Rabu, 01 Juli 2015

Pengembangan dan Pembinaan Profesi Guru


Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami sebagai penulis berbahagia, karena dapat menulis makalah tentang “Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Guru”. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu, hal ini tidak lain karena dukungan dari berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan terima kasih, terutama kepada Dr. H. Sukidin, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan M. Zulianto, S.Pd., M.Pd., sebagai pembimbing dalam mata kuliah Profesi Kependidikan serta semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
Penulis berharap makalah ini dapat digunakan oleh para pembaca sebagai bahan acuan untuk mengetahui tentang peran pemerintah dalam mencerdaskan bangsa dengan wujudkan guru yang profesional. Untuk mewujudkan guru yang profesional diperlukan adanya kebijakan umum tentang pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagai. Penulisan makalah ini juga dapat dijadikan rujukan untuk mengadakan penulisan lanjut yang lebih detail.
Makalah ini kami curahkan sebagai penulisan tentang “Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Guru” sebagai penyalesaian tugas mata kuliah Profesi Kependidikan. Semoga makalah ini menjadi sebuah bentuk nyata kami sebagai calon guru dalam mengetahui cara-cara menjadi guru yang profesional serta mengikuti segala kebijakan umum pembinaan dan pengembangan guru kelak. Penulis begitu menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar nantinya penulis dapat menyajikan tulisan yang lebih baik lagi. Akhirnya penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

                                                                           Jember, 01 Maret 2015

Penulis
DAFTAR ISI

BAB III PENUTUP. 16






PENDAHULUAN

Setiap bangsa, termasuk Indonesia, profesi guru mempunyai makna strategis karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses belajar terhadap kemanusiaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembangun karakter bangsa. Makna strategis guru sekaligus meniscayakan pengakuan guru sebagai profesi. Lahirnya Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, merupakan bentuk nyata pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015. Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan banyak gagasan. Pertama, diperlukan kapasitas ekstra untuk menyediakan guru yang profesional sejati dalam jumlah yang cukup, sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah mendapat layanan pendidikan dan pembelajaran yang baik. Kedua, regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar tidak terjadi diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar wilayah negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerah yang penuh konflik. Ketiga, komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang berkualitas melalui pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan. Keempat, meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya melalui penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka.Kelima, menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurangmampuan, orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adat istiadat, serta mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya komunitas. Keenam, mendorong demokrasi, pembangunan berkelanjutan, perdagangan yang fair, layanan sosial dasar, kesehatan dan keamanan, melalui solidaritas dan kerjasama di antara anggota organisasi guru di mancanegara, gerakan organisasi kekaryaan internasional, dan masyarakat madani. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan pengembangan profesi guru. Hal ini ditunjukkan oleh adanya, makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan selalu berusaha untuk menyempurnakan kebijakan di bidang pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dapat dirumuskan seperti berikut ini:
1)   bagaimana tahap-tahap dalam mewujudkan guru profesional ?
2)   bagaimana alur pengembangan profesi dan karir ?
3)   bagaimana pembinaan dan pengembangan profesi guru ?
4)   bagaimana kebijakan pemerataan guru ?
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan sebagai berikut:
1)   mengetahui tahap-tahap dalam mewujudkan guru profesional
2)   mengetahui alur pengembangan profesi dan karir 
3)   mengetahui pembinaan dan pengembangan profesi guru
4)   mengetahui kebijakan pemerataan guru
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tahap-Tahap dalam Mewujudkan Guru Profesional
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, (UU RI No. 14 Th. 2005 Pasal 1). Seperti halnya yang dikatakan Soetjipto dan Kosasi (2007:42), guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Oleh karena itu, dalam mewujudkan pendidik yang profesional diperlukan tahapan-tahapan, diantaranya yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani.
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai guru profesional.
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi. Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat dijalankan, diantaranya yaitu:
1)   peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV
2)   sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah
3)   sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel
4)   jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri
5)   program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik
6)   uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi
7)   ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya
8)   ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 7 pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang “legal” direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional. Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri. Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain.
Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang tidak dibahas secara detail di dalam buku ini. Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru tetap berjalan. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang dan studi banding adalah penting. Menurut Soetjipto dan Kosasi (1999:54), peningkatan pengembangan sikap profesional dapat dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Hal ini dikarenakan, secara umum guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses pengetahuan mengajar.

2.2 Alur Pengembangan Profesi dan Karir
            Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional semakin nyata. Pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pengadaan tenaga kependidikan yang diperlukan, baik guru maupuntenaga pembina dan tenaga penunjang lainnya, hendaknya dipikirkan secara matang dari segi jemlah dan mutunya, Gunawan (1995:119). Aktualitas tugas dan fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip:
1)   memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
2)   memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
3)   memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
4)   memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
5)   memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6)   memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
7)   memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
8)   memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
9)   memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup:
1)   guru, baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan konseling atau konselor
2)   guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah
3)   guru dalam jabatan pengawas.
Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan. Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan IPTEK.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan yang terakreditasi. Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru. Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru.
terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan profesi dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional. Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks pembelajaran, penguatan penguasaan materi, pengembangan metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan pengalaman tentang teori-teori terkini. Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah, lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi program sejenis. Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kenaikan pangkat dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan pangkat karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa
.
2.3 Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
            Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara berkelanjutan, dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi. Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Dengan demikian, kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.

2.4 Kebijakan Pemerataan Guru
Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
1)   kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama
2)   Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya
3)   Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antar jenis pendidikan untuk memenuhi standarisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian kinerja pemerintah daerah
4)   Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari  kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara
5)   Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS.

Untuk daerah provinsi atau kabupaten/ kota, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Analisis kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan. Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan kewenangan masing-masing.Sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya. Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini:
1)   secara umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri
2)   secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional
3)   Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama
4)   Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah kabupaten/kota.

Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, antar jenis pendidikan, atau antar provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, atau antar jenis pendidikan antar kabupaten/kota, atau antar provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota. Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini.
1)   Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayahnya danmenyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. KemudianGubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Maret tahun berjalan
2)   Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan
3)   Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan
4)   Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan
5)   Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1)   Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya
2)   atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3)   atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4)   atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dikemukakan pada BAB II, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1)   untuk mewujudkan pendidik yang profesional diperlukan tahapan-tahapan, diantaranya yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani
2)   pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi
3)   kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara berkelanjutan, dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus
4)   dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Sedangkan untuk daerah provinsi atau kabupaten/ kota, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.




3.2 Saran
Penulis mengharapkan bahwa hasil penulisan ini, dapat memberikan manfaaat dan kontribusi yang besar bagi berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan selesainya penulisan ini, maka penulis merasa perlu menyampaikan saran yaitu:
1)   menjadi guru merupakan suatu profesi yang mulia, namun untuk menjadi guru yang profesional, bagi calon guru diperlukan menyelesaikan jenjang pendidikan di perguruan tinggi serta mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan nantinya, karena menjadi guru bukanlah semudah membalik telapak tangan
2)   apabila kelak sudah menjadi guru profesional hendaknya tidak melupakan hak dan kewajiban sebagai guru untuk mengikuti berbagai kebijakan-kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan guru yang diadakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.



















LAMPIRAN

Gunawan. 1995. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Mahsunah, Diah, dkk. 2012. Bahan Ajar PLPG (Kebijakan Pengembangan Profesi Guru). http://psg15.um.ac.id/wp-content/uploads/2012/05/Materi-KPPG.pdf, diakses pada tanggal 01 Mei 2015 pada pukul 12.12 WIB

Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta

Sudibyo, Bambang. 2014. Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005). Jakarta: Sinar Grafika














                                                                                                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar