Kimball Young dan Raymond W. Mack
Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur social yakni pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok social.Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Jika berbicara tentang mobilitas sosial, biasanya kita berpikir tentang perpindahan dari suatu tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.Sesungguhnya, mobilitas sosial dapat berlangsung dalam dua arah.Sebagian orang mencapai status yang lebih tinggi, dan sebagian orang lagi mengalami kegagalan atau mengalami mobilitas sosial menurun.Ada pula orang-orang yang tetap tinggal pada status yang dimiliki oleh orang tua mereka, atau tidak mengalami mobilitas.

b.                                  Mobilitas Sosial Masyarakat Desa
Karakteristik mobilitas social masyarakat desa adalah sebagai berikut :
a.    Mobilitas sosial bisa saja tidak dapat terjadi karena terdapat sistem kelas sosial yang tertutup, seperti penggunaan kasta.
b.    Mobilitas sosial berjalan lambat karena saluran mobilitas sosial terbatas.
c.    Pada masyarakat pedesaan terdapat lebih banyak faktor-faktor yang menghambat mobilitas sosial, misalnya saja masih terdapat pembedaan jenis kelamin (gender).
d.   Mobilitas sosial pada masyarakat desa lebih sulit terjadi karena masyarakat desa cenderung tidak mau menerima sesuatu yang baru, sehingga pengetahuan masyarakat cenderung tidak berkembang.
e.    Pada masyarakat desa, yang terpenting bagi mereka adalah melakukan segala sesuatu sesuai dengan adat atau tradisi. Mereka tidak ingin melakukan inovasi ataupun perubahan, sehingga hampir tidak ada mobilisasi.
f.     Dengan adanya sistem kasta pada masyarakat desa, maka tertutuplah peluang bagi masyarakat kelas rendah untuk melakukan mobilisasi dari saluran manapun.

c.    Mobilitas Sosial Masyarakat Kota
Karakteristik mobilitas social masyarakat kota adalah sebagai berikut.
a.    Pada masyarakat kota tidak terdapat kelas sosial yang tertutup, sehingga setiap orang dapat dengan bebas melakukan mobilitas social.
b.    Saluran mobilitas sosial di kota sangat banyak, sehingga memungkinkan setiap penduduknya selalu melakukan mobilitas sosial dari berbagai saluran.
c.    Mobilitas sosial pada masyarakat kota berlangsung sangat cepat, hal ini disebabkan karena banyaknya saluran yang tersedia serta keinginan dari masing-masing individu yang ingin maju.
d.   Faktor penghambat mobilitas sosial yang ditemui pada masyarakat kota lebih sedikit jika dibandingkan dengan faktor pendorong mobilitas sosial.
e.    Penduduk kota selalu bersifat terbuka terhadap sesuatu hal yang baru, sehingga penduduk kota memiliki kesempatan yang lebih besar dalam melakukan mobilitas sosial.
f.       Masyarakat kota selalu bahkan senang melakukan inovasi, sehingga selalu terjadi mobilisasi pada masyarakat kota.
g.    Dengan tidak adanya sistem kasta pada masyarakat kota, maka tidak tertutup segala kemungkinan untuk melakukan mobilisasi.
















Jadi dalam pembahasan ini dapat kami simpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang tinggal dalam suatu wilayah dalam waktu yang lama, mempunyai jorma atau aturan dan mempunyai tujuan yang sama dan menghasilkan kebuayaan. Masyarakat Indonesia dapat dikatakan sebagai negara majemuk, karena secara horizontal terdiri atas berbagai macam agama, suku bangsa dan bahasa. Sedangkan secara vertikal yaitu perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah (stratifikasi sosial). Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses terbentuk dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic).
Yang dimana masyarakat indonesia dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu yang pertama,  masyarakat desa dalam pemahaman umum adalah suatu komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu  baik sebagai tempat tinggal menetap maupun bagi pemenuhan kebutuhannya. Dan terutama yang tergantung kepada pertanian, desa desa dimanapun cenderung memiliki karakteristik karakteristik yang sama. Ciri utama yang terlekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Mayoritas hubungan penduduknya lebih bersifat intiem dan awet , Homogen, Mobilita sosial rendah, Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi, Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar.
Kedua, masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan atau tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non agraris. Sikapnya cenerung pada individualisme. Tingkah laku masyarakat kota bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal,dan dinamis. Dari segi budaya pada umumnya mempunyai tingkatan budaya lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih lekas menerima pada hal yang baru.dan perwatakan masyarakat kota cenderung bersifat matrealistis.

Saran untuk seluruh masarakat Indonesia adalah walaupun masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang mempunyai banyak perbedaan dalam kebudayaan, bahasa, adat istiadat,maupun agama, tetapi kita tetap bangsa indonesia yang dipersatukan oleh landasan fundamental pancasila, dipersatukan oleh bahasa kesatuan yaitu bahasa Indonesia, landasan hukum yaitu UUD 1945, dan dipersatukan oleh semboyan kebangsaan kita Bhineka Tunggal Ika yang mempunyai artiberbeda-beda tetapi tetap satu. Ini berarti walaupun kita berbeda dalam ras/etnis apapun dan memeluk agama yang kita yakini sendiri-sendiri, tetapi kita tetap  satu bangsa sebagai bangsa Indonesia. Bangsa kita adalah bangsa yang unik dipersatukan oleh Bhineka Tunggal Ika.














Branch, Melville C. 1996. Perencanaan Kota Komprehensif Pengantar dan Penjelasan. Terjemahan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
S.Mennol dan Mustamin. Ali.1992. Antropologi perkotaan. CV Rajawali : Jakarta
Parker, S.R., Brown, R.K., Child. J dan Smith, M.A. 1992.”Sosiologi Industri.”
PT.Rineka Cipta: Jakarta
Hans dan Evers, Dieter. 1995.”Sosiologi Perkotaan”. LP3ES: Jakarta
Marbun, B.M. 1990.”Kota Indonesia Masa Depan Masalah Dan Prospek”. Erlangga: Jakarta
Nas, Peter.J.M. 2007.”Kota-Kota Indonesia”. Bunga Rampai: Gajah Mada University Press.