Rabu, 25 November 2015

KEMISKINAN, KETIMPANGAN, DAN PEMBANGUNAN

KEMISKINAN, KETIMPANGAN, DAN PEMBANGUNAN
A.      Mengukur ketimpangan dan kemiskinan
            Kalau kita merenungkan kembali krisis ekonomi yang kita alami 10 tahun lalu, tampaknya kita mempunyai cukup alasan untuk mengatakan bahwa krisis tersebut telah menimbulkan dampak sosial-ekonomi-politik yang luar biasa bagi Indonesia. Kendati kinerja ekonomi pascakrisis cenderung membaik, indikator ketimpangan dan kemiskinan menunjukkan bukti adanya eksklusi sosial-ekonomi bagi kebanyakan manusia Indonesia. Hasil akhir dari redistribusi tersebut masih terasa sangat menyesakkan bagi mereka yang berada di bagian bawah dari piramida sosial-ekonomi.
            Berikut ini akan diuraikan beberapa indikator yang sering digunakan oleh para peneliti untuk mengukur ketimpangan di suatau negara atau daerah.
1.        Size distributions (quintiles, deciles)
Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Cara mendapatkan penghasilan itu tidak dipermasalahkan. Oleh karena itu para ekonom cenderung mengurutkan semua individu berdasarkan pendapatan yang diterimanya, lantas membagi total populasi kedalam beberapa nkelompok atau ukuran. Biasanya populasi dibagi menjadi 5 kelompok atau kuantil dan 10 kelompok atau desil.
2.        Lorenz curves
Indeks gini seringkali ditampilkan bersamaan dengan kurva Lorenz, yang menggambarkan hubungan antara pangsa kumulatif pendapatan dan penduduk. G adalah indeks gini yang diturunkan dari kurva Lorenz dengan cara membagi daerah yang dibatasi oleh garis diagonal dan kurva Lorenz dengan total daerah pada segitiga yang lebih rendah
3.        Gini coefficients and aggregate measures of inequalit
Dari semua pengukur ketimpangan, indeks gini adalah yang paling sering dipakai sebagai indikator ketimpangan. Salah satu yang menarik dari indeks gini ialah pendekatannya yang sangat langsung terhadap ukuran ketidakmerataan, memuat perbedaan di antara setiap pasangan pendapatan, yang sejauh ini merupakan ukuran ketidakmerataan ekonomi yang paling populer. Nilai dari indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan bahwa seluruh pendapatan terbagi secara merata terhadap seluruh unit masyarakat (perfect equality), sedang nilai 1 berarti seluruh pendapatan hanya dimiliki oleh satu orang atau satu unit saja pada keseluruhan distribusi (perfect inequality).  Ketimpangan yang rendah mempunyai nilai indeks gini sebesar 0,4 atau di bawahnya. Ketimpangan yang tinggi apabila mempunyai indeks gini di atas 0,4 dalam distribusinya.
4.    Functional distributions
Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi. Relevansi teori fungsional kurang tajam, karena tidak memperhitungkan peranan dan pengaruh kekuatan diluar pasar.
B.       Kemiskinan, ketimpangan dan kesejahteraan sosial
            Wacana tentang ketimpangan dan kemiskinan sering dicampuradukkan meskipun kedua istilah ini bukan sesuatu yang sama. Kemiskinan umumnya menunjukkan tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan tertentu. Bisa jadi kemiskinan turun namun tingkat ketimpangan dalam suatu masyarakat meningkat. Ini terjadi ketika suatu perekonomian membaik sehingga mampu membantu si miskin sedikit lebih kaya namun membuat si kaya semakin kaya. Sebaliknya ketika perekonomian baru menurun, ketika pasar modal turun drastis, bisa saja si miskin membaik tingkat pendapatannya, namun banyak pemodal kaya yang mengalami kerugian dari transaksi di pasar modal, sehingga ketimpangan malah membaik.
            Masalah ketimpangan ini dalam praktik sering memicu kecemburuan sosial dan kekerasan yang sering terjadi berbagai daerah di Indonesia. Akibatnya masyarakat mengalami frustrasi sosial yang berujung pada perbuatan kriminal atau kekerasan lainnya (Sismosoemarto, 2012: 478-484). Sebagian besar proyeksi menyatakan bahwa jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan akan meningkat selama dekade berjalan sebelum menurun selama sisa abad, dengan harapan akan hilang selamanya dengan bergantinya abad.
C.      Pertumbuhan dan Kemiskinan
Ada beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dan kemiskinan. Biasanya banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern.
Hubungan yang dekat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan yang terjadi diantara golongan miskin tidak begitu saja mengindikasikan hubungan sebab akibat. Sebagian dari kemajuan yang dinikmati golongan miskin dapat saja berasal dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik diantara golongan miskin untuk mempercepat pertumbuhan secara menyeluruh.



D.      Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin
Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelas bahwa pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi  pendapatan perkapita yang ada, akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Akan tetapi, tingginya tingkat pendapatan perkapita tidak menjamin lebih randahnya tingkat kemiskinan absolut. Namun penggambaran kemiskinan absolut secara garis besar  saja tidaklah cukup.
1.        Kemiskinan dan Pedesaan
Biasanya penduduk miskin bertempat tinggal  di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional, mereka kebanyakan wanita dan anka-anak daripada laki-laki dewasa, dan mereka sering terkonsentrasi diantara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.Yang menarik walaupun sebagian besar penduduk dengan kemiskinan absolut tinggal di daerah pedesaan, bagian terbesar dari pengeluaran sebagian besar pemerintahan negara berkembang selama seperempat abad terakhir justru lebih tercurah ke daerah-daerah perkotaan dan berbagai sektor ekonominya yakni sektor-sektor manufaktur modern dan komersial. Pengeluaran pemerintah yang berupa investasi langsung kedalam sektor  ekonomi yang produktif atau pengeluaran di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan masyarakat, tercurah berat sebelah ke sektor modern di perkotaan.
2.        Kaum Wanita dan Kemiskinan
Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita.  Yang paling menderita dalam kemiskinan serta kekurangan adalah kaum wanita dan anak-anak, mereka juga kekurangan gizi, dan mereka pula yang paling sedikit memerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya. Berbeda dengan di perkotaan, tenaga kerja yang bekerja di pedeaan antara laki-laki dan perempuan cenderung perbedaan persentasenya tidak begitu signifikan di beberapa daerah seperti di propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sumatera Barat, dan lain sebagainya. Hal tersebut mangindikasikan bahwa peluang kerja di pedesaan untuk perempuan besar sekali, oleh karena itu kaum perempuan tidak mempunyai kesempatan yang besar untuk bekerja di perkotaan yang kemudian mengalami kemiskinan.
3.        Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan
Dari berbagai penelitian, sebagian besar penduduk pribumi itu sangat miskin dan mengalami malnutrisi, buta huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan yang buruk, serta menganggur.

E.       Cakupan Pilihan Kebijakan: Beberapa Pertimbangan dan Pilihan Kebijakan
Negara-negara berkembang yang berkeinginan untuk mengentaskan kemiskinan serta menanggulangi ketimpangan distribusi pendapatan haruslah mengetahui segenap pilihan cara yang tersedia, dan memilih yang terbaik diantaranya, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

1.        Bidang-bidang intervensi
      Dapat diidentifikasi empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi kebijakan pemerintah yang memungkinkan, yang masing-masingnya berkaitan erat dengan keempat elemen pokok yang merupakan faktor penentu utama atas baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di negara-negara berkembang. Adapun keempat elemen tersebut adalah:
1.      Mengubah distribusi fungsional—tingkat hasil yang diterima dari faktor-faktor produksi tenaga kerja, tanah, dan modal yang sangat dipengaruhi oleh harga dari masing-masing faktor produksitersebut, tingkat pendayagunaannya, dan bagian atau persentase dan pendapatan nasional yang diperoleh oleh para pemilik masing-masing faktor produksi.
2.      Memeratakan distribusi ukuran—distribusi pendapatan fungsional dari suatu perekonomian yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang disandarkan pada kepemilikan dan penguasaan atas aset produktif serta keterampilan sumber daya manusia yang terpusat dan tersebar ke segenap lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan keterampilan tersebut pada akhirnya akan menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan secara perorangan.
3.      Meratakan (mengurangi) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan tinggi melalui pemberlakuan pajak progresif terhadap pendapatan dan kekayaan pribadi mereka.
4.      Meratakan (meningkatkan) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan rendah, melalui pengeluaran publik yang dananya bersumber dari pajak untuk meningkatkan pendapatan kaum miskin secara langsung maupun tidak langsung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar