Selasa, 30 Juni 2015

Ruang Lingkup Ajaran Agama Islam


BAB I
PENDAHULUAN

I.I         Latar Belakang

            Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Serta tak lupa sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad yang telah menuntun kita ke zaman yang terang benderang ini. Dan sepantasnya kita sebagai umat manusia wajib mensyukuri ni'mat yang telah diberikan kepada kita, dengan cara mematuhi segala yang diatur oleh Allah dan rosulnya. Dengan cara selalu menempatkan al-quran dan sunah sebagai pedoman.
            Makna aqidah seringkali diabaikan oleh kebanyakan umat islam.Sedangkan aqidah itu sendiri merupakan komponen terpenting dalam suatu pembentukan pondasi keagamaan yang kuat. Seandainya pemahaman tentang akidah itu kurang maka keimanannya pun akan sedikit pula. Hal ini bisa terjadi karena umat islam tidak ada upaya untuk mencari kebenaran tentang akidah.Maka begitu mudahnya terjadi penyimpangan pemahaman tentang akidah.
            Aqidah bukanlah suatu ajaran yang berunsur paksaan, namun aqidah merupakan suatu sistem-sistem yang mengatur tentang segala urusan umat manusia. Dan aqidah berhubungan dengan ajaran islam yang lain seperti contohnya akhlak.
            Sedangkan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt wajib bersyukur kepada penciptanya dengan cara mematuhi segala apa yang sudah diperintahkan dan dilarang oleh Allah Swt.  Maka dari itu kebutuhan manusia terhadap aqidah sangatlah besar karena demi memenuhi hajat keimanannya terhadap sang Maha Kuasa.
           



1.2              Rumusan Masalah
            1.2.1    Apakah makna dari aqidah ?
            1.2.2    Apakah tujuan dari mempelajari aqidah?
            1.2.3    Bagaimanakah kebutuhan manusia terhadap aqidah ?
            1.2.4    Apakah ruang lingkup aqidah ?
            1.2.5    Bagaimana akibat penyimpangan aqidah ?


1.3       Tujuan
1.3.1    Agar kita mampu mengetahui secara benar makna akidah yang  sebenarnya
            1.3.2    Mengetahui tujuan secara tepat serta penerapannya
       1.3.3    Mengetahui seberapa pentingnya aqidah untuk dipelajari oleh umat    
manusia
          1.3.4    Mengetahui ruang lingkup aqidah
          1.3.5    Mengetahui akibat dari penyimpangan aqidah




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna ‘Aqidah
            Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan atau keimanan bukan pada perbuatan, seperti pada aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul.

Menurut Bahasa ( Etimologi ) :
Berasal dari Al-aqdu (اَلْعَقِيْدَةُ)  artinya ikatan yang kuat,bisa pula menjadi kepercayaan yang kokoh. Ikatan janji, terkadang juga disebut aqdun.
Aqidatan berarti keyakinan.

Menurut Istilah ( Terminologi ) :
Yaitu perkara yang dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang kokoh, yang tidak tercampur oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung oleh suatu keraguan apapun pada orang yang meyakininya.
·           Menurut hasan Al-Banna :“Aqa’id ( bentuk jamak dari aqidah ) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenangan jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercapur sedikitpun dengan keragu-raguan.
·           Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy : Aqidah adalah sejulah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fhitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.




            Sedangkan makna iman itu sendiri adalah pembenaran yang bersifat pasti (tashdiiqul jazm), yang sesuai dengan kenyataan, yang muncul dari adanya dalil/bukti. Bersifat pasti artinya tanpa keraguan sedikitpun di dalamnya. Sesuai dengan fakta artinya hal yang diimani tersebut memang benar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan (mis. keberadaan Allah, kebenaran Quran, wujud malaikat dll). Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu, tanpa dalil sebenarnya tidak akan ada pembenaran yang bersifat pasti .
Allah telah berfirman

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”(Q.S.Ar-rad :28)

Beberapa istilah tentang   aqidah
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu Iman dan Tauhid dan yang semakna dengan ilmu aqidah yaitu Ushuluddin, Ilmu Kalam dan Fikih Akbar.

*      Iman, mencakup semua permasalahan I’tiqadiyah dan mebenarkan didalam hati. Sesuatu yang diyakini oleh hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
*      Tauhid, Artinya mengesakan ( mengesakan Allah- Tauhidullah ). Ajaran atuhid adalah tema sentral aqidah dan iman, oleh karena itu aqidah dan iman diidentikkan juga dengan istilah tauhid.
*      Ushuluddin, Artinya pokok-pokok agama, yang mencakup rukun iman, rukun Islam dan apa-apa yang telah disepakati oleh para imam.
*      Ilmu Kalam, Artinya berbicara atau pembicaraan. Dapat dikatakan ilmu kalam karena banyak dan luasnya dialog dan perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal. Misalnya tentang Al-Quran apakah khaliq atau bukan, hadist atau qadim. Tentang takdir, apakh manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang yang berdosa besar kafir atau tidak. Pembicaraan atau perdebatan luas seperti itu terjadi setelah cara berpikir rasional dan filsafati mempengaruhi para pemikir dan ulam Islam.
*       Fikih Akbar, munculnya pemahaman ini bahwa tafqquh fiddin yang diperintahkan Allah SWT, dalamsurah At-Taubah ayat 12ing terhadap2.

            Aqidah merupakan salah satu hukum islam yang dapat terjangkau oleh akal. Baik berupa fakta maupun hal ghoib sekalipun. Aqidah merupakan keimanan yang kuat maka dari itu akidah mempunyai peran yang sangat penting terhadap manusia. Ketika dalam diri seseorang telah memiliki aqidah yang kuat maka dia akan mempunyai pola kehidupan kuat pula.Dengan kata lain apabila seorang manusia berjalan sesuai dengan fitrohnya maka akan muncul tatanan kehidupan yang kuat dan tidak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya.
            Dalam masalah aqidah haruslah mampu menunjukkan fakta sebagai sesuatu yang riil adanya. Ketika seorsng muslim berimsn akan adanya Allah, malaikat, kitab, rosul, qodlo / qodar dan hari akhir, maka kesempatan merupakan perkara yang ada dan nyata. Dan bisa dibuktikan kesemuanya lewat akal, sehingga dapat difahami dalam realitas kehidupan . Apabila pembenaran yang pasti tersebut tidak dapat menemukan realitasnya maka timbul keraguan sebagai keyakinannya menjadi hilang.
            Dalam contoh nyata, yaitu aqidah dan akhlaq, yang saling berkesinambungan dan menjalin suatu sistem yang konkrit. Keduanya merupakan suatu pola yang hidup, dan keyakinan yang ditanamkan merupakan pendidikan rohani dan moral kemanusiaan yang tiada tara.Serta mampu membangkitkan semangat manusia untuk memiliki moral sehat dan karakter yang terpuji.




2.2 Tujuan Mempelajari ‘Aqidah
a)      Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah kepada Allah  semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya.
b)      Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul karena jiwa yang kosong dari akidah. Dan orang yang jiwanya kosong dari akidah, terkadang ia menyembah (menjadi budak) materi yang nyata saja, dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.
c)       Ketenangan jiwa dan pikiran, terhindar dari kecemasan dalam jiwa dan kegoncangan pikiran. Karena akidah akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya, lalu meridhai Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat syari`at. Oleh karena itu jiwanya menerima takdir, dadanya lapang, menyerah lalu tidak mencari Tuhan pengganti.
d)     Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan dalam bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar akidah adalah mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan perbuatan.
e)      Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dan tidak melewatkan kesempatan beramal kebajikan, selalu digunakannya dengan baik untuk mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat dosa kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar akidah adalah mengimani hari berbangkit serta hari pembalasan terhadap seluruh perbuatan.
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 132).


Nabi Muhammad juga menghimbau untuk tujuan ini dalam sabdanya:
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka jaganlah engkau katakan , seandainya aku kerjakan begini dan begitu (tentu tidak akan jadi begini). Akan tetapi katakanlah , itu takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan. Sesungguhnya ucapan “andai begini, andai begitu” membuka kesempatan setan untuk menyesatkan.” ( HR. Muslim).
f)        Menciptakan umat yang kuat yang mengerahkan segala daya dan upaya untuk menegakkan agama Allah serta memperkuat tiang penyanggahnya tanpa peduli apa yang akan terjadi ketika menempuh jalan itu. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang –orang yang benar.” (QS. Al Hujurat: 15).
g)      Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
2.3 Kebutuhan Manusia Terhadap ‘Aqidah
            Seorang manusia harus mengetahui secara dini betapa pentingnya mempelajari aqidah. Hal ini dikarenakan aqidah merupakan komonen terpenting dari keimanan seseorang.Tanpa akidah seorang manusia tidak akan mempunyai tempat untuk berpijak.Dan nantinya membuat dia akan mudah terjatuh dan putus asa, serta menjadikannya manusia yang tidak ada gunanya.Karena di dalam realitas kehidupan manusia lebih cenderung lemah dan mudah tersingkir apabila dia tidak mempunyai landasan yang kuat begitu pula dengan sebaliknya.Adapung sesuai denga firman Allah Swt :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang paling baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An Nahl 97)

2.4 Ruang Lingkup ‘Aqidah
            Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.
Menurut sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi :
*      Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
*       Nubuwat,  yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
*       Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll
*        Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.


Tidak hanya diatas namun pembahasan Aqidah juga dapat mengikuti Arkanul iman yaitu :
1.      Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-sifatNya 
2.      Kepercayaan kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan Setan)
3.      Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada rasul
4.      Kepercayaan kepada Nabi dan Rasul
5.      Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu 
6.      Kepercayaan kepada takdir (qadha dan qadar) Allah.


2.5 Akibat Penyimpangan ‘Aqidah
            Secara garis besar, penyimpangan yang terjadi dalam bidang aqidah memiliki beberapa sebab yang melatarbelakanginya. Menurut Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan menjelaskan paling tidak ada 7 sebab seseorang terjatuh dalam penyimpangan Aqidah :

Pertama; Ketidak tahuan aqidah yang benar. Ketidaktahuan ini terjadi kerena mereka enggan dan tidak menaruh perhatian persoalan aqidah. Karena berbagai alasan, mereka tidak mau mempelajari aqidah yang benar. Sebagai akibatnya, mereka tidak mampu mengajarkan aqidah yang benar kepada anak-anak, keluarga, dan generasi penerus mereka. Akhirnya muncullah dibelakang mereka satu generasi yang tumbuh dalam kebodohan terhadap hakikat aqidah.
Seorang tidak mengetahui aqidah islam yang benar dan lurus, secara otomatis juga tidak mengetahui dan tidak bisa membedakan perkara-perkara yang bertentangan dengan aqidah islam. Akibatnya, kebenaran dan kebatilan bercampur aduk menjadi satu. Amat wajar bila akhirnya mereka menganggap kebenaran sebagai kebatilan dan menganggap kebatilan sebagai sesuatu yang benar.

Kedua, fanatisme buta terhadap ada istiadat nenek moyang dan berpegang teguh dengan tradisi  kolot mereka, meskipun mereka jelas-jelas mengetahui bahwa tradisi dan budaya tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka lebih bangga mengikuti budaya yang salah daripada mengikuti hidayah Allah yang datang kepada mereka. Allah Swt berfirman : “Dan jika dikatakan kepada mereka: “Ikutilah wahyu yang diturunkan oleh Allah!” Mereka menjawab, “Kami lebih memilih untuk mengikuti tradisi nenek moyang kami. (Apakah mereka akan tetap mengikuti tradisi nenek moyang mereka), sekalipun nenek moyang mereka tidak bisa berpikir dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah : 170).

Ketiga, Taklid buta terhadap semua perkataan manusia tanpa menggunakan ilmu  yang benar dan petunjuk wahyu. Segala pendapat dan keyakinan yang diajarkan oleh guru-guru dan pemimpin-pemimpin diikuti begitu saja, tanpa menimbang kesesuaiannya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketaatan secara membabi buta ini sangat bertentangan dengan perintah Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberdayakan akal dalam rangka memahami ayat-ayat Allah yang bersifat syar’iyah (Al-Qur’an dan As-Sunnah) maupun kauniyah (alam semesta).
Taklid buta terhadap pendapat para tokoh panutan tanpa mempunyai pengetahuan tentang dasarnya dan tanpa menimbang kesesuaiannya dengan syari’at, merupakan salah satu hal yang paling dikhawatirkan oleh Rasulullah akan menghancurkan umat islam. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits shahih;

وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَةِ  الْمُضلِّيْنَ
“Yang aku khawatirkan akan menimpa umatku, justru adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Abu Daud : Kitab Fitan No. 3710)

Keempat; Berlebih-lebihan dalam bersikap terhadap wali dan orang shalih diantara mereka. Terdorong oleh keinginan untuk memuliakan orang-orang shalih dan para wali sebagaimana umat islam terjatuh dalam sikap berlebih-lebihan dan keluar dari batas yang diperintahkan oleh syari’at. Mereka menyakini orang-orang shalih dan para wali tersebut adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan terhormat disisi Allah. Untuk itu, bila menginginkan permohonannya dikabulkan oleh Allah, bencana yang menimpa disingkirkan, dan kesulitan hidupnya dimudahkan, mereka harus menjadikan orang-orang shalih dan para wali tersebut sebagai perantara antara mereka dengan Allah.
            Keyakinan-keyakinan salah seperti ini akhirnya menumbuhkan kultus individu kepada para wali dan orang-orang shalih. Mereka lantas membangun tempat-tempat ibadah diatas kuburan orang-orang shalih, atau melaksanakan ritual ibadah di sisi kuburan mereka.
Secara perlahan dan bertahap, perbuatan mereka meningkat sampai taraf memohon dikabulkan kebutuhan dan dijauhkan dari marabahaya, kepada para wali dan orang-orang shalih yang telah mati tersebut. Tidak jauh berbeda dengan kesyirikan yang dahulu terhadap pada kaum nabi Nuh.
Rasulullah memperingatkan umat Islam agar tidak terjatuh kedalam jurang kesyirikan yang telah membenamkan kaum Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik umat-umat terdahulu ini. Rasulullah mengingatkan kita ketika Rasulullah mengalami sakit yang membawa kematian beliau, beliau menutupi wajahnya dengan selembar kain halus. Setiap kali wajah berliau tertutup kain, beliau lantas menyingkapnya. Dalam keadaan sakit parah seperti itu, beliau bersabda; “Laknat Allah menimpa kaum Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid tempat ibadah.” Nabi bersabda demikian agar umatnya tidak melakukan hal yang dilakukan oleh mereka kaum Yahudi dan Nasrani.

Kelima; Lalai dari mentadaburi ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauni maupun Qur’ani. Banyak manusia yang telah tenggelam dalam cinta dunia. Mereka menjadikan dunia sebagai segala-galanya, sehingga persoalan aqidah tidak mendapatkan perhatian sedikit pun. Benar dan salahnya aqidah, kokoh dan rapuhnya aqidah, sama sekali tidak ia pedulikan. Kalaupun mereka mengkaji berbagai fenomena yang terjadi di alam semesta ini, tujuannya adalah untuk penemuan ilmiah semata. Ujung-ujungnya adalah kebanggaan akan kemampuan akal pikiran mereka semata. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peradaban yang mereka capai, tidak mampu menghantarkan mereka untuk tunduk patuh dan bersimpuh dihadapan-Nya.

Keenam, Kekosongan atau minimnya sarana pembinaan aqidah yang seharusnya ditumbuhkan dan dikembangkan secara luas dan merata. Kurikulum pendidikan sejak jenjang TK hingga perguruan tinggi, kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan aqidah islam yang lurus, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali.
Sedangkan informasi, baik media cetak maupun media elektronik telah berubah menjadi saran penghancuran dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Media massa tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral, menanamkan aqidah yang lurus, serta menangkis aliran-aliran sesat.* (Anwar/Annajah)




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Aqidah adalah sesuatu perkara yang berperan sebagai pembenaran dari hati seorang manusia dan memperoleh ketenangan di dalamnya.Aqidah merupakan komponen terpenting dalam suatu keimanan seseorang. Tanpa tau makna aqidah yang sebenarnya maka seorang hamba akan mudah untuk disesatkan karena dia tidak mempunyai pondasi yang kuat.
            Dalam garis besarnya aqidah mempunyai fungsi untuk melindungi manusia dari segala sesuatu yang menyesatkan dan penyimpangan dalam menjalani hidup di dunia. Maka dari itu kebutuhan manusia terhadap akidah sangatlah besar dan bisa dibilang merupakn kebutuhan utama dari manusia.

3.2 Saran
Akidah hal yang terpenting dalam kehidupan, karena ia adalah pedoman atau kompas yang menjagadan menjamin bahtera hidup tetap dalam tujuannya.Oleh karenanya mempelajari dan mengamalkannya adalah sebuah keharusan.


DAFTAR PUSAKA

Daud Al i, Mohammad . 1998 . Pendidikan Agama Islam . Jakarta : PT  RajaGrafindo Persada
Shabir , Muslich . 1983 . Aqidah Islam menurut Ibnu Taymiyah . Jakarta : PT  ALMA’ARIF

Abdul Halim Mahmud , Ali . 1996 M . Karakteristik Umat Terbaik . Jakarta : Gema Insani Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar