BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar
Belakang
Segala puji bagi Allah Swt yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Serta tak lupa
sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad yang telah
menuntun kita ke zaman yang terang benderang ini. Dan sepantasnya kita sebagai
umat manusia wajib mensyukuri ni'mat yang telah diberikan kepada kita, dengan cara
mematuhi segala yang diatur oleh Allah dan rosulnya. Dengan cara selalu
menempatkan al-quran dan sunah sebagai pedoman.
Makna aqidah seringkali diabaikan
oleh kebanyakan umat islam.Sedangkan aqidah itu sendiri merupakan komponen
terpenting dalam suatu pembentukan pondasi keagamaan yang kuat. Seandainya
pemahaman tentang akidah itu kurang maka keimanannya pun akan sedikit pula. Hal
ini bisa terjadi karena umat islam tidak ada upaya untuk mencari kebenaran
tentang akidah.Maka begitu mudahnya terjadi penyimpangan pemahaman tentang
akidah.
Aqidah bukanlah suatu ajaran yang
berunsur paksaan, namun aqidah merupakan suatu sistem-sistem yang mengatur
tentang segala urusan umat manusia. Dan aqidah berhubungan dengan ajaran islam
yang lain seperti contohnya akhlak.
Sedangkan manusia sebagai makhluk
ciptaan Allah Swt wajib bersyukur kepada penciptanya dengan cara mematuhi
segala apa yang sudah diperintahkan dan dilarang oleh Allah Swt. Maka dari itu kebutuhan manusia terhadap aqidah
sangatlah besar karena demi memenuhi hajat keimanannya terhadap sang Maha
Kuasa.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Apakah
makna dari aqidah ?
1.2.2 Apakah
tujuan dari mempelajari aqidah?
1.2.3 Bagaimanakah
kebutuhan manusia terhadap aqidah ?
1.2.4 Apakah
ruang lingkup aqidah ?
1.2.5 Bagaimana akibat penyimpangan aqidah ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Agar
kita mampu mengetahui secara benar makna akidah yang sebenarnya
1.3.2 Mengetahui
tujuan secara tepat serta penerapannya
1.3.3 Mengetahui
seberapa pentingnya aqidah untuk dipelajari oleh umat
manusia
1.3.4
Mengetahui
ruang lingkup aqidah
1.3.5 Mengetahui
akibat dari penyimpangan aqidah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna ‘Aqidah
Aqidah artinya ketetapan yang tidak
ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedangkan pengertian aqidah
dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan atau keimanan bukan
pada perbuatan, seperti pada aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul.
Menurut Bahasa ( Etimologi ) :
Berasal dari Al-aqdu (اَلْعَقِيْدَةُ) artinya ikatan yang kuat,bisa pula menjadi
kepercayaan yang kokoh. Ikatan janji, terkadang juga disebut aqdun.
Aqidatan berarti keyakinan.
Menurut Istilah ( Terminologi ) :
Yaitu perkara yang dibenarkan
oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan
yang kokoh, yang tidak tercampur oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata
lain, keimanan yang pasti tidak terkandung oleh suatu keraguan apapun pada orang
yang meyakininya.
·
Menurut hasan
Al-Banna :“Aqa’id ( bentuk jamak dari aqidah ) adalah beberapa perkara yang
wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenangan jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak bercapur sedikitpun dengan keragu-raguan.
·
Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy : Aqidah adalah sejulah kebenaran yang dapat diterima
secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fhitrah. Kebenaran itu
dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya
secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Sedangkan makna iman itu sendiri
adalah pembenaran yang bersifat pasti (tashdiiqul jazm), yang sesuai dengan
kenyataan, yang muncul dari adanya dalil/bukti. Bersifat pasti artinya tanpa
keraguan sedikitpun di dalamnya. Sesuai dengan fakta artinya hal yang diimani
tersebut memang benar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan (mis.
keberadaan Allah, kebenaran Quran, wujud malaikat dll). Muncul dari suatu dalil
artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu, tanpa dalil
sebenarnya tidak akan ada pembenaran yang bersifat pasti .
Allah telah berfirman
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ
أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”(Q.S.Ar-rad :28)
Beberapa istilah
tentang aqidah
Ada beberapa istilah lain yang
semakna atau hampir semakna dengan istilah aqidah, yaitu Iman dan Tauhid dan
yang semakna dengan ilmu aqidah yaitu Ushuluddin, Ilmu Kalam dan Fikih Akbar.
Iman, mencakup semua permasalahan I’tiqadiyah dan
mebenarkan didalam hati. Sesuatu yang diyakini oleh hati, diucapkan dengan
lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Tauhid, Artinya mengesakan ( mengesakan Allah-
Tauhidullah ). Ajaran atuhid adalah tema sentral aqidah dan iman, oleh karena
itu aqidah dan iman diidentikkan juga dengan istilah tauhid.
Ushuluddin, Artinya pokok-pokok agama, yang mencakup
rukun iman, rukun Islam dan apa-apa yang telah disepakati oleh para imam.
Ilmu Kalam, Artinya berbicara atau pembicaraan. Dapat
dikatakan ilmu kalam karena banyak dan luasnya dialog dan perdebatan yang
terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal. Misalnya
tentang Al-Quran apakah khaliq atau bukan, hadist atau qadim. Tentang takdir,
apakh manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang yang berdosa besar
kafir atau tidak. Pembicaraan atau perdebatan luas seperti itu terjadi setelah
cara berpikir rasional dan filsafati mempengaruhi para pemikir dan ulam Islam.
Fikih Akbar, munculnya pemahaman ini bahwa tafqquh
fiddin yang diperintahkan Allah SWT, dalamsurah At-Taubah ayat 12ing terhadap2.
Aqidah
merupakan salah satu hukum islam yang dapat terjangkau oleh akal. Baik berupa
fakta maupun hal ghoib sekalipun. Aqidah merupakan keimanan yang kuat maka dari
itu akidah mempunyai peran yang sangat penting terhadap manusia. Ketika dalam
diri seseorang telah memiliki aqidah yang kuat maka dia akan mempunyai pola
kehidupan kuat pula.Dengan kata lain apabila seorang manusia berjalan sesuai
dengan fitrohnya maka akan muncul tatanan kehidupan yang kuat dan tidak mudah
putus asa dalam menjalani hidupnya.
Dalam
masalah aqidah haruslah mampu menunjukkan fakta sebagai sesuatu yang riil
adanya. Ketika seorsng muslim berimsn akan adanya Allah, malaikat, kitab,
rosul, qodlo / qodar dan hari akhir, maka kesempatan merupakan perkara yang ada
dan nyata. Dan bisa dibuktikan kesemuanya lewat akal, sehingga dapat difahami
dalam realitas kehidupan . Apabila pembenaran yang pasti
tersebut tidak dapat menemukan realitasnya maka
timbul keraguan sebagai keyakinannya menjadi hilang.
Dalam
contoh nyata, yaitu aqidah dan akhlaq, yang saling berkesinambungan dan
menjalin suatu sistem yang konkrit. Keduanya merupakan suatu pola yang hidup,
dan keyakinan yang ditanamkan merupakan pendidikan rohani dan moral kemanusiaan
yang tiada tara.Serta mampu membangkitkan semangat manusia untuk memiliki moral
sehat dan karakter yang terpuji.
2.2 Tujuan Mempelajari ‘Aqidah
a) Untuk
mengikhlaskan niat dan ibadah kepada Allah semata. Karena Dia adalah
pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan
hanya kepada-Nya.
b) Membebaskan
akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul karena jiwa yang kosong dari
akidah. Dan orang yang jiwanya kosong dari akidah, terkadang ia menyembah
(menjadi budak) materi yang nyata saja, dan adakalanya terjatuh pada berbagai
kesesatan akidah dan khurafat.
c) Ketenangan jiwa dan pikiran, terhindar dari
kecemasan dalam jiwa dan kegoncangan pikiran. Karena akidah akan menghubungkan
orang mukmin dengan Penciptanya, lalu meridhai Dia sebagai Tuhan yang mengatur,
Hakim yang membuat syari`at. Oleh karena itu jiwanya menerima takdir, dadanya
lapang, menyerah lalu tidak mencari Tuhan pengganti.
d) Meluruskan
tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan dalam
bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar akidah adalah mengimani
para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan
perbuatan.
e) Bersungguh-sungguh
dalam segala sesuatu dan tidak melewatkan kesempatan beramal kebajikan, selalu
digunakannya dengan baik untuk mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat
dosa kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar
akidah adalah mengimani hari berbangkit serta hari pembalasan terhadap seluruh
perbuatan.
“Dan
masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan yang
dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS.
Al An’am: 132).
Nabi Muhammad juga menghimbau untuk tujuan ini dalam
sabdanya:
“Orang
mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah
terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan kepada Allah
dan janganlah lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka jaganlah engkau katakan
, seandainya aku kerjakan begini dan begitu (tentu tidak akan jadi begini).
Akan tetapi katakanlah , itu takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki Dia
lakukan. Sesungguhnya ucapan “andai begini, andai begitu” membuka kesempatan
setan untuk menyesatkan.” ( HR. Muslim).
f)
Menciptakan umat yang kuat yang mengerahkan
segala daya dan upaya untuk menegakkan agama Allah serta memperkuat tiang
penyanggahnya tanpa peduli apa yang akan terjadi ketika menempuh jalan itu. Allah
berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang –orang yang benar.” (QS.
Al Hujurat: 15).
g) Meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki pribadi-pribadi maupun
kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
2.3 Kebutuhan Manusia Terhadap ‘Aqidah
Seorang
manusia harus mengetahui secara dini betapa pentingnya mempelajari aqidah. Hal
ini dikarenakan aqidah merupakan komonen terpenting dari keimanan
seseorang.Tanpa akidah seorang manusia tidak akan mempunyai tempat untuk
berpijak.Dan nantinya membuat dia akan mudah terjatuh dan putus asa, serta
menjadikannya manusia yang tidak ada gunanya.Karena di dalam realitas kehidupan
manusia lebih cenderung lemah dan mudah tersingkir apabila dia tidak mempunyai
landasan yang kuat begitu pula dengan sebaliknya.Adapung sesuai denga firman
Allah Swt :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik
lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang paling baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (QS. An Nahl
97)
2.4 Ruang
Lingkup ‘Aqidah
Aqidah
Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut
Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan
Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid
menjadi inti rukun iman.
Menurut sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi :
Menurut sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi :
Ilahiyat,
yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Tuhan (Allah),
seperti wujud Allah, sifat Allah dll
Nubuwat, yaitu pembahsan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai
kitab-kitab Allah dll
Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan alam metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll
Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam
barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.
Tidak hanya diatas namun
pembahasan Aqidah juga dapat mengikuti Arkanul iman yaitu :
1.
Kepercayaan
akan adanya Allah dan segala sifat-sifatNya
2.
Kepercayaan
kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti
Jin, iblis dan Setan)
3.
Kepercayaan
kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada rasul
4.
Kepercayaan
kepada Nabi dan Rasul
5.
Kepercayaan
kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu
6.
Kepercayaan
kepada takdir (qadha dan qadar) Allah.
2.5
Akibat Penyimpangan ‘Aqidah
Secara
garis besar, penyimpangan yang terjadi dalam bidang aqidah memiliki beberapa
sebab yang melatarbelakanginya. Menurut Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al
Fauzan menjelaskan paling tidak ada 7 sebab seseorang terjatuh dalam
penyimpangan Aqidah :
Pertama; Ketidak tahuan aqidah yang benar.
Ketidaktahuan ini terjadi kerena mereka enggan dan tidak menaruh perhatian
persoalan aqidah. Karena berbagai alasan, mereka tidak mau mempelajari aqidah
yang benar. Sebagai akibatnya, mereka tidak mampu mengajarkan aqidah yang benar
kepada anak-anak, keluarga, dan generasi penerus mereka. Akhirnya muncullah
dibelakang mereka satu generasi yang tumbuh dalam kebodohan terhadap hakikat
aqidah.
Seorang tidak mengetahui aqidah
islam yang benar dan lurus, secara otomatis juga tidak mengetahui dan tidak bisa
membedakan perkara-perkara yang bertentangan dengan aqidah islam. Akibatnya,
kebenaran dan kebatilan bercampur aduk menjadi satu. Amat wajar bila akhirnya
mereka menganggap kebenaran sebagai kebatilan dan menganggap kebatilan sebagai
sesuatu yang benar.
Kedua, fanatisme buta terhadap ada
istiadat nenek moyang dan berpegang teguh dengan tradisi kolot mereka,
meskipun mereka jelas-jelas mengetahui bahwa tradisi dan budaya tersebut
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka lebih bangga mengikuti
budaya yang salah daripada mengikuti hidayah Allah yang datang kepada mereka.
Allah Swt berfirman : “Dan jika dikatakan kepada mereka: “Ikutilah wahyu yang
diturunkan oleh Allah!” Mereka menjawab, “Kami lebih memilih untuk mengikuti
tradisi nenek moyang kami. (Apakah mereka akan tetap mengikuti tradisi nenek
moyang mereka), sekalipun nenek moyang mereka tidak bisa berpikir dan tidak
mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah : 170).
Ketiga, Taklid buta terhadap semua
perkataan manusia tanpa menggunakan ilmu yang benar dan petunjuk wahyu.
Segala pendapat dan keyakinan yang diajarkan oleh guru-guru dan
pemimpin-pemimpin diikuti begitu saja, tanpa menimbang kesesuaiannya dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketaatan secara membabi buta ini sangat bertentangan
dengan perintah Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberdayakan akal dalam rangka
memahami ayat-ayat Allah yang bersifat syar’iyah (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
maupun kauniyah (alam semesta).
Taklid buta terhadap pendapat
para tokoh panutan tanpa mempunyai pengetahuan tentang dasarnya dan tanpa
menimbang kesesuaiannya dengan syari’at, merupakan salah satu hal yang paling
dikhawatirkan oleh Rasulullah akan menghancurkan umat islam. Sebagaimana
disebutkan
dalam hadits shahih;
وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي
الأَئِمَةِ الْمُضلِّيْنَ
“Yang aku khawatirkan akan
menimpa umatku, justru adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Abu Daud :
Kitab Fitan No. 3710)
Keempat; Berlebih-lebihan dalam bersikap
terhadap wali dan orang shalih diantara mereka. Terdorong oleh keinginan untuk
memuliakan orang-orang shalih dan para wali sebagaimana umat islam terjatuh
dalam sikap berlebih-lebihan dan keluar dari batas yang diperintahkan oleh
syari’at. Mereka menyakini orang-orang shalih dan para wali tersebut adalah
orang-orang yang mempunyai kedudukan terhormat disisi Allah. Untuk itu, bila
menginginkan permohonannya dikabulkan oleh Allah, bencana yang menimpa
disingkirkan, dan kesulitan hidupnya dimudahkan, mereka harus menjadikan
orang-orang shalih dan para wali tersebut sebagai perantara antara mereka
dengan Allah.
Keyakinan-keyakinan
salah seperti ini akhirnya menumbuhkan kultus individu kepada para wali dan
orang-orang shalih. Mereka lantas membangun tempat-tempat ibadah diatas kuburan
orang-orang shalih, atau melaksanakan ritual ibadah di sisi kuburan mereka.
Secara perlahan dan bertahap,
perbuatan mereka meningkat sampai taraf memohon dikabulkan kebutuhan dan
dijauhkan dari marabahaya, kepada para wali dan orang-orang shalih yang telah
mati tersebut. Tidak jauh berbeda dengan kesyirikan yang dahulu terhadap pada
kaum nabi Nuh.
Rasulullah memperingatkan umat
Islam agar tidak terjatuh kedalam jurang kesyirikan yang telah membenamkan kaum
Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik umat-umat terdahulu ini. Rasulullah
mengingatkan kita ketika Rasulullah mengalami sakit yang membawa kematian
beliau, beliau menutupi wajahnya dengan selembar kain halus. Setiap kali wajah
berliau tertutup kain, beliau lantas menyingkapnya. Dalam keadaan sakit parah
seperti itu, beliau bersabda; “Laknat Allah menimpa kaum Yahudi dan Nasrani,
karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid tempat
ibadah.” Nabi bersabda demikian agar umatnya tidak melakukan hal yang dilakukan
oleh mereka kaum Yahudi dan Nasrani.
Kelima; Lalai dari mentadaburi ayat-ayat
Allah, baik yang bersifat kauni maupun Qur’ani. Banyak manusia yang telah
tenggelam dalam cinta dunia. Mereka menjadikan dunia sebagai segala-galanya,
sehingga persoalan aqidah tidak mendapatkan perhatian sedikit pun. Benar dan
salahnya aqidah, kokoh dan rapuhnya aqidah, sama sekali tidak ia pedulikan.
Kalaupun mereka mengkaji berbagai fenomena yang terjadi di alam semesta ini,
tujuannya adalah untuk penemuan ilmiah semata. Ujung-ujungnya adalah kebanggaan
akan kemampuan akal pikiran mereka semata. Kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan peradaban yang mereka capai, tidak mampu menghantarkan mereka
untuk tunduk patuh dan bersimpuh dihadapan-Nya.
Keenam, Kekosongan atau minimnya sarana
pembinaan aqidah yang seharusnya ditumbuhkan dan dikembangkan secara luas dan
merata. Kurikulum pendidikan sejak jenjang TK hingga perguruan tinggi,
kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan aqidah
islam yang lurus, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali.
Sedangkan informasi, baik media
cetak maupun media elektronik telah berubah menjadi saran penghancuran dan
perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi
dan hiburan semata. Media massa tidak memperhatikan hal-hal yang dapat
meluruskan moral, menanamkan aqidah yang lurus, serta menangkis aliran-aliran
sesat.* (Anwar/Annajah)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aqidah
adalah sesuatu perkara yang berperan sebagai pembenaran dari hati seorang
manusia dan memperoleh ketenangan di dalamnya.Aqidah merupakan komponen terpenting
dalam suatu keimanan seseorang. Tanpa tau makna aqidah yang sebenarnya maka
seorang hamba akan mudah untuk disesatkan karena dia tidak mempunyai pondasi
yang kuat.
Dalam garis besarnya aqidah mempunyai fungsi untuk
melindungi manusia dari segala sesuatu yang menyesatkan dan penyimpangan dalam
menjalani hidup di dunia. Maka dari itu kebutuhan manusia
terhadap akidah sangatlah besar dan bisa dibilang merupakn kebutuhan utama dari
manusia.
3.2 Saran
Akidah
hal yang terpenting dalam kehidupan, karena ia adalah pedoman atau kompas yang
menjagadan menjamin bahtera hidup tetap dalam tujuannya.Oleh
karenanya mempelajari dan mengamalkannya adalah sebuah keharusan.
DAFTAR
PUSAKA
Daud Al i, Mohammad . 1998 .
Pendidikan Agama Islam . Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada
Shabir , Muslich . 1983 . Aqidah
Islam menurut Ibnu Taymiyah . Jakarta : PT
ALMA’ARIF
Abdul Halim Mahmud , Ali . 1996 M
. Karakteristik Umat Terbaik . Jakarta : Gema Insani Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar