Selasa, 30 Juni 2015

Konflik Antar Umat Beragama



KONFLIK  ANTAR  UMAT  BERAGAMA DI POSO SULAWESI TENGAH
MAKALAH




Oleh:
SITI MUKHAROMAH                               140210301015                   





PENDIDIKAN PANCASILA
UPT BIDANG STUDY MATA KULIAH UMUM (BSMKU)
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat bimbingannya kami mampu menyususn makalah ini.
Makalah yang kami susun ini merupakan kutipan dari beberapa sumber buku ataupun di internet yang kami rangkum menjadi sebuah bentuk tulisan yang sistematis, semoga pembaca dapat memahami bahwa perlunya kita mengetahui permasalahan di masyarakat khususnya “ konflik antar umat beragama” yang dari tahun ke tahun menjadi sorotan di berbagai media masa.
Akhir kata kami berharap makalah ini menjadi inspirasi yang baru untuk karya-karya selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan informasi tentang masalah “konflik antar umat beragama” mohon maaf bila ada dalam makalah ini terdapat kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Jember, 27 Oktober 2014

Tim penyusun







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR  .......................................................................... i
DAFTAR ISI ………………………………………….......................... ii
BAB I.  PENDAHULUAN ........................................................ ........... 1
1.1    Latar Belakang ...................................................... ........... 1
1.2    Perumusan masalah .............................................. ........... 2
1.3    Tujuan dan Manfaat.......................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN ........................................................... ........... 4
2.1 Akar permasalahan dan penyebab konflik antar
      agama di Poso Sulawesi Tengah........................................ 4
2.2 Solusi konflik antar agama di Poso  Sulawesi
      Tengah.................................................................................. 7
2.3 Cara Mencegah Konflik antar Agama.............................. 8
2.4 Sikap yang harus dikembangkan agar nilai-nilai
     dalam sila pertama tetap terwujud..................................... 10
BAB III. PENUTUP ................................................................... ........... 12
3.1 Kesimpulan ............................................................. ........... 12
3.3 Saran ........................................................................ ........... 12

DAFTAR PUSTAKA





BAB 1.PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Toleransi merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan beragama, khususnya di Indonesia. toleransi merupakan suatu kebutuhan terlebih indonesia merupakan negara pluralis. Tidak hanya memiliki berbagai macam suku,ras,bahasa,tetapi indonesia juga mempunyai berbagai macam agama. Agama yang diakui di indonesia sebanyak enam yaitu islam,kristen,khatlik,hindu,budha.dan khong hucu. Dengan agama yang bermacam-macam ini memberikan andil besar terhadap terjadinya konflik. Banyak contoh konflik antar agama yang terjadi di Indonesia misalnya konflik di Ambon Maluku,di Poso Sultra,di situbondo dan masih banyak lagi. Dalam hubungannya dengan agama, hal itu memberikan kesan yang kuat dan sangat mudah menjadi alat provokasi dalam menimbulkan ketegangan di antara umat beragama. Ketegangan ini antara lain disebabkan karena: 1) umat beragama seringkali bersikap untuk “memonopoli” kebenaran ajaran agamanya sementara, agama lain diberi label tidak benar. Sikap seperti ini, dapat memicu umat agama lain untuk mengadakan “perang suci” dalam rangka mempertahankan agamanya; 2) umat beragama seringkali bersikap konservatif, merasa benar sendiri (dogmatis) sehingga tak ada ruang untuk melakukan dialog yang kritis dan bersikap toleran terhadap agama lain.
            Dengan berbagai macam agama yang terdapat di Indonesia pada saat perumusan pancasila masalah keanekaragaman agama di indonesia mendapat sorotan serius hingga melakukan pergantian.Pada awalnya menurut Piagam Jakarta (22 Juni 1945) bunyi sila pertama yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya,namun mengingat masyarakat indonesia terdiri dari berbagai macam agama maka bunyi sila yang pertama di ganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang bunyi sila yang pertama ini diharapkan bisa mempersatukan bangsa Indonesia dan terciptanya kerukunan antar umat beragama.
            Selanjutnya agar pembinaan kehidupan beragama tetap dalam kerangka pembinaan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka menumbuhkan kesadaran beragama bagi setiap pemeluknya. Kesadaran beragama itu tidak saja mewujud dalam kepekaan moral, melainkan juga dalam kepekaan sosial, sehingga dengan demikian tidak membuat fanatisme dan eksklusivisme, melainkan menumbuhkan toleransi sosial dan sikap terbuka.
2. Negara menjamin kebebasan beragama dan bahkan berusaha membantu pengembangan kehidupan beragama dalam rangka pembangunan. Masing-masing umat beragama memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk menjalankan dan mengembangkan kehidupan agama mereka.
            Selain kedua hal tersebut toleransi antar umat beragama harus tetap dijalankan agar tidak terjadi intoleransi yang bisa menimbulkan konflik. Toleransi diartikan memberikan tempat kepada pendapat yang berbeda. Pada saat bersamaan sikap menghargai pendapat yang berbeda itu disertai dengan sikap menahan diri atau sabar. Oleh karena itu, di antara orang yang berbeda pendapat harus memperlihatkan sikap yang sama, yaitu saling menghargai dengan sikap yang sabar.Jadi, toleransi dapat diartikan sebagai sikap menenggang, membiarkan, dan membolehkan, baik berupa pendirian, kepercayaan, dan kelakuan yang dimiliki  seseorang atas yang lainnya. Toleransi antar umat beragama di Indonesia populer dengan istilah kerukunan hidup antar umat beragama. Istilah tersebut merupakan istilah resmi yang dipakai oleh pemerintah. Kerukunan hidup umat beragama merupakan salah satu tujuan
pembangunan bidang keagamaan di Indonesia. Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya hubungan antar umat beragama.
            Dengan sedikit pernyataan diatas maka isi makalah yang akan kami angkat adalah kami mengambil salah satu contoh nyata konflik yang ada di indonesia dan akan menjabarkan akar permasalahannya, penyebab dan solusinya. Selain itu juga menjelaskan sikap apa yang seharusnya dikembangkan agar nilai-nilai yang terkandung dalam sila yang pertama tetap terwujud.

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka fokus permasalahan dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa sajakah akar permasalahan dan penyebab yang mendorong terjadinya konflik antar agama di Poso Sulawesi Tengah ?
2..Apa solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi konflik antar agama tersebut ?
3.Bagaimanakah cara untuk mencegah terjadinya konflik antar umat beragama ?
4.Sikap apa sajakah  yang harus kita kembangkan agar nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama tetap terwujud ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Mengacu kepada permasalahan yang diajukan di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penelitian ini. adapun tujuan yang ingin dicapai adalah:
1.Menganalisis apa akar permasahan dan penyebab terjadinya konflik antar agama di Poso Sulawesi Tengah.
2.Menganalisis apa solusi yang dilakukan untuk menangani koflik antar agama di Poso Sulawesi Tengah.
3.Mengidentifikasi cara yang dilakukan untuk mencegah intoleransi dan konflik antar agama.
4.Mengembangkan sikap yang berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam bunyi sila pertama.
1.3.2 Manfaat
            1.Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yang sejenis.
            2.Sebagai alat pemicu kesadaran masyarakat dalam kehidupan antar agama.
           

BAB 2.PEMBAHASAN

2.1 Akar Permasalahan dan Penyebab Konflik antar Agama di Poso Sulawesi Tengah
            Kerusuhan yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah ini secara umum merupakan konflik horizontal antar kelompok masyarakat setempat. Dilihat dari sisi dinamika kelompok (in group-outgroup), sikap keberpihakan dan identitas keagamaan dari para warga dan tokoh-tokoh yang terlibat, secara kasat mata terlihat bahwa dalam konflik kerusuhan Poso melibatkan kelompok muslim (putih) di satu pihak dan kelompok Kristiani (merah) di pihak yang lain. Namun begitu tidak berarti bahwa secara otomatis “agama” merupakan faktor utama penyebab konflik. Agama dalam konflik tersebut lebih banyak berperan sebagai faktor pengiring yang meningkatkan eskalasi konflik. Identitas keagamaan telah dimananfaatkan sebagai alat yang efektif untuk mencari dukungan, legitimasi dan memperkuat posisi masing-masing kelompok yang berkepentingan. Sementara penyebab utamanya diduga kuat adalah faktor-faktor di luar agama, yakni berbagai kesenjangan di bidang politik, ekonomi, hukum, tidak efektifnya pemerintahan dan aparat keamanan, serta dampak suasana globalisasi dan reformasi yang cenderung makin liar dan tak terkendali.
Faktor penyebab Konflik Poso
Dalam laporan Pemda Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwa kerusuhan Poso diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara beberapa oknum pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa menadi isu SARA, sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali dan mengakibatkan timbulnya kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebut menjadi isu SARA tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan dan direkayasa sedemikian rupa menadi sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan latar belakang kepentingan tertentu. Karena itu persoalan yang memicu timbulnya kerusuhan bukanlah masalah SARA, tetapi masalah kriminalitas yang dikemas dalam simbol-simbol SARA.[1][2]  
Dari laporan jurnalistis, konflik Poso disebut sebagai tragedi tiga babak. Kerusuhan pertama berlangsung tanggal 25-30 Desember 1998, yang kedua 15-21 April 2000, sedangkan kerusuhan ketiga tanggal 23 Mei-10 Juni 2001. Rentetan peristiwa kerusuhan Poso menurut paparan Sinansari Ecip dan Darwin Daru, konflik Poso dimulai dari kerusuhan pertama pada tanggal 25 Desember 1998 (kebetulan Natal dan bulan puasa) karena pertikaian dua pemuda yang berbeda agama.Pertikaian itu terus berlanjut hingga mengundang kelompok massa untuk melakukan aksi yang anarkis.
Konflik individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama (masing-masing perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang berlanjut ke pembakaran toko dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak terlibat.Terjadinya konflik dan perilaku kekerasan dalam masyarakat tergantung dari sumber potensi konflik yang ada. Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya konflik, selain agama, yaitu ketidakadilan ekonomi, ketidakstabilan politik, serta ketimpangan sosial. Meskipun konflik Poso mengatasnamakan ‘agama’ sebagai penyebab konfliknya, namun harus dilihat terlebih dahulu apakah benar agama sebagai faktor dibalik konflik tersebut. Untuk itulah, dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu mengenai kondisi masyarakat Poso yang menjadi poin terjadinya konflik. 
a.      Faktor Politik
Meskipun pemicu awal munculnya konflik di Poso ini adalah karena pertikaian pemuda namun sebenarnya terdapat muatan politik berkaitan dengan suksesi bupati. Ketidakpuasan politik inilah yang menjadi akar permasalah konflik. Pada 1998, ketika mantan Bupati Poso Arief Patanga akan mengakhiri masa kepemimpinannya, terlihat sinyalemen terjadinya gesekan di tingkat politisi partai yang menginginkan perubahan kepemimpinan. Pergesekan antara politisi partai akhirnya merambah hingga ke tingkat akar rumput. Akhirnya muncullah kelompok-kelompok di masyarakat yang berlawanan haluan dengan kebijakan politisi partai. 
Terendusnya praktik korupsi yang dilakukan oleh kroni-kroni Bupati Arief Patanga membuat yang bersangkutan berupaya mengalihkan isu. Korupsi Korupsi bermula dari pemberian dana kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp 5 miliar pada 1998 oleh pemerintah pusat. Saat ada upaya pengungkapan kasus korupsi itu, orang-orang yang terlibat korupsi menggalang massa untuk melakukan aksi untuk mengalihkan isu korupsi yang berkembang. Bahkan ada selebaran yang berisi penyerangan tokoh Kristen yang sengaja diedarkan ke masyarakat. Hal itu kemudian semakin memperuncing konflik masyarakat yang beragama Islam dan Kristen.
Kekerasan yang terjadi tersebut tidak mendapat respons yang memadai dari aparat keamanan. Kegiatan itu terlihat dibiarkan sehingga terus terjadi dan meluas. Karena pembiaran oleh aparat, eskalasi kekerasannya meningkat hingga terjadi pembakaran rumah penduduk, gereja, dan masjid. Bahkan terjadi pembantaian di Pesantren Walisongo, Sintuwelemba, yang lokasinya di tengah-tengah komunitas Kristen.
b.      Faktor Ekonomi
Poso telah dimasuki pendatang Kristen dan Islam sejak masa pra-kolonial, namun proporsi migrasi yang signifikan baru terjadi pada masa orde baru. Hal itu terjadi sejak dibangunnya prasara jalan trans-Sulawesi dan pembangunan berbagai pelabuhan laut dan udara yang semakin memudahkan perpindahan penduduk. Tanpa disadari proses pembangunan ekonomi di Poso membawa dampak bagi orang Kristen setempat yakni proses Islamisasi yang cepat dan kesenjangan ekonomi. Keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan banyaknya angka pengangguran kaum terpelajar karena sempitnya atau langkanya lapangan konflik yang sesuai dengan pendidikan yang pernah ditempuh.
Akibat urbanisasi dan kesenjangan ekonomi, politik dan budaya antara umat beragama ini menyebabkan perubahan pola-pola hubungan antar umat beragama terutama antara Muslim dan Kristiani.Pertumbuhan urbanisasi yang cepat akan mengantarkan masyarakat ke arah modernisasi sering terjadi konflik nilai-nilai tradisional yang masih kuat dengan nilai-nilai baru yang belum mapan di masyarakat. Konflik nilai tersebut berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat dan dapat mendorong masyarakat ke proses desintegrasi,alienasi, disorienttasi, disorganisasi, segmentasi dan lain sebagainya.
Umat Islam yang hidup di Poso tidak rela dan tidak senang kalau melihat pemuda-pemuda Kristen yang minum-minuman keras serta mabuk-mabukan di jalan, apalagi di bulan suci Ramadhan. Oleh karena itu sasaran pengrusakan atau amuk massa Islam tatkala gagal mencari pemuda Kristen yang memukul pemuda Islam di masjid adalah Toko Lima, tempat penjualan minuman keras terbesar di Poso. Peristiwa inilah merupakan awal mula bentrok fisik antara massa Islam dan Kristen. Peristiwa hari Jum’at tanggal 26 Desember 1998 inilah yang merupakan pelampiasan emosi keagamaan antara Islam dan Kristen yang berpangkal pada perbedaan dan kesenjangan sistem nilai budaya antara komunitas tersebut
            Dari pernyataan diatas dapat dianalisis bahwa konflik yang terjadi di Poso diawali dengan pertengkaran antar pemuda.Dari pertengkaran antar pemuda tersebut menjadi meluas takkala kedua orang yang berkonflik berbeda agama yang satu bergam islam yang satu beragama Kristen.Sebenarnya konflik tersebut hanya sedikit yang disebabkan oleh perbedaab agama namun karena ada pihak ang mempunyai kepentingan maka konflik tersebut berubah menjadi konflik antar agama.Konflik antar kedua agama ini mengakibatkan kerusakan pada beberapa tempai ibadah seperti gereja dan masjid.Konflik ini terjadi bertepatan pada saat bulan ramadhan yang tentunya pada bulan tersebut umat muslim sedang menjalankan ibadah puasa.Namun di lain pihak orang kristen di poso malah  bermabuk-mabukan di bulan yang bagi orang muslim adalah bulan suci.Melihat kejadiaan ini orang-orang muslim di poso marah dan melampiaskan kemarahannya pada toko yang menjual miras terbesar diposo.Selain itu konflik yang terjadi di Poso juga disebabkan oleh perbedaan dan kesenjangan  sistem nilai antar komunitas tersebut dan kerena adanya kecemburuan sosial.Konflik yang terjadi di Poso juga dimanfaatkan oleh kelompok berkempentingan untuk mengalihkan isu yang pada saat itu sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh masyarakat yaitu masalah korupsi yang dilakukan oleh bupati Poso.
2.2 Solusi Konflik antar Agama di Poso
Untuk menyelesaikan konflik di Poso, telah dilakukan Deklarasi Malino untuk Poso (dikenal pula sebagai Deklarasi Malino I). Deklarasi itu ditandatangani pada 20 Desember 2001 oleh 24 anggota delegasi kelompok Kristen (merah) dan 25 anggota dari delegasi kelompok Islam (putih). Terdapat 10 poin dalam kesepakatan tersebut, yakni:
1.      Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.
2.      Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.
3.      Meminta aparat negara bertidak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
4.      Untuk menjaga terciptanya suasana damai menolak memberlakukan keadaan darurat sipil serta campur tangan pihak asing.
5.      Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain demi terciptanya kerukunan hidup bersama.
6.      Tanah Poso adalah bagian integral dari Indonesia. Karena itu, setiap warga negara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan menghormati adat istiadat setempat.
7.      Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
8.      Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asala masing-masing.
9.      Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara menyeluruh.
10.  Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati dan menaati segala aturan yang telah disetujui baik dalam bentuk UU maupun dalam peraturan pemerintah.
Setelah Deklarasi Malino untuk Poso diberlakukan, konflik terbuka antarkelompok di Poso berhasil dihentikan sementara. Namun dalam perjalannanya, kekerasan di Poso masih kerap terjadi. Berbagai kasus bermunculan seperti teror, upaya mengadu domba yang dapat dilihat melalui penembakan-penembakan misterius, pembunuhan, peledakan bom, bahkan dengan tulisan-tulisan di dinding rumah penduduk yang sifatnya provokasi. Pada 2002 hingga 2005 telah terjadi setidaknya 10 kali teror bom yang merenggut puluhan nyawa. Peristiwa tersebut kembali menimbulkan rasa trauma, saling curiga dan meningkatkan sensitivitas di tingkat masyarakat.
Penyelesaian konflik di Poso yang dilakukan oleh pemerintah selama ini lebih mengedepankan pendekatan keamanan daripada komunikasi. Karena itu apa yang diinginkan oleh pihak-pihak yang bertikai serta akar penyebab konflik tidak pernah tersentuh. Akhirnya yang terjadi siatuasi keamanan di Poso bersifat fluktuatif. Agar keamanan di Poso bersifat permanen, perlu dilakukan mediasi kedua pihak yang bertikai yakni masyarakat beragama Islam dengan yang beragama Kristen, dan dimediatori oleh pemerintah pusat sebagai pihak yang netral. Selain itu perlu pendekatan budaya mengingat Poso adalah daerah yang sangat heterogen. Terlebih sebelumnya, masyarakat Poso baik yang asli maupun pendatang hidup berdampingan dengan damai dengan mengusung nilai-nilai kearifan lokal.
Agar kehidupan umat beragama kembali rukun dan harmonis maka sebagai maka cara yang paling baik dan utama dilakukan adalah bersilaturahmi dengan pemeluk agama lain termasuk dalam menjalankan pelayanan sosial mereka.Selain itu kita haru menghilangkan rasa curiga dengan pemeluk agama lain.Tapi yang lebih penting adalah bertoleransi.Jika dipikir-pikir buat apa kita berkonflik dan mencurigai ini merupakan sesuatu yang tidak ada untungnya bahkan menimbulkan kerugian.Akibat fatal dari adanya konflik antar umat beragama adalah kehancuran persatuan dan kesatuan bangsa indonesia.Yang ini dapat merusak nila-nilai pancasila sila pertama. 

2.3 Cara Mencegah Konflik antar Agama
Cara mencegah konflikyang utama dan utama adalah bertoleransi antar umat beragama di Indonesia populer dengan istilah kerukunan hidup antar umat beragama. Istilah tersebut merupakan istilah resmi yang dipakai oleh pemerintah. Kerukunan hidup umat beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang keagamaan di Indonesia. Gagasan ini muncul terutama dilatar belakangi oleh meruncingnya hubungan antar umat beragama. Adapun sebab musabab timbulnya ketegangan intern umat beragama, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah dapat bersumber dari berbagai aspek sebagai berikut:
1. Sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah atau missi.
2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain.
3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat.
5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama,antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah.
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat (Depag, 1980: 38).
            Secara universal konflik antar agama bisa dicegah dengan beberapa aspek yaitu:
1. Sikap yang diterjemahkan dalam: a) sikap saling menahan diri terhadap ajaran,keyakinan dan kebiasaan golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri; b) sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh ajaran agamanya; dan c) sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.
2. Perbuatan yang diwujudkan dalam: a) usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain; b) usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain; c) untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk mengatasi keterbelakangan bersama; dan d) usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama(Tarmizi Taher, 1997: 9).
Selanjutnya agar pembinaan kehidupan beragama tetap dalam kerangka pembinaan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka menumbuhkan kesadaran beragama bagi setiap pemeluknya. Kesadaran beragama itu tidak saja mewujud dalam kepekaan moral, melainkan juga dalam kepekaan sosial, sehingga dengan demikian tidak membuat fanatisme dan eksklusivisme,melainkan menumbuhkan toleransi sosial dan sikap terbuka.
2. Negara menjamin kebebasan beragama dan bahkan berusaha membantu pengembangan kehidupan beragama dalam rangka pembangunan. Masing-masing umat beragama memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk menjalankan dan mengembangkan kehidupan agama mereka   

2.4 Sikap yang harus dikembangkan agar nilai-nilai dalam Sila Pertama tetap terwujud
            Ada beberapa sikap yang bisa dikembangkan agar nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama tetap terwujud yaitu:
1.      Saling menghormati antar umat beragama.
Sikap saling hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Sesuai dengan UUD 1945, dalam kehidupan bermasyarakat harus ada sikap saling menghormati kebebasan menjalankan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya, sehingga terbina kerukunan hidup yang toleran tanpa adanya sikap arogansi dari salah satu penganut agama.

2.      Mempelajari sejarah pancasila dan memperkenalkan sejarah sejak dini.
Salah seorang budayawan Indonesia yaitu Sujiwo Tejo mengatakan bahwa “untuk memajukan bangsa ini kita harus melihat kebelakang, karena masa depan bangsa Indonesia ada dibelakang”. Maksudnya kita harus menengok kembali sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Sila pertama dalam pancasila sejak awal perumusannya memang sudah menemui kendala dibandingkan sila-sila lainnya yaitu mengenai pernyataan menjalankan syariat islam. Dengan kita mengetahui sejarah dirumuskannya pancasila, maka pemikiran untuk memunculkan kembali masalah-masalah intoleransi yang berujung pada demo dan kekerasan tidak akan terjadi.

3.      Menjalankan perintah agama sesuai ajaran yang dianut masing-masing.
Dalam menjalankan perintah agama harus  sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Selain larangan hokum untuk mengintervensi agama lain, di dalam ajaran agama pun pasti ada larangan yang harus dipatuhi pada setiap pemeluknya untuk menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya sendiri tanpa harus mencampuri ajaran agama lain. Seperti dalam agama islam yaitu dalam Al Quran surat al kafirun ayat 6 yang artinya bagimu agamamu bagiku agamaku. Dalam ayat tersebut sangat jelas untuk menjalankan ibadah sesuai ajaran masing-masing.

4.      Membina kerjasama dan tolong menolong antar umat ber-agama.
Dalam membina kerukunan beragama tidak hanya terfokus pada menjalankan ibadah sesuai ajaran masing-masing, namun pada kehidupan bermasyarakat pasti ada interaksi sosial. Jadi saling tolong menolong dan kerjasama antar umat beragama akan berdampak timbulnya kerukunan antar agama

5.      Menghilangkan rasa fanatik dan egois dalam beragama.
Rasa fanatik dan egois harus dihilangkan karena dari rasa tersebut akan menimbulkan kesombongan dan merasa ajaran agamanya saja yang harus dijalankan  sehingga memaksa semua orang untuk mematuhi aturan yang diajarkan oleh salah satu agama.

6.      Lebih memperdalam pemahaman tentang agama dan pancasila.
Kurangnya pemahaman akan agama dan nilai-nilai pancasila membuat sebagian orang menjadi intoleran terhadap agama lain walaupun niatya untuk mengkritisi suatu hal yang berhubungan dengan toleransi beragama bahkan menghapus pancasila dari Indonesia. Tanpa dipahami dari beberapa orang tersebut, sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila juga sesuai dengan ajaran semua agama yang menyeru untuk kebaikan. Maka dari itu, sejak dini seseorang harus diberi ilmu agama dan pengetahuan nilai pancasila agar tercipta manusia cerdas dan bermoral.

7.      Menindak tegas ajaran atau aliran baru.
Peran pemerintah dalam mengembangkan nilai pada sila pertama bisa dengan mencegah aliran ataupun agama-agama baru yang bisa memecah belah umat agama lain. Tindak lanjutnya bisa dengan menyaring setiap aliran dan agama yang muncul.



BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa konflik antar agama masih sering terjadi diIndoesia.Misalnya yang terjadi di Poso antar warga yang beragama islam dengan warga yang beragama kristen.Konflik ini sangat disayangkan karena penyebab dari konflik ini hanya masalah kecil yaitu pertengkaran antar individu yang ini berubah menjadi konflik antar umat beragama.Selain itu konflik ini terjadi karena ada kecemburuan dan kesenjangan umat beragama disana.Agar kehidupan umat beragama kembali rukun dan harmonis maka sebagai maka cara yang paling baik dan utama dilakukan adalah bersilaturahmi dengan pemeluk agama lain termasuk dalam menjalankan pelayanan sosial mereka.Selain itu kita haru menghilangkan rasa curiga dengan pemeluk agama lain.Tapi yang lebih penting adalah bertoleransi.Jika dipikir-pikir buat apa kita berkonflik dan mencurigai ini merupakan sesuatu yang tidak ada untungnya bahkan menimbulkan kerugian.Akibat fatal dari adanya konflik antar umat beragama adalah kehancuran persatuan dan kesatuan bangsa indonesia.Yang ini dapat merusak nila-nilai pancasila sila pertama. 

3.2 Saran
            Saran kami untuk permasalahan di atas adalah yang pertama kita harus meningkatkan rasa toleransi kita kepada siapapun entah mereka beragama yang sama dengan kita atau yang berbeda agama.kemudian menghilangkan rasa curiga,cemburu kepada penganut agama lain,Selan itu kita harus menghilangkan rasa fanatik dan egois terhadap penganut agama lain.Untuk lebih mempererat hubungan kita harus saling bersilaturahmi dan saling tolong menolong.Jika keseluruham itu di jalankan maka konflik antar umat beragama tidak akan terjadi lagi,karena konflik yang terjadi terus menerus dan di biarkan maka akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Depag RI. (1980). Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama. Jakarta: Depag RI.
Mashudi Noorsalim, Sepuluh Tahun Pasca Konflik Komunal di Poso, http://interseksi.org/publications/essays/articles/sepuluh _tahun_pasca_konflik.html  (diakses sabtu tanggal 25 oktober 2014 pukul 10.02)
Tarmizi Taher. (1997). Aspiring for the Middle Path: Religious Hrmony in Indonesia.
Jakarta: CENSIS.







Ruang Lingkup Ajaran Agama Islam


BAB I
PENDAHULUAN

I.I         Latar Belakang

            Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Serta tak lupa sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad yang telah menuntun kita ke zaman yang terang benderang ini. Dan sepantasnya kita sebagai umat manusia wajib mensyukuri ni'mat yang telah diberikan kepada kita, dengan cara mematuhi segala yang diatur oleh Allah dan rosulnya. Dengan cara selalu menempatkan al-quran dan sunah sebagai pedoman.
            Makna aqidah seringkali diabaikan oleh kebanyakan umat islam.Sedangkan aqidah itu sendiri merupakan komponen terpenting dalam suatu pembentukan pondasi keagamaan yang kuat. Seandainya pemahaman tentang akidah itu kurang maka keimanannya pun akan sedikit pula. Hal ini bisa terjadi karena umat islam tidak ada upaya untuk mencari kebenaran tentang akidah.Maka begitu mudahnya terjadi penyimpangan pemahaman tentang akidah.
            Aqidah bukanlah suatu ajaran yang berunsur paksaan, namun aqidah merupakan suatu sistem-sistem yang mengatur tentang segala urusan umat manusia. Dan aqidah berhubungan dengan ajaran islam yang lain seperti contohnya akhlak.
            Sedangkan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt wajib bersyukur kepada penciptanya dengan cara mematuhi segala apa yang sudah diperintahkan dan dilarang oleh Allah Swt.  Maka dari itu kebutuhan manusia terhadap aqidah sangatlah besar karena demi memenuhi hajat keimanannya terhadap sang Maha Kuasa.
           



1.2              Rumusan Masalah
            1.2.1    Apakah makna dari aqidah ?
            1.2.2    Apakah tujuan dari mempelajari aqidah?
            1.2.3    Bagaimanakah kebutuhan manusia terhadap aqidah ?
            1.2.4    Apakah ruang lingkup aqidah ?
            1.2.5    Bagaimana akibat penyimpangan aqidah ?


1.3       Tujuan
1.3.1    Agar kita mampu mengetahui secara benar makna akidah yang  sebenarnya
            1.3.2    Mengetahui tujuan secara tepat serta penerapannya
       1.3.3    Mengetahui seberapa pentingnya aqidah untuk dipelajari oleh umat    
manusia
          1.3.4    Mengetahui ruang lingkup aqidah
          1.3.5    Mengetahui akibat dari penyimpangan aqidah




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna ‘Aqidah
            Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan atau keimanan bukan pada perbuatan, seperti pada aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul.

Menurut Bahasa ( Etimologi ) :
Berasal dari Al-aqdu (اَلْعَقِيْدَةُ)  artinya ikatan yang kuat,bisa pula menjadi kepercayaan yang kokoh. Ikatan janji, terkadang juga disebut aqdun.
Aqidatan berarti keyakinan.

Menurut Istilah ( Terminologi ) :
Yaitu perkara yang dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang kokoh, yang tidak tercampur oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung oleh suatu keraguan apapun pada orang yang meyakininya.
·           Menurut hasan Al-Banna :“Aqa’id ( bentuk jamak dari aqidah ) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenangan jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercapur sedikitpun dengan keragu-raguan.
·           Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy : Aqidah adalah sejulah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fhitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.




            Sedangkan makna iman itu sendiri adalah pembenaran yang bersifat pasti (tashdiiqul jazm), yang sesuai dengan kenyataan, yang muncul dari adanya dalil/bukti. Bersifat pasti artinya tanpa keraguan sedikitpun di dalamnya. Sesuai dengan fakta artinya hal yang diimani tersebut memang benar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan (mis. keberadaan Allah, kebenaran Quran, wujud malaikat dll). Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu, tanpa dalil sebenarnya tidak akan ada pembenaran yang bersifat pasti .
Allah telah berfirman

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”(Q.S.Ar-rad :28)

Beberapa istilah tentang   aqidah
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu Iman dan Tauhid dan yang semakna dengan ilmu aqidah yaitu Ushuluddin, Ilmu Kalam dan Fikih Akbar.

*      Iman, mencakup semua permasalahan I’tiqadiyah dan mebenarkan didalam hati. Sesuatu yang diyakini oleh hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
*      Tauhid, Artinya mengesakan ( mengesakan Allah- Tauhidullah ). Ajaran atuhid adalah tema sentral aqidah dan iman, oleh karena itu aqidah dan iman diidentikkan juga dengan istilah tauhid.
*      Ushuluddin, Artinya pokok-pokok agama, yang mencakup rukun iman, rukun Islam dan apa-apa yang telah disepakati oleh para imam.
*      Ilmu Kalam, Artinya berbicara atau pembicaraan. Dapat dikatakan ilmu kalam karena banyak dan luasnya dialog dan perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal. Misalnya tentang Al-Quran apakah khaliq atau bukan, hadist atau qadim. Tentang takdir, apakh manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang yang berdosa besar kafir atau tidak. Pembicaraan atau perdebatan luas seperti itu terjadi setelah cara berpikir rasional dan filsafati mempengaruhi para pemikir dan ulam Islam.
*       Fikih Akbar, munculnya pemahaman ini bahwa tafqquh fiddin yang diperintahkan Allah SWT, dalamsurah At-Taubah ayat 12ing terhadap2.

            Aqidah merupakan salah satu hukum islam yang dapat terjangkau oleh akal. Baik berupa fakta maupun hal ghoib sekalipun. Aqidah merupakan keimanan yang kuat maka dari itu akidah mempunyai peran yang sangat penting terhadap manusia. Ketika dalam diri seseorang telah memiliki aqidah yang kuat maka dia akan mempunyai pola kehidupan kuat pula.Dengan kata lain apabila seorang manusia berjalan sesuai dengan fitrohnya maka akan muncul tatanan kehidupan yang kuat dan tidak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya.
            Dalam masalah aqidah haruslah mampu menunjukkan fakta sebagai sesuatu yang riil adanya. Ketika seorsng muslim berimsn akan adanya Allah, malaikat, kitab, rosul, qodlo / qodar dan hari akhir, maka kesempatan merupakan perkara yang ada dan nyata. Dan bisa dibuktikan kesemuanya lewat akal, sehingga dapat difahami dalam realitas kehidupan . Apabila pembenaran yang pasti tersebut tidak dapat menemukan realitasnya maka timbul keraguan sebagai keyakinannya menjadi hilang.
            Dalam contoh nyata, yaitu aqidah dan akhlaq, yang saling berkesinambungan dan menjalin suatu sistem yang konkrit. Keduanya merupakan suatu pola yang hidup, dan keyakinan yang ditanamkan merupakan pendidikan rohani dan moral kemanusiaan yang tiada tara.Serta mampu membangkitkan semangat manusia untuk memiliki moral sehat dan karakter yang terpuji.




2.2 Tujuan Mempelajari ‘Aqidah
a)      Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah kepada Allah  semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya.
b)      Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul karena jiwa yang kosong dari akidah. Dan orang yang jiwanya kosong dari akidah, terkadang ia menyembah (menjadi budak) materi yang nyata saja, dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.
c)       Ketenangan jiwa dan pikiran, terhindar dari kecemasan dalam jiwa dan kegoncangan pikiran. Karena akidah akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya, lalu meridhai Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat syari`at. Oleh karena itu jiwanya menerima takdir, dadanya lapang, menyerah lalu tidak mencari Tuhan pengganti.
d)     Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan dalam bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar akidah adalah mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan perbuatan.
e)      Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dan tidak melewatkan kesempatan beramal kebajikan, selalu digunakannya dengan baik untuk mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat dosa kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar akidah adalah mengimani hari berbangkit serta hari pembalasan terhadap seluruh perbuatan.
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 132).


Nabi Muhammad juga menghimbau untuk tujuan ini dalam sabdanya:
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka jaganlah engkau katakan , seandainya aku kerjakan begini dan begitu (tentu tidak akan jadi begini). Akan tetapi katakanlah , itu takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan. Sesungguhnya ucapan “andai begini, andai begitu” membuka kesempatan setan untuk menyesatkan.” ( HR. Muslim).
f)        Menciptakan umat yang kuat yang mengerahkan segala daya dan upaya untuk menegakkan agama Allah serta memperkuat tiang penyanggahnya tanpa peduli apa yang akan terjadi ketika menempuh jalan itu. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang –orang yang benar.” (QS. Al Hujurat: 15).
g)      Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
2.3 Kebutuhan Manusia Terhadap ‘Aqidah
            Seorang manusia harus mengetahui secara dini betapa pentingnya mempelajari aqidah. Hal ini dikarenakan aqidah merupakan komonen terpenting dari keimanan seseorang.Tanpa akidah seorang manusia tidak akan mempunyai tempat untuk berpijak.Dan nantinya membuat dia akan mudah terjatuh dan putus asa, serta menjadikannya manusia yang tidak ada gunanya.Karena di dalam realitas kehidupan manusia lebih cenderung lemah dan mudah tersingkir apabila dia tidak mempunyai landasan yang kuat begitu pula dengan sebaliknya.Adapung sesuai denga firman Allah Swt :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang paling baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An Nahl 97)

2.4 Ruang Lingkup ‘Aqidah
            Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.
Menurut sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi :
*      Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
*       Nubuwat,  yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
*       Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll
*        Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.


Tidak hanya diatas namun pembahasan Aqidah juga dapat mengikuti Arkanul iman yaitu :
1.      Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-sifatNya 
2.      Kepercayaan kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan Setan)
3.      Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada rasul
4.      Kepercayaan kepada Nabi dan Rasul
5.      Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu 
6.      Kepercayaan kepada takdir (qadha dan qadar) Allah.


2.5 Akibat Penyimpangan ‘Aqidah
            Secara garis besar, penyimpangan yang terjadi dalam bidang aqidah memiliki beberapa sebab yang melatarbelakanginya. Menurut Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan menjelaskan paling tidak ada 7 sebab seseorang terjatuh dalam penyimpangan Aqidah :

Pertama; Ketidak tahuan aqidah yang benar. Ketidaktahuan ini terjadi kerena mereka enggan dan tidak menaruh perhatian persoalan aqidah. Karena berbagai alasan, mereka tidak mau mempelajari aqidah yang benar. Sebagai akibatnya, mereka tidak mampu mengajarkan aqidah yang benar kepada anak-anak, keluarga, dan generasi penerus mereka. Akhirnya muncullah dibelakang mereka satu generasi yang tumbuh dalam kebodohan terhadap hakikat aqidah.
Seorang tidak mengetahui aqidah islam yang benar dan lurus, secara otomatis juga tidak mengetahui dan tidak bisa membedakan perkara-perkara yang bertentangan dengan aqidah islam. Akibatnya, kebenaran dan kebatilan bercampur aduk menjadi satu. Amat wajar bila akhirnya mereka menganggap kebenaran sebagai kebatilan dan menganggap kebatilan sebagai sesuatu yang benar.

Kedua, fanatisme buta terhadap ada istiadat nenek moyang dan berpegang teguh dengan tradisi  kolot mereka, meskipun mereka jelas-jelas mengetahui bahwa tradisi dan budaya tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka lebih bangga mengikuti budaya yang salah daripada mengikuti hidayah Allah yang datang kepada mereka. Allah Swt berfirman : “Dan jika dikatakan kepada mereka: “Ikutilah wahyu yang diturunkan oleh Allah!” Mereka menjawab, “Kami lebih memilih untuk mengikuti tradisi nenek moyang kami. (Apakah mereka akan tetap mengikuti tradisi nenek moyang mereka), sekalipun nenek moyang mereka tidak bisa berpikir dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah : 170).

Ketiga, Taklid buta terhadap semua perkataan manusia tanpa menggunakan ilmu  yang benar dan petunjuk wahyu. Segala pendapat dan keyakinan yang diajarkan oleh guru-guru dan pemimpin-pemimpin diikuti begitu saja, tanpa menimbang kesesuaiannya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketaatan secara membabi buta ini sangat bertentangan dengan perintah Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberdayakan akal dalam rangka memahami ayat-ayat Allah yang bersifat syar’iyah (Al-Qur’an dan As-Sunnah) maupun kauniyah (alam semesta).
Taklid buta terhadap pendapat para tokoh panutan tanpa mempunyai pengetahuan tentang dasarnya dan tanpa menimbang kesesuaiannya dengan syari’at, merupakan salah satu hal yang paling dikhawatirkan oleh Rasulullah akan menghancurkan umat islam. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits shahih;

وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَةِ  الْمُضلِّيْنَ
“Yang aku khawatirkan akan menimpa umatku, justru adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Abu Daud : Kitab Fitan No. 3710)

Keempat; Berlebih-lebihan dalam bersikap terhadap wali dan orang shalih diantara mereka. Terdorong oleh keinginan untuk memuliakan orang-orang shalih dan para wali sebagaimana umat islam terjatuh dalam sikap berlebih-lebihan dan keluar dari batas yang diperintahkan oleh syari’at. Mereka menyakini orang-orang shalih dan para wali tersebut adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan terhormat disisi Allah. Untuk itu, bila menginginkan permohonannya dikabulkan oleh Allah, bencana yang menimpa disingkirkan, dan kesulitan hidupnya dimudahkan, mereka harus menjadikan orang-orang shalih dan para wali tersebut sebagai perantara antara mereka dengan Allah.
            Keyakinan-keyakinan salah seperti ini akhirnya menumbuhkan kultus individu kepada para wali dan orang-orang shalih. Mereka lantas membangun tempat-tempat ibadah diatas kuburan orang-orang shalih, atau melaksanakan ritual ibadah di sisi kuburan mereka.
Secara perlahan dan bertahap, perbuatan mereka meningkat sampai taraf memohon dikabulkan kebutuhan dan dijauhkan dari marabahaya, kepada para wali dan orang-orang shalih yang telah mati tersebut. Tidak jauh berbeda dengan kesyirikan yang dahulu terhadap pada kaum nabi Nuh.
Rasulullah memperingatkan umat Islam agar tidak terjatuh kedalam jurang kesyirikan yang telah membenamkan kaum Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik umat-umat terdahulu ini. Rasulullah mengingatkan kita ketika Rasulullah mengalami sakit yang membawa kematian beliau, beliau menutupi wajahnya dengan selembar kain halus. Setiap kali wajah berliau tertutup kain, beliau lantas menyingkapnya. Dalam keadaan sakit parah seperti itu, beliau bersabda; “Laknat Allah menimpa kaum Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid tempat ibadah.” Nabi bersabda demikian agar umatnya tidak melakukan hal yang dilakukan oleh mereka kaum Yahudi dan Nasrani.

Kelima; Lalai dari mentadaburi ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauni maupun Qur’ani. Banyak manusia yang telah tenggelam dalam cinta dunia. Mereka menjadikan dunia sebagai segala-galanya, sehingga persoalan aqidah tidak mendapatkan perhatian sedikit pun. Benar dan salahnya aqidah, kokoh dan rapuhnya aqidah, sama sekali tidak ia pedulikan. Kalaupun mereka mengkaji berbagai fenomena yang terjadi di alam semesta ini, tujuannya adalah untuk penemuan ilmiah semata. Ujung-ujungnya adalah kebanggaan akan kemampuan akal pikiran mereka semata. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peradaban yang mereka capai, tidak mampu menghantarkan mereka untuk tunduk patuh dan bersimpuh dihadapan-Nya.

Keenam, Kekosongan atau minimnya sarana pembinaan aqidah yang seharusnya ditumbuhkan dan dikembangkan secara luas dan merata. Kurikulum pendidikan sejak jenjang TK hingga perguruan tinggi, kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan aqidah islam yang lurus, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali.
Sedangkan informasi, baik media cetak maupun media elektronik telah berubah menjadi saran penghancuran dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Media massa tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral, menanamkan aqidah yang lurus, serta menangkis aliran-aliran sesat.* (Anwar/Annajah)




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Aqidah adalah sesuatu perkara yang berperan sebagai pembenaran dari hati seorang manusia dan memperoleh ketenangan di dalamnya.Aqidah merupakan komponen terpenting dalam suatu keimanan seseorang. Tanpa tau makna aqidah yang sebenarnya maka seorang hamba akan mudah untuk disesatkan karena dia tidak mempunyai pondasi yang kuat.
            Dalam garis besarnya aqidah mempunyai fungsi untuk melindungi manusia dari segala sesuatu yang menyesatkan dan penyimpangan dalam menjalani hidup di dunia. Maka dari itu kebutuhan manusia terhadap akidah sangatlah besar dan bisa dibilang merupakn kebutuhan utama dari manusia.

3.2 Saran
Akidah hal yang terpenting dalam kehidupan, karena ia adalah pedoman atau kompas yang menjagadan menjamin bahtera hidup tetap dalam tujuannya.Oleh karenanya mempelajari dan mengamalkannya adalah sebuah keharusan.


DAFTAR PUSAKA

Daud Al i, Mohammad . 1998 . Pendidikan Agama Islam . Jakarta : PT  RajaGrafindo Persada
Shabir , Muslich . 1983 . Aqidah Islam menurut Ibnu Taymiyah . Jakarta : PT  ALMA’ARIF

Abdul Halim Mahmud , Ali . 1996 M . Karakteristik Umat Terbaik . Jakarta : Gema Insani Press

Hallo nama saya Siti Mukharomah, awalnya saya penasaran kenapa orang tua saya memberi nama demikian dan walaupun mungkin nama depan saya begitu pasaran yaitu “SITI”. Tapi bagaimanapun dibalik sebuah nama terselip sebuah arti , makna dan harapan tersendiri dari orangtua untuk diri saya dan masa depan saya. Walaupun nama saya terlihat ataupun terdengar seperti nama orang  jadul tapi saya bangga dengan nama saya. Kenapa??  Sebagaimana kita tahu, bahwa isteri Rasulullah SAW bernama Aisyah, Shofiyyah, dan Khadijah. Tapi kita sering mendengar dari sebagian ulama menyebut nama mereka dengan kata “SITI” di awal nama mereka (isteri-isteri rasulullah SAW). Sepengetahuan saya nama “SITI” hanyalah dikenal di Indonesia,  Singapura, dan Malaysia. Kalimat itu adalah singkatan dari kalimat “Sayyidati” yang dalam bahasa arab adalah “Sayyidati” merupakan arti dari nyonya atau bisa dikatakan itu sebuah panggilan atau tambahan untuk seseorang wanita yang di hormati pada kota tersebut (arab) kemudian “Sayyidati” biasa berubah menjadi “SITI”   dikarenakan lidah orang melayu berat mengucap kata sayyidati dan ringkas menjadi “SITI”. Namun saya tidak mengetahui siapa yang memulai untuk menambahkan nama “SITI” di awal nama para isteri-isteri nabi tersebut dan sejak kapan nama itu dipergunakan. Dari asal ungakapan tersebut yaitu “Sayyidati” yang berarti tuanku (untuk wanita)/tuan putri.  Saya merasa begitu bangga dan terkesan seperti wanita yang diagungkan dan di hormati tetapi bukan berarti sayamerasa bisa menjadi pemimpin ataupun memimpin para lelaki, karena sampai kapanpun pria lah yang akan memimpin dari wanita-wanitanya menuju jalan yang lebih baik.
Nah ... kagetnya tuh ternyata nama “SITI” mempunyai arti dari berbagai bahasa loooh J . Contohnya “SITI” dalam bahasa Mesir mempunyai arti “gadis” dan berarti “wanita” dalam bahasa Afrika, sedangkan dalam bahasa jawa mempunyai arti “Lemah”. So ,, kenapa lemah ?? lemah dalam bahasa indonesia adalah tanah. Jadi “SITI”adalah gelar kehormatan bagi wanita-wanita sholihah yang berhati tanah. Tanah yang rendah, hina, kotor, diinjak-injak. Tetapi bukan itu dan bukan untuk itu alasan kenapa para orangtua memberi nama “SITI” , terutama orangtua saya... lalu apa alasan untuk memberi nama demikian ??  Alasannya adalah tanah merupakan perlambang kokoh dan menjadi salah satu sumber bagi penghidupan makhluk di bumi ataupun menjadi tumpuan bagi bangunan yang terdapat di bumi. Namun sang tanah tidak akan pernah disanjung ataupun dipuji. Nah kali ini anda harus tau kenapa nama “SITI” banyak digunakan oleh orang jawa. Kenapa hayyo?? Hayyo kenapa ?? pikir sendiri. Wes ga bisa mikir gue J tanya pada orang jawa yang berpengalaman saja, saya masih belum berpengalaman . wkwkwkwk