Dengan
mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami sebagai penulis
berbahagia, karena dapat menulis makalah tentang “Kebijakan Umum Pembinaan dan
Pengembangan Guru”. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu, hal
ini tidak lain karena dukungan dari berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan
terima kasih, terutama kepada Dr. H. Sukidin, M.Pd selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan M. Zulianto, S.Pd., M.Pd., sebagai
pembimbing dalam mata kuliah Profesi Kependidikan serta semua pihak yang telah
membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
Penulis
berharap makalah ini dapat digunakan oleh para pembaca sebagai bahan acuan
untuk mengetahui tentang peran pemerintah dalam mencerdaskan bangsa dengan
wujudkan guru yang profesional. Untuk mewujudkan guru yang profesional
diperlukan adanya kebijakan umum tentang pembinaan dan pengembangan profesi
guru sebagai. Penulisan makalah ini juga dapat dijadikan rujukan untuk
mengadakan penulisan lanjut yang lebih detail.
Makalah
ini kami
curahkan sebagai penulisan
tentang “Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Guru” sebagai penyalesaian
tugas mata kuliah Profesi Kependidikan. Semoga makalah
ini menjadi sebuah bentuk nyata kami
sebagai calon
guru dalam mengetahui cara-cara menjadi guru yang profesional serta mengikuti
segala kebijakan umum pembinaan dan pengembangan guru kelak. Penulis begitu
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar nantinya penulis
dapat menyajikan tulisan yang lebih baik lagi. Akhirnya
penulis berharap agar makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jember, 01
Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Setiap bangsa, termasuk
Indonesia, profesi guru mempunyai makna strategis karena penyandangnya
mengemban tugas sejati bagi proses belajar terhadap kemanusiaan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembangun karakter bangsa. Makna strategis
guru sekaligus meniscayakan pengakuan guru sebagai profesi. Lahirnya
Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, merupakan bentuk
nyata pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Di dalam UU No. 14
Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai implikasi dari UU
No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk mendapatkan
Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh
program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai
dengan tahun 2015. Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru
secara lateral memunculkan banyak gagasan. Pertama, diperlukan kapasitas
ekstra untuk menyediakan guru yang profesional sejati dalam jumlah yang cukup,
sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah mendapat layanan pendidikan
dan pembelajaran yang baik. Kedua, regulasi yang implementasinya taat
asas dalam penempatan dan penugasan guru agar tidak terjadi diskriminasi akses
layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar wilayah
negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di
daerah-daerah yang penuh konflik. Ketiga, komitmen guru untuk mewujudkan
hak semua warga negara atas pendidikan yang berkualitas melalui pendanaan dan
pengaturan negara atas sistem pendidikan. Keempat, meningkatkan
kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya melalui
penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka.Kelima,
menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan
dan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status
perkawinan, kekurangmampuan, orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik
atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adat istiadat, serta
mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya
komunitas. Keenam, mendorong demokrasi, pembangunan berkelanjutan,
perdagangan yang fair, layanan sosial dasar, kesehatan dan keamanan, melalui
solidaritas dan kerjasama di antara anggota organisasi guru di mancanegara,
gerakan organisasi kekaryaan internasional, dan masyarakat madani. Oleh karena
itu, diperlukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan pengembangan profesi guru.
Hal ini ditunjukkan oleh adanya, makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang
atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen,
pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan
kualifikasi dan kompetensi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan
perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah
khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu,
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan selalu berusaha untuk menyempurnakan
kebijakan di bidang pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Berdasarkan
latar belakang di atas, masalah dapat dirumuskan seperti berikut ini:
1) bagaimana
tahap-tahap dalam mewujudkan guru profesional ?
2) bagaimana
alur pengembangan profesi dan karir ?
3) bagaimana
pembinaan dan pengembangan profesi guru ?
4)
bagaimana kebijakan pemerataan guru ?
Sesuai
dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
sebagai berikut:
1) mengetahui
tahap-tahap dalam mewujudkan guru profesional
2) mengetahui
alur pengembangan profesi dan karir
3) mengetahui
pembinaan dan pengembangan profesi guru
4) mengetahui
kebijakan pemerataan guru
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Tahap-Tahap dalam Mewujudkan Guru Profesional
Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, (UU RI No.
14 Th. 2005 Pasal 1). Seperti halnya yang dikatakan Soetjipto dan Kosasi
(2007:42), guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di
masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi
panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Oleh karena itu, dalam
mewujudkan pendidik yang profesional diperlukan tahapan-tahapan, diantaranya
yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula
berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan
(4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani.
Berkaitan dengan
penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan
guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku
ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua
produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah
perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan
program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan
ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi
akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang
guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai guru
profesional.
UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa
ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan
nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh
dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan
bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin
didasari atas kuota kebutuhan formasi. Khusus untuk pendidikan profesi guru,
beberapa amanat penting yang dapat dijalankan, diantaranya yaitu:
1) peserta
pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV
2) sertifikat
pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah
3) sertifikasi
pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan
akuntabel
4) jumlah
peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri
5) program
pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik
6) uji
kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai
dengan standar kompetensi
7) ujian
tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan
atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar;
(2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata
pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3)
konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual
menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang
diampunya
8) ujian
kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 7 pembelajaran yang mencerminkan
penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial pada
satuan pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14
Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya
seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan
memiliki sertifikat pendidiklah yang “legal” direkruit sebagai guru. Jika regulasi
ini dipatuhi secara taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guru yang
direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah
standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru,
yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon
pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh
ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka
masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Ketika
menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh
mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap
menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah
pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan
menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor
sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum
dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program
induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang
harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai
guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning
teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau
satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas
pendidikan dan pembelajaran secara mandiri. Kebijakan ini memperoleh legitimasi
akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara.
Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika menghadapi
realitas dunia kerja, suasananya akan lain.
Persoalan mengajar
bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana
mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat
ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di
dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang tidak dibahas
secara detail di dalam buku ini. Ketika guru selesai menjalani proses induksi
dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional,
profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak
berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar esensi pembinaan dan pengembangan
profesional guru tetap berjalan. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa
institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang dan studi banding
adalah penting. Menurut Soetjipto dan Kosasi (1999:54), peningkatan
pengembangan sikap profesional dapat dapat dilakukan dengan cara formal melalui
kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar atau kegiatan ilmiah lainnya,
ataupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah
maupun publikasi lainnya. Hal ini dikarenakan, secara umum guru pemula masih
memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses pengetahuan
mengajar.
2.2
Alur Pengembangan Profesi dan Karir
Saat ini,
pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional semakin nyata. Pengakuan
atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat
dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Pengadaan tenaga kependidikan yang diperlukan, baik guru maupuntenaga
pembina dan tenaga penunjang lainnya, hendaknya dipikirkan secara matang dari
segi jemlah dan mutunya, Gunawan (1995:119). Aktualitas tugas dan fungsi penyandang
profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip:
1) memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
2) memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia
3) memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
4) memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
5) memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6) memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
7) memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat
8) memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
9) memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang
profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya. Dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup:
1) guru,
baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan
konseling atau konselor
2) guru
dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah
3) guru
dalam jabatan pengawas.
Dengan demikian, diharapkan terjadi
sinergi di dalam pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan. Selama
menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi
atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang
terus-menerus agar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru tetap memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan
IPTEK.
Peraturan Pemerintah
(PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi
guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan
peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau
D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan
dan/atau program pendidikan nonkependidikan yang terakreditasi. Pengembangan
dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan
dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan dan
peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka
kredit jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi
pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan
karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola
pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan dapat
menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir
guru. Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi
dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di
kelas dan di luar kelas. Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas
ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan
kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru.
terdapat dua alur
pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan
profesi dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi
guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui jabatan fungsional. Semua guru memiliki hak yang sama untuk
mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi. Program ini berfokus
pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru akan program
pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud dikelompokkan
ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks pembelajaran, penguatan
penguasaan materi, pengembangan metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan pengalaman
tentang teori-teori terkini. Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat
dilakukan oleh institusi pemerintah, lembaga pelatihan (training provider)
nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di tingkat satuan
pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti,
koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan
ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran,
desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan
dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi
program sejenis. Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah,
yaitu penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari
pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak guru. Dalam kerangka
pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah peningkatan
karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama,
kenaikan pangkat dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan
pangkat karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa
.
2.3
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Kebijakan
pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara berkelanjutan,
dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru,
rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga
menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara
terus-menerus. Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya
adalah guru yang di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat
otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan
uji kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan
penilaian kinerja dan uji kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil
dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah
satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil penilaian
kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program
peningkatan kompetensi guru. Penilaian kinerja guru (teacher performance
appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program
peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja dimaksudkan
untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran.
Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan
guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang
studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara
periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi
pengembangannya Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun
perlu diketahui tingkat kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kondisi nyata guru dalam proses
pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil
kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya.
Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah
guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan.
Dengan demikian, kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan
empiris yang kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus
pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Kebijakan pembinaan dan
pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu disertai
dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan
guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru,
memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan,
rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi,
peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan
perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah
khusus.
2.4
Kebijakan Pemerataan Guru
Dalam Peraturan bersama
Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan
Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal
2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
1) kebijakan
standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan,
antar jenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional
mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan
guru PNS pada provinsi yang berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan
Kepegawaian Negara (BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di
daerah dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan
Menteri Agama
2) Menteri
Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya
3) Menteri
Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antar jenis pendidikan
untuk memenuhi standarisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian
kinerja pemerintah daerah
4) Menteri
Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan PNS secara nasional
melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan
negara
5) Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
melalui penetapan formasi guru PNS.
Untuk daerah provinsi
atau kabupaten/ kota, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya
membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan,
antar jenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab
masing-masing. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru,
gubernur bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang kelebihan atau
kekurangan guru PNS. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan
penataan dan pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis
pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Gubernur
mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan
guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah
kerjanya sesuai dengan kewenangannya. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan
memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan
pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai
dengan kewenangannya. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan
guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan dan pemerataan
antarkabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. Penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan didasarkan
pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standardisasi
teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Analisis kebutuhan
disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri Pendidikan
Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan diteruskan
ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, dan Menteri Keuangan. Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan
pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi merupakan bagian integral yang
tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan guru, khususnya guru
PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib memantau
dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan kewenangan
masing-masing.Sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan
guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di
kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya. Termasuk
dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma umum
pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini:
1) secara
umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh
Menteri Dalam Negeri
2) secara
teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan
Nasional
3) Menteri
Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan
Kementerian Agama
4) Gubernur
melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan
guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di
pemerintah kabupaten/kota.
Pendanaan penataan dan
pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, antar jenis
pendidikan, atau antar provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan
antarkabupaten/kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi.
Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan,
antar jenjang, atau antar jenis pendidikan antar kabupaten/kota, atau antar
provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota. Pelaksanaan pelaporan
penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini.
1) Bupati/Walikota
membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan
pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayahnya
danmenyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan.
KemudianGubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan
perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan
Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama
sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Maret tahun
berjalan
2) Bupati/Walikota
membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan
pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayahnya dan
menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan.
Kemudian Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS
kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing
paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri,
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan
Menteri Keuangan
3) Menteri
Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan
Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan
4) Berdasarkan
laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari
Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan
evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara
nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan
5) Hasil
evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan,
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan
Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan.
Sanksi bagi pihak-pihak
yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial
fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai
dengan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau
Gubernur yang tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis
pendidikan di daerahnya
2) atas
dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
3) atas
dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan
penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4) atas
dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian
kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru
PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis data yang telah dikemukakan pada BAB II, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1) untuk
mewujudkan pendidik yang profesional diperlukan tahapan-tahapan, diantaranya
yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula
berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan
(4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani
2) pembinaan
dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan
karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi
3) kebijakan
pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara berkelanjutan,
dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru,
rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga
menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara
terus-menerus
4) dalam
Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag
tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, penataan dan
pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antarjenis
pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Sedangkan
untuk daerah provinsi atau kabupaten/ kota, Gubernur atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru
PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antarjenis pendidikan yang
menjadi tanggung jawab masing-masing.
3.2
Saran
Penulis
mengharapkan bahwa hasil penulisan ini, dapat memberikan manfaaat dan
kontribusi yang besar bagi berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan selesainya penulisan ini, maka
penulis merasa perlu menyampaikan saran yaitu:
1)
menjadi
guru merupakan suatu profesi yang mulia, namun untuk menjadi guru yang
profesional, bagi calon guru diperlukan menyelesaikan jenjang pendidikan di
perguruan tinggi serta mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan nantinya,
karena menjadi guru bukanlah semudah membalik telapak tangan
2)
apabila
kelak sudah menjadi guru profesional hendaknya tidak melupakan hak dan
kewajiban sebagai guru untuk mengikuti berbagai kebijakan-kebijakan dalam
pembinaan dan pengembangan guru yang diadakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
LAMPIRAN
Gunawan. 1995. Kebijakan-Kebijakan
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Mahsunah, Diah, dkk. 2012. Bahan Ajar PLPG (Kebijakan Pengembangan Profesi Guru). http://psg15.um.ac.id/wp-content/uploads/2012/05/Materi-KPPG.pdf, diakses pada tanggal 01 Mei 2015
pada pukul 12.12 WIB
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Sudibyo, Bambang. 2014. Undang-Undang
Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005). Jakarta: Sinar Grafika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar