Selasa, 30 Juni 2015

Perekonomian Masyarakat Terdampak Lumpur Lapindo



PEREKONOMIAN MASYARAKAT WILAYAH TERDAMPAK
LUMPUR LAPINDO

MAKALAH
Diajukan guna memenuhi syarat untuk ujian akir semester ganjil mata kuliah
bahasa indonesia

Oleh:
SITI MUKHAROMAH
140210301015

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat bimbingannya kami mampu menyususn makalah ini.
Makalah yang kami susun ini merupakan kutipan dari beberapa sumber buku ataupun di internet yang kami rangkum menjadi sebuah bentuk tulisan yang sistematis, semoga pembaca dapat memahami bahwa perlunya kita mengetahui permasalahan di masyarakat khususnya “Perekonomian Masyarakat Wilayah Terdampak Lumpur Lapindo ” yang dari tahun ke tahun menjadi sorotan di berbagai media masa.
Akhir kata kami berharap makalah ini menjadi inspirasi yang baru untuk karya-karya selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan informasi tentang masalah ” Perekonomian Masyarakat Wilayah Terdampak Lumpur Lapindo ”  mohon maaf bila ada dalam makalah ini terdapat kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Jember, 7  November 2014

Penyusun




i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI …………………………………………....................................................... ii
BAB I.    PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2  Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat..................................................................................... 2

BAB II.   PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Terjadinya Lumpur  Lapindo.................................................... 3
2.2 Perekonomian Masyarakat Terdampak Lumpur Lapindo......................             4
2.3 Dampak Semburan Lumpur Lapindo........................................................ 7
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... ........... 9
3.3 Saran .................................................................................................. ........... 10
DAFTAR PUSTAKA




ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006, merupakan kasus menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa delapan tahun ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Dampak tersebut berupa rusaknya infrastruktur, seperti mengenanggi desa dan kecamatan, rusaknya rel dan tergenangnya jalan raya, 600 hektar lahan terendam, sutet yang tidak berfungsi, dan ditutupnya pabrik-pabrik. Dampak tersebut membuat berubahnya struktur perekonomian bagi masyarakat yang lahan dan tempat tinggalnya terendam oleh lumpur Lapindo. Mereka pada saat itu hanya menggantungkan hidup dari dana ganti rugi oleh pihak Lapindo. Namun dalam pelaksanaannya masyarakat merasakan bahwa dana yang dialokasikan oleh pihak yang bersangkutan sangat kurang. Keadaan tersebut berdampak pada perubahan perilaku warga Lapindo.
Oleh karena itu, dalam penulisan laporan ilmiah ini penulis memberi judul “Perekonomian pada Masyarakat Wilayah Terdampak Lumpur Lapindo”.



1.2  Rumusan Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah dan melakukan pembatasan masalah, maka rumusan masalah yang dapat disampaikan adalah
1.)    Apa penyebab terjadinya lumpur lapindo? ;
2.)    Bagaimana perekonomian pada masyarakat wilayah terdampak lumpur lapindo? ;
3.)    Bagaimana dampak dari semburan lumpur lapindo?.

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tersebut antara lain sebagai berikut, yaitu:
1.)  Untuk mengetahui penyebab terjadinya Lumpur Lapindo ;
2.)  Untuk mengetahui struktur perekonomian masyarakat wilayah terdampak lumpur lapindo ;
3.)  Untuk mengetahui dampak semburan Lumpur Lapindo.

1.4   Manfaat Penelitian
1.)  Memberi informasi kepada masyarakat luas mengenai penyebab terjadinya lumpur lapindo ;
2.)  Memberi informasi mengenai hubungan berubahnya struktur perekonomian masyarakat terdampak lumpur lapindo ;
3.)  Memberi gambaran umum mengenai peristiwa semburan lumpur Lapindo dan dampaknya terhadap alam, sosial, dan manusia.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Penyebab Terjadinya Peristiwa Lumpur Lapindo

Berdasarkan data-data yang didapatkan perkiraan terjadinya peristiwa semburan lumpur panas Lapindo adalah sebagai berikut.Saat  kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong).  Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.



2.2  Perekonomian Masyarakat Terdampak Lumpur Lapindo

Sebelum munculnya semburan lumpur pertama kali pada 28 Mei 2006, kehidupan warga di desa Siring, kecamatan Porong dan sekitarnya aman-damai-tentram. Mayoritas penduduk di sana adalah warga yang sudah menempati tanah dan rumah peninggalan orang tua bahkan kakek nenek mereka. Makam leluhur mereka pun tak jauh dari sana. Tanah kelahiran memang memberikann romantisme yang berbeda dengan tanah perantauan. Tetangga pun rata-rata adalah orang yang sudah seperti saudara sendiri karena sudah puluhan tahun hidup berdampingan.
 Sebagian besar mereka bekerja sebagai buruh dari perusahaan-perusahaan di daerah industri sekitarnya, menjadi petani penggarap lahan sendiri (warisan keluarga) maupun penggarap lahan orang lain, menjadi guru yang mengajar di sekolah-sekolah sekitar kelurahan dan kecamatan di situ dan beragam profesi lainnya. Ada juga yang berwirausaha, menjadi penjahit, membuka toko kelontong, membuka warung makan bahkan sekedar berjualan nasi pecel di pagi hari yang laris manis diserbu para pekerja yang tak sempat menyiapkan sarapan di rumah.
 Ketika bencana semburan lumpur itu terjadi dan mulai masuk ke kampung mereka, banyak yang tak sempat menyelamatkan barang-barang pribadinya. Mereka hanya membawa bekal baju seadanya lalu mengungsi ke sebuah proyek pasar yang  baru selesai pembangunannya, belum diresmikan  dan sedianya akan dijadikan pasar baru di Porong. Berhubung ada ratusan KK mendadak butuh tempat pengungsian, Bupati Sidoarjo langsung menjadikan los-los pasar itu sebagai tempat penampungan pengungsi. Berdesakan 4-5 keluarga dalam bilik ukuran beberapa meter persegi saja. Mandi harus antri berjam-jam karena sarana MCK yang tersedia sangat tidak memadai mengingat peruntukannya memang bukan untuk tempat pengungsian ribuan warga sekaligus.
 Tidur tak leluasa karena bercampur dengan keluarga lain. Saat tidur, kaki bisa menyentuh kepala orang lain. Sering terjadi salah paham dan nyaris cekcok antar keluarga. Kaum laki-laki dewasa bahkan seringkali terpaksa mengalah dan tidak tidur di dalam los melainkan bergadang di luar demi memberikan tempat bagi wanita dan anak-anak agar bisa tidur. Keesokan harinya, yang masih bisa bekerja harus tetap bekerja dalam keadaan mengantuk dan badan sakit semua. Belum lgi pasutri yang rata-rata masih berusia muda itu terpaksa selama berbulan-bulan menahan hasrat seksual mereka karena tak ada tempat untuk melaksanakan hubungan suami istri. Jangankan menyalurkan kebutuhan biologis, sekedar ngobrol berdua istri untuk membicarakan masalah keluarga saja sulit, tetangga yang hanya berbatas tas atau selimut pasti mendengar.
Sebagian besar dari mereka bahkan tak punya lagi mata pencaharian. Buruh-buruh pabrik terpaksa mendadak jadi pengangguran yang tak diberikan pesangon, sebab pabrik mereka terendam lumpur dan merugi. Kaum ibu yang semula bisa membantu suami mencari nafkah dengan berjualan nasi dan lauk pauk untuk sarapan para pekerja, kini tak lagi bisa berbuat apa-apa. Bahkan makan sehari 3x pun di jatah nasi bungkus. Saat Ramadhan tiba, sahur dan buka puasa memang disediakan, tapi sungguh tak nyaman karena harus antri pembagian nasi bungkus. Saya ingat tayangannya di TV saat itu, nasi bungkus untuk sahur sudah dingin, bahkan terkadang basi, maklum sudah disiapkan sejak sore/petang harinya. Selain itu mereka mengaku sama sekali tak nyaman terpaksa buka dan sahur dengan nasi dan lauk keringan. Nasi bungkus tak memungkinkan mereka menyantap sayuran berkuah. Mereka sebetulnya tak menuntut banyak, cukuplah sayur asem atau sayur bening, asal ada kuah untuk mendorong nasi agar bisa lancar masuk ke tenggorokan, maklum, makan sahur biasanya memang kurang selera.
 Sekian bulan mereka memang diberi “jadup” alias jatah hidup, kalau tak salah Rp. 300.000,- per jiwa per bulan. Kemudian ada bantuan uang kontrak rumah sebesar Rp. 2 juta per KK per tahun, untuk 2 tahun ke depan. Area yang terendam lumpur makin meluas ke desa-desa dan kecamatan lain di sekitarnya, jelas pasar baru Porong tak bisa menampung jika pengungsi yang lama tak segera pindah. Masalahnya, mencari kontrakan rumah tidaklah mudah untuk begitu banyak keluarga sekaligus. Akhirnya mereka tercerai berai, beruntung yang masih punya ortu atau mertua bisa menampung, yang tak punya sanak keluarga, keleleran mencari kontrakan yang sesuai dengan uang jatah. Di tempat kontrakan baru belum tentu dekat dengan lokasi tempat kerja atau sekolah anak-anak mereka yang rata-rata masih SD. Yang ingin kembali buka usaha warung makan atau menjahit, kebanyakan gagal karena mereka sudah kehilangan kontak dengan pelanggannya dan pelanggan pun sudah pindah entah kemana.
 Janjinya, para korban lumpur itu akan dihitung nilai asset mereka. Untuk tanah berapa ganti rugi per meter persegi dan untuk bangunan berapa. Masalahnya, semua penggantian itu kemudian berjudul “jual-beli”. Jadi seolah-olah PT. Minarak Lapindo Jaya (MLJ) membeli asset warga yang sudah terendam. Padahal, seharusnya murni ganti rugi – bila perlu ganti untung, karena tak ada warga yang menghendaki disuruh pindah begitu saja – mana ada jual beli saat asset sudah terendam lumpur? Karena akte perjanjiannya “jual-beli”, maka PT. MLJ mensyaratkan sejumlah dokumen dan sertifikat yang rata-rata tak dimiliki warga yang tinggal di dusun mereka secara turun temurun berpuluh-puluh tahun. Suatu keanehan, karena sebelum terjadi semburan, ketika Lapindo membeli tanah warga untuk dijadikan lokasi pengeboran, mereka justru sengaja membeli tanpa sertifikat, sehingga harganya miring.
 Selain persyaratan teknis dan administratif, “jual-beli” itu semula disepakati dibayar 20% di muka dan akan dibayar 80% setelah 2 tahun, ketika uang kontrak rumah habis. Pada kenyataannya tidak demikian. Ketika tiba saatnya dibayar yang 80%, tidak dibayar tunai melainkan dicicil alias diangsur. Nilai angsurannya pun kecil jika dibanding proporsinya yang 80% dari nilai asset. Kebanyakan diangsur Rp. 15 juta per bulan. Itu pun tak selamanya angsuran rutin selalu dibayar. Terkadang menunggak beberapa bulan tak ada angsuran masuk ke rekening korban.
 Sampai sekarang, warga yang awal-awal kena luapan semburan lumpur Lapindo justru ada yang belum selesai proses ganti ruginya. Mereka adalah korban tahap awal yang disebut sebagai warga dari daerah “peta terdampak” dimana proses ganti ruginya menjadi tanggung  jawab keluarga Bakrie sebagai pemilik Lapindo.
Yang lebih sedikit “beruntung” justru warga yang belakangan terkena karena mereka berada di luar peta terdampak, dimana kemudian disepakati ganti ruginya dibayarkan oleh negara melalui APBN. Justru kewajiban negara yang menggunakan dana APBN – yang nota bene juga uang rakyat, dikumpulkan dari pajak rakyat dan seharusnya untuk kepentingan rakyat banyak – inilah yang sudah lebih dulu lunas.
2.3 Dampak Semburan Lumpur Lapindo
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lumpur menggenangi kurang lebih duabelas desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
Belum lagi akibat dari warga yang terdampak yang harus mengungsi dan memulai usaha baru karena ditempat lama sudah mapan dengan usahanya. Perusahaan-perusahaan yang pindah dan mengalami kerugian besar akibat lumpur yang sampai sekarang ganti ruginya masih belum jelas, rusaknya ekosistem lingkungan di wilayah Sidoarjo Timur. Kita tahu Sidoarjo Timur merupakan kawasan budidaya perikanan dan udang yang merupakan sektor pendorong ekonomi masyarakat Sidoarjo. Dengan adanya lumpur yang dibuang ke laut dikawatirkan akan merusak ekosistem kawasan tersebut yang menyebabkan turunnya produksi perikanan. Sekarang dampak tersebut mulai dikeluhkan oleh petani tambak yaitu menurunnya kualitas air sungai Porong sebagai air baku utama bagi tambak-tambak tersebut, berapa besar kerugian petani tambak akibat penurunan hasil panen. Untuk itu perlu dicarikan solusi bagaimana lumpur Lapindo itu tidak memberikan dampak yang sedemikian buruk bagi masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya. Maka perlu adanya terobosan-terobosan baru guna mengurangi dampak lumpur tersebut dengan slogan "Sidoarjo Bangkit". Dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi usaha perekonomian pada masyarakat Sidoarjo yang terdampak baik terdampak langsung maupun tidak langsung.
Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit. Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan. Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat penanggulangan lumpur. Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah. Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam .
 Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.Tak kurang 600 hektar lahan terendam. Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan. Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari banyak pendapat ahli diketahui bahwa bencana lumpur lapindo ini disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc. Pihak Lapindo Brantas Inc tidak melakukan pemasangan casing sesuai dengan spesifikasi standar teknis pengeboran, sehingga mengakibatkan terjadinya blow out atau semburan lumpur.
Bencana lumpur lapindo ini juga memberikan banyak dampak, tidak hanya pada masyarakat sekitar namun juga pada aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hal ini dilihat dari banyaknya warga yang kehilangan tempat tinggal, lapangan pekerjaan, dan sarana pendidikan. Bukan hanya itu, warga sekitar juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih, listrik, dan jaringan telepon. Selain itu juga masih ada pula pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh bencana ini. Namun dibalik semua dampak negatif tersebut masih ada pula dampak positif yang bisa didapat dari terjadinya bencana ini. Dampak positif itu yaitu pembuatan batu bata dan genteng dari lumpur lapindo serta pembuatan baterai dengan lumpur lapindo yang telah memenangkan juara juara kedua dari kompetisi Technopreneurship Pemuda 2012.
Pemerintah dan Lapindo Brantas Inc bekerjasama dalam melakukan upaya penyelesaian lumpur lapindo ini, tiga tim telah dibentuk untuk menyelesaikan masalah ini. Lapindo Brantas Inc juga telah melakukan 75% pembayaran ganti rugi terhadap warga.





4.2 Saran
            Adapun saran-saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut.
Kepada pemerintah dan pihak yang bertanggung jawab
1.)    status yang jelas mengenai  keberadaan warga yang ganti rugi belum lunas;
2.)    Memberikan ganti rugi yang belum terealisasikan sesuai kesepakatan pihak yang diberikan ganti rugi dan pemberi ganti rugi;
3.)    Menjadikan semburan lumpur Lapindo sebagai peristiwa yang harus diperhatikan dan jangan ditetapkan sebagai bencana nasional.
Kepada masyarakat umum
1.)    Memperhatikan dan meningkatkan kesadaran untuk membantu korban lumpur panas Lapindo;
2.)    Turut mendukung perjuangan warga yang terkena dampak lumpur Lapindo untuk mendapatkan hak-haknya yang sesuai.
Kepada warga terdampak lumpur lapindo
1.)    Tetap berusaha untuk mendapatkan hak-hak semestinya yang harus didapatkan;
2.)    Tidak mencari simpati warga dengan cara yang meresahkan warga, seperti memberhentikan kereta api dan memblokade jalan;
3.)     Tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma.



            


DAFTAR PUSTAKA

Ainun , Emha . 2007 . Banjir Lumpur Banjir Janji . Jakarta : KompasHamzah.

Anon , 2012 , Kajian Masalah Lingkungan Lumpur Lapindo , dilihat 23 November 2014.
<http : muhamadherliansyah.blogspot.com/2012/06/kajian-masalah-lingkungan-lumpur.html

Anon ,  2012  , Banjir Lumpur Panas Sidoarjo, dilihat 23 November 2014.
< http : // id.Wikipedia.org/banjir_lumpur_panas_sidoarjo.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar